Post on 03-Oct-2021
transcript
i
DISERTASI (RE143531)
EVALUASI PENGARUH KOAGULAN ALAMI DAN SINTETIS PROSES BASA PADA PENGENDAPAN SELEKTIF PEMURNIAN REJECT WATER SWRO DAN POTENSI EKONOMI SKALA APLIKASINYA IVA RUSTANTI ERI W 03211360012001 DOSEN PEMBIMBING Prof. Ir. WAHYONO HADI, MSc, PhD Dr.Ir.AGUS SLAMET, MSc PROGRAM DOKTOR DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2018
i
Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah
rahman dan rahim-Nya, serta bimbingan dan dukungan dari banyak pihak, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan penelitian disertasi yang berjudul ”Evaluasi Pengaruh
Koagulan Alami dan Sintetis Proses Basa Pada Pengendapan Selektif Pemurnian Reject Water
SWRO dan Potensi Ekonomi Aplikasinya”
Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Ir. Wahyono Hadi, M.Sc, PhD sebagai promotor dan Dr. Ir. Agus Slamet, M.Sc
sebagai Co-promotor yang telah membantu dalam penyusunan laporan disertasi ini.
2. Prof. Ir. Purwanto, DEA, Dr. Ali Masduqi, ST, MT dan Dr. rer. nat. Fredy Kurniawan
S.Si, M.Si. yang berkenan sebagai dosen penguji, dan memberikan arahan dan saran.
3. Segenap dosen, staf dan karyawan Departemen Teknik Lingkungan FTSLK- ITS atas
bantuan yang telah diberikan.
4. Keluarga atas doa dan motivasinya.
5. Rekan-rekan mahasiswa Program Doktor TL ITS, Pak Elmi, Pak Rano, Bu Nilam, Bu
Mirna, Bu Tien, dik Wahyu dan lain-lain, atas segala bantuan, kritik dan saran.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Wassalamu ‘alaikum war, wab.
Surabaya, Juli 2018
Penulis
ii
Evaluasi Pengaruh Koagulan Alami dan Sintetis Proses Basa pada Pengendapan
Selektif Pemurnian Reject Water SWRO dan Potensi Ekonomi Aplikasinya
Nama Mahasiswa : Iva Rustanti Eri
NRP : 03211360012001
Pembimbing : Prof. Ir. Wahyono Hadi, M.Sc, PhD
Co-Pembimbing : Dr. Ir. Agus Slamet, M.Sc
ABSTRAK
Brine water yang berasal dari reject water seawater reverse osmosis (SWRO) memiliki
jumlah padatan terlarut (TDS) lebih dari 40.000 mg/L yang didominasi oleh ion-ion Ca2+,
Mg2+, Na+, Cl-, SO42-dan HCO3
-. Apabila dibuang langsung ke laut tanpa pengolahan terlebih
dahulu dapat merusak lingkungan penerima. Brine water mengandung konsentrat NaCl, yang
dalam jumlah besar memiliki nilai ekonomi antara lain sebagai bahan baku industri klor-alkali,
regenerasi resin penukar ion dan sebagainya.
Tujuan penelitian adalah menemukan pengaruh koagulan alami dan sintetis dalam proses
basa pada pemodelan pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO, sehingga diperoleh
kondisi optimum dalam proses memurnikan larutan NaCl dari mineral impurities. Penelitian
dilakukan dalam skala laboratorium, menggunakan jar test. Untuk menentukan kondisi
optimum penelitian, digunakan rancangan Response Surface Methodology (RSM) pada
berbagai variasi penelitian yaitu konsentrasi NaOH, Na2CO3, jenis dan dosis koagulan serta
gradien kecepatan (G) flokulasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak Moringa oleifera memiliki gugus aktif
aliphatic primary amides dan aliphatic alcohol functional group, sedangkan koagulan sintetis
poliakrilamida kationik (Cationic Polyacrilamide) memiliki gugus aktif aliphatic amines
group dan aliphatic hydrocarbone group. Gugus aktif koagulasi MO memiliki kemampuan
yang sama dengan CP 0,1% dalam menurunkan kation golongan II dan anion valensi 2. Hal ini
terlihat dari persentase penurunan kation impurities (Ca2+, Mg2+ dan K+) dan anion SO42- dari
kedua golongan ini yang hampir sama. Analisis menggunakan Response Surface Methodology
(RSM) menghasilkan titik optimum model pengendapan selektif menghasilkan konsentrasi
NaCl tertinggi (49090 mg/L) berada pada kosentrasi NaOH 28.714%, dosis koagulan 24.4283
g/L dan menggunakan koagulan ekstrak Moringa oleifera. . Hasil analisa hubungan perubahan
pH selama waktu pengendapan (t, menit) mengikuti persamaan logaritmik pH = - 0,832 ln(t)
+ 12,079 , dengan nilai R2 = 83,08%. Proses pemurnian reject water SWRO menghasilkan
larutan crude NaCl 5% (masih mengandung ion-ion bivalen impurities). Hasil analisa ekonomi
menunjukkan bahwa pemurnian reject water SWRO menggunakan ekstrak MO sebagai
koagulan layak dibangun dan menguntungkan dengan nilai Payout Time 2 tahun, Break Even
Point 44,53 % dan Internal Rate of Return (IRR) 86,74%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
investasi pemurnian reject water SWRO sangat layak dan dapat memberikan manfaat ekonomi
yang sangat besar.
Kata kunci: reject water membran SWRO, koagulan, NaCl
iii
Capabilty Evaluation Of Natural And Synthetic Coagulant On Base Process Selective
Deposition Of Purification Of Reject Water SWRO And Economic Potential Of Its
Application.
Author Name : Iva Rustanti Eri
NRP : 03211360012001
Advisor : Prof. Ir. Wahyono Hadi, M.Sc, PhD
Co-Advisor : Dr. Ir. Agus Slamet, M.Sc
ABSTRACT
Brine water - which is derived from seawater reverse osmosis reject water (SWRO),
has an amount of dissolved solids (TDS) around 40000-61000 mg/L; which is dominated by
ions Ca2+, Mg2+, Na+, Cl-, SO42-and HCO3
-. If its directly discharged into the open public sea
without having any specific process, it surely will damage the environment. Brine water
contains NaCl concentrate, that in huge quantities has certain economic values ; as a raw
material in chlor-alkali industry, the regeneration of resin-ion exchange and any other
substantial benefits.
This research aims to discover the capability of natural coagulant and the synthesis of
alkaline process within reject water SWRO selective precipitation purification modelling, so
the optimum condition from NaCl purifying process from impurities mineral content can be
obtained. The research was conducted in a laboratory scale, using a jar test, and applied the
Response Surface Methodology (RSM) design on a wide variety of variables, which are
concentrations of NaOH, Na2CO3, type and dosage of coagulants also flocculation velocity
gradient (G).
The final result of this research shows that Moringa oleifera’s extract contains a cluster
of active Primary aliphatic amides and Aliphatic alcohol functional group, while the Cationic
Polyacrilamide synthetic coagulant contains a cluster of active aliphatic amines group and
aliphatic hydrocarbone group. Active cluster of Moringa oleifera’s coagulation has the same
ability with CP 0,1% in reducing type II cations and anions with a valence of 2. This can be
determined from the percentages of cationic impurities decreased (Ca2+, Mg2+ dan K+) and
anion of SO42- since both have similarities. The analysis using Response Surface Methodology
(RSM) resulted optimum point of Reject Water SWRO Selective Precipitation Purification
Modelling with highest NaCl concentrate (49090 mg/L) occurred in NaOH concentrate of
28.714%, coagulant dosage of 24.4283 g/L and using the coagulant extract of Moringa oleifera.
The result of analysis of pH change relationship during settling time (t, min) following
logarithmic equation pH = - 0,832 ln (t) + 12,079, with value R2 = 83,08%. The process of
purifying reject water SWRO yields a 5% crude NaCl solution (still containing bivalent
impurities ions). Result of economic analysis show that investation in purification of reject
water SWRO using MO extract as coagulant worthy built and profitable with value of IRR
86,74%, 2 years payout time and BEP 44,53%.
Keywords : Reject Water SWRO Membranes, Coagulants, NaCl
iv
DAFTAR ISI
Hal.
Halaman Judul
Kata Pengantar
Abstrak
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
i
ii
iv
vii
viii
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Bab 2 Kajian Pustaka
2.1. Reverse Osmosis
2.2. Karateristik Reject Water Buangan Membran SWRO
2.3. Dampak Lingkungan
2.4. Presipitasi Kimia
2.4.1. Presipitasi Hidroksida
2.4.2. Presipitasi Sulfida
2.4.3. Presipitasi Karbonat
2.4.4. Presipitasi Magnesium Oksida
2.5. Mixing
2.6. Flokulasi
2.7. Koagulan
2.7.1. Garam Aluminium
2.7.2. Garam Besi
2.7.3. Polimer Organik
2.7.4. Koagulan Alami
2.8. Pengendapan Selektif
2.9. Selektivitas Ion
2.10. Jar Test
2.11. Moringa Oleifera (MO)
2.12. Poliakrilamida
2.12. Spektrofotomeeter Infra Merah
2.14. Response Surface Methodology
2.15. Analisa Ekonomi
2.15.1. Modal (Capital Investment)
2.15.2. Cost atau pengeluaran
2.15.3. Parameter Analisa Ekonomi
2.16. Kebaharuan Penelitian
Bab 3 Metode Penelitian
3.1. Rancangan Penelitian
3.1.1. Penelitian Tahap Identifikasi
1
1
4
4
5
5
7
7
8
9
11
11
13
13
14
14
15
16
17
18
18
19
24
24
25
26
28
30
31
34
34
36
37
39
43
43
43
v
3.1.2. Penelitian Tahap Kondisi Optimum
3.2. Variabel Penelitian
3.3. Alat dan Bahan
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.5. Metode Analisis
3.6. Analisis Data
Bab 4. Hasil Penelitian & Pembahasan
4.1. Penelitian Tahap Identifikasi
4.1.1. Karateristik ion reject water SWRO
4.1.2. Tahap Identifikasi Gugus Aktif Koagulasi
4.1.2.1. Ekstrak Moringa Oleifera (MO)
4.1.2.2. Poliakrilamida (CP)
4.1.2.3. Identifikasi gugus fungsi MO dan CP
4.2. Tahap Menentukan Kondisi Optimum Proses Pemurnian Reject Water
SWRO
4.2.1. Eksperimen Tahap I
4.2.1.1. Respon Penurunan TDS (yA)
4.2.1.2. Respon konsentrasi NaCl (yB), mg/L
4.2.2. Eksperimen Tahap II
4.2.3. Analisa Disain Eksperimen Tahap II
4.2.3.1. Analisa Residual
4.2.3.2. Pengujian Statistik
4.2.3.3. Menentukan Model Optimasi
4.2.3.4. Response Surface dan Contour Plot
4.2.3.5.Response Optimization Konsentrasi NaCl dalam pemurnian
reject water SWRO
4.3. Karateristik ion, dan konsentrasi NaCl hasil perlakuan
4.4.Validasi dan laju perubahan TDS pada titik optimum response
4.4.1. Validasi Titik Optimum Response
4.4.2. Perubahan pH pada titik optimum response
4.5. Efek koagulan ekstrak Moringa oleifera terhadap pH dan konsentrasi ion
logam
4.6. Potensi Ekonomi Pemurnian Reject Water SWRO
4.7.Evaluasi Ekonomi Pemurnian Reject Water SWRO
4.7.1. Capital Investment (CI)
4.7.2. Working Investment
4.7.3. Manufacturing Cost
4.7.4. General Expenses
4.7.5. Total Production Cost
4.7.6. Analisa Kelayakan
4.7.6.1. Laba Penghasilan
4.7.6.2. Rate of return
4.7.6.3. Pay out time
4.7.6.4. Break even point
4.7.6.5. Intern Rate of Return
4.8. Altenatif Teknologi Lanjut Pemanfaatan larutan crude NaCl
4.9. State of The Art, Penerapan hasil penelitian
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
43
47
47
48
52
53
55
55
55
58
58
59
59
64
64
66
67
69
72
72
72
73
74
79
80
90
90
94
96
92
98
101
102
102
103
103
103
103
104
104
105
105
106
107
111
vi
Daftar Pustaka
Lampiran 1, Process Flow Diagram pemurnian Reject water SWRO
113
123
Lampiran 2, Perhitungan Analisa Ekonomi 125
Lampiran 3, Prosedur Analisa 133
Lampiran 4, Gambar penelitian 149
vii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1. Tipikal konsentrasi ion air laut dan reject water SWRO 9
Tabel 2.2. Nilai G dan t pada pengadukan cepat 15
Tabel 2.3. Nilai G dan Gt proses flokulasi 15
Tabel 2.4. Data disain Flokulator 16
Tabel 2.5. Penelitian Terdahulu tentang Koagulan Alami 22
Tabel 2.6. Komposisi Moringa oleifera 26
Tabel 2.7. Penelitian terdahulu tentang Koagulan Moringa
Tabel 2.8. Spesifikasi Poliakrilamida
Tabel 2.9. Spesifikasi Poliakrilamida Kationik
27
29
30
Tabel 2.10. Spesifikasi Poliakrilamida Anionik 30
Tabel 2.11. Perbandingan komposisi direct cost 35
Tabel 2.12. Perbandingan komposisi indirect cost 35
Tabel 3.1. Kode dan Nilai level Eksperimen Tahap I 45
Tabel 3.2. Kombinasi Perlakuan Eksperimen Tahap I 46
Tabel 3.3. Central Composite Design 47
Tabel 3.4. Parameter karateristik reject water SWRO 48
Tabel 3.5. Daerah serapan Infra Merah 49
Tabel 3.6. Metode analisis karateristik reject water SWRO 53
Tabel 4.1. Karateristik kimia reject water SWRO Pembangkit V dan VI Paiton 55
Tabel 4.2. Kesetimbangan kation anion reject water SWRO 56
Tabel 4.3. Komposisi senyawa dalam reject water SWRO 56
Tabel 4.4. Kode dan Nilai Level Eksperimen Tahap I 64
Tabel 4.5. Respon Hasil Kombinasi Perlakuan Eksperimen Tahap I 65
Tabel 4.6. Analisis Varian Eksperimen Tahap I, respon penurunan TDS, yA 66
Tabel 4.7. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap I, respon penurunan TDS, yA 67
Tabel 4.8. Analisis Varian Eksperimen Tahap I, respon konsentrasi NaCl, yB 67
Tabel 4.9. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap I, respon konsentrasi NaCl, yB 68
Tabel 4.10. Kode dan Nilai Level eksperimen Tahap II 69
Tabel 4.11. Central Composite Design eksperimen Tahap II 70
Tabel 4.12. Respon hasil kombinasi perlakuan Tahap II 71
Tabel 4.13. Hasil Pengujian Anova Eksperimen Tahap II 73
Tabel 4.14. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap II 74
Tabel 4.15. Hasil response optimization konsentrasi NaCl 79
Tabel 4.16.Karateristik filtrat hasil perlakuan eksperimen Tahap I 81
Tabel 4.17. Karateristik filtrat hasil perlakuan eksperimen Tahap II 83
Tabel 4.18. Hasil analisa ion filtrat NaCl pada kondisi optimum 93
Tabel 4.19. Hasil analisa ion endapan proses pemurnian reject water SWRO 94
Tabel 4.20. Nilai pH perwaktu proses pengendapan
Tabel 4.21. Total Capital Investment
Tabel 4.22. Total Manufacturing Cost
Tabel 4.23. Total General Expenses
95
101
102
103
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1. Diagram prinsip Osmosis dan Reverse Osmosis 7
Gambar 2.2. Perbedaan Tipe Membran dalam konfigurasi RO 8
Gambar 2.3. Kelarutan beberapa logam hidroksida sebagai fungsi pH 12
Gambar 2.4. Deret Nernst 25
Gambar 2.5. Jar test pada masing-masing dosis pembubuhan bahan kimia 25
Gambar 2.6. Daun, buah dan biji Moringa oleifera 26
Gambar 2.7. Monomer Poliakrilamida 29
Gambar 2.8. Serapan IR 31
Gambar 2.9. Contour Plot interaksi variabel independen terhadap respon
Gambar 2.10. Skema optimasi menggunakan RSM
Gambar 2.11. Roadmap penelitian
Gambar 3.1. Kerangka Pikir Penelitian
32
34
41
44
Gambar 3.2. Alur Penelitian 52
Gambar 4.1. Ribbon chart kesetimbangan kation anion reject water SWRO 57
Gambar 4.2. Larutan ekstrak Moringa oleifera 59
Gambar 4.3 Larutan Cationic Polyacrilamide (CP) 59
Gambar 4.4. Hasil spektral Cationic Polyacrilamide (CP) 61
Gambar 4.5. Hasil spektral ekstrak Moringa oleifera 63
Gambar 4.6. Pengaruh variabel terhadap rata-rata % NaCl 68
Gambar 4.7. Uji Kenormalan Residual 72
Gambar 4.8. Pengaruh variabel jenis koagulan terhadap rata-rata konsentrasi
NaCl
75
Gambar 4.9. Pengaruh variabel konsentrasi NaOH dan dosis koagulan terhadap
rata-rata konsentrasi NaCl
75
Gambar 4.10. Interaksi konsentrasi NaOH dan dosisi koagulan terhadap rata-
rata konsentrasi NaCl
76
Gambar 4.11. Contour Plot konsentrasi NaCl menggunakan koagulan MO 78
Gambar 4.12. Surface Plot konsentrasi NaCl menggunakan koagulan MO 78
Gambar 4.13. Contour Plot konsentrasi NaCl menggunakan CP 79
Gambar 4.14. Surface Plot konsentrasi NaCl menggunakan CP 78
Gambar 4.15. Desirebility function pemurnian reject water SWRO 79
Gambar 4.16. Konsentrasi ion K+ filtrat pemurnian reject water SWRO 85
Gambar 4.17. Persentase penurunan konsentrasi ion K+ 85
Gambar 4.18. Perbandingan varian persentase penurunan ion K+ dengan 2 jenis
koagulan
86
Gambar 4.19. Konsentrasi ion Ca2+ filtrat pemurnian reject water SWRO 87
ix
Lanjutan Daftar Gambar hal
Gambar 4.20. Persentase penurunan konsentrasi ion Ca2+ 87
Gambar 4.21. Perbandingan varian persentase penurunan ion Ca2+ dengan 2 jenis
koagulan
88
Gambar 4.22. Konsentrasi ion Mg2+ filtrat pemurnian reject water SWRO 85
Gambar 4.23. Persentase penurunan konsentrasi ion Mg2+ 85
Gambar 4.24. Perbandingan varian persentase penurunan ion Mg2+ dengan 2 jenis
koagulan
90
Gambar 4.25. Konsentrasi ion SO42- filtrat pemurnian reject water SWRO 91
Gambar 4.26. Persentase penurunan konsentrasi ion SO42- 91
Gambar 4.27. Perbandingan varian persentase penurunan ion SO42- dengan 2 jenis
koagulan
92
Gambar 4.28. Konsentrasi ion NaCl filtrat pemurnian reject water SWRO 93
Gambar 4.29. Perubahan pH selama 200 menit proses pengendapan 95
Gambar 4.30. Perubahan pH selama 24 jam proses pengendapan 96
Gambar 4.31. Mekanisme koagulasi ekstrak MO dalam larutan garam 97
Gambar 4.32. Gugus amida dalam ekstrak MO 92
Gambar 4.33. Neraca masa desalinasi air laut dengan membran SWRO-BWRO 93
Gambar 4.34. Diagram proses pemurnian reject water SWRO menjadi NaCl 5% 95
Gambar 4.35. Diagram proses NaCl 5% menjadi NaOCl 12% 98
Gambar 4.36. Electrolyzer dalam NaOCl generator 98
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memastikan ketersediaan air
bagi masyarakatnya sesuai Goal ke 6 dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Pada
beberapa wilayah di Indonesia terutama wilayah pesisir masih memiliki masalah
terbatasnya ketersediaan air bersih. Padahal pesisir pantai terdapat sumber daya air yang
besar dan tak terbatas yaitu air laut. Air laut memang tidak dapat dikonsumsi langsung
sebagai air minum, karena salinitasnya yang tinggi, sehingga diperlukan teknologi untuk
mengolah air laut tersebut menjadi air tawar.
Saat ini desalinasi air laut adalah satu-satunya cara yangefektif dan ekonomis untuk
mengolah air laut menjadi air tawar, sehingga telah banyak dipakai di berbagai negara di
dunia. Desalinasi adalah proses penghilangan mineral terlarut dalam air laut atau air payau
untuk menghasilkan air bersih. Data UN Water pada tahun 2014, terdapat lebih dari 16000
instalasi desalinasi diseluruh dunia dengan kapasitas produksi 70 MCM (mega cubic meter)
perhari, dan segera mencapai 100 MCM per hari dengan menghasilkan larutan garam
(brine) dua kali lipatnya (200 MCM/hari) (IDA, 2015). Instalasi desalinasi terpasang
meningkat 42% pada tahun 2015 (House et al., 2015).
Teknologi desalinasi menggunakan seawater reverse osmosis (SWRO) telah
mendominasi 65% dari teknologi pengolahan air laut di dunia (Amri et al., 2016).
Teknologi desalinasi air laut menggunakan SWRO menghasilkan reject water dengan
kandungan garam cukup tinggi (brine water), minimal 26% w/w. Kandungan garam dalam
reject water tergantung pada efisiensi membran yang dipergunakan, umumnya 55 – 60%,
dengan konsentrasi tertinggi 90% (Hastuti & Wardiha, 2012). Reject water juga
mengandung sisa bahan kimia proses desalinasi seperti anti-scaling, anti-fouling, biocides,
chemical cleaning dan logam berat proses korosi (Morton et al., 1997; Einav et al., 2003;
Lattemann & Höpner, 2008).
Air laut alami memiliki Total Dissolved Solid (TDS) yang cukup tinggi berkisar
10.000 – 35.000 mg/L (Greenlee et al., 2009). Sedangkan karateristik dari reject water
proses desalinasi dengan SWRO menurut Praneeth et al., (2014), memiliki pH 8,8,
konduktivitas 62,6 mS/cm, dan TDS berkisar 35.000 – 61.000 mg/L. TDS tersebut
didominasi oleh ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, Cl-, SO2- dan HCO3-. Apabila dibuang langsung
ke lingkungan laut tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat merusak lingkungan penerima,
2
seperti timbulnya kondisi anoksik di dasar laut dan merusak spesies laut terutama
makrobentos (Mohamed et al. 2005; Raventos et al. 2006). Beberapa spesies laut sangat
dipengaruhi oleh buangan reject water tersebut, seperti rumput laut Cymodocea nodosa
dan Caulerpa prolifera atau ganggang merah (Rissoella Verruculosa). Sehingga diperlukan
berbagai upaya lanjutan untuk meminimalkan efek yang merugikan tersebut. Salah satunya
adalah recovery NaCl dari reject water (Sadhwani et al., 2005).
Pemanfaatan reject water buangan membran SWRO di Indonesia belum banyak
dilaporkan, hanya sebatas sebagai kolam apung saja. Recovery NaCl dari reject water
buangan membran SWRO dapat menghasilkan larutan NaCl 20-26%. NaCl 20-26%
banyak dibutuhkan oleh industri antara lain sebagai bahan baku industri soda (NaOH) dan
regenerasi ion exchange resin. Garam NaCl 99% sebagai bahan baku pembuatan larutan
NaCl 20-26% masih diimport dari Australia dan India. Jumlah import garam tahun 2016
sebesar 3 juta ton (senilai US$ 126jt), naik 30% dari tahun 2015. Negara yang telah
memanfaatkan brine dari reject water SWRO adalah Israel, melalui Mekorot Water
Company. Produksi garam dengan memanfaatkan reject water SWRO mengurangi biaya
produksi garam dan biaya produksi SWRO karena tidak membutuhkan jalur pembuangan
brine dan mengurangi dampak lingkungan terhadap air laut (Raizky & Nadav, 2007;
Melián-Martel et al., 2011).
Tahapan awal proses recovery NaCl dari reject water adalah tahapan pemisahan
NaCl dari berbagai mineral impurities yang ada dalam reject water. Proses pengendapan
selektif terbukti cukup efektif untuk memisahkan NaCl dari berbagai mineral impurities
terutama ion Ca2+, dan Mg2+. Presipitan yang umum dipakai adalah larutan NaOH dan
Na2CO3 (Melián-Martel et al., 2011). Selain itu penambahan koagulan alami sebagai co-
presipitan dalam pengendapan selektif sangat membantu proses pengendapan karena
terjadi netralisasi sisa muatan, dan pembentukan interparticle bridging (Vigneswaran et
al., 2004; Yin, 2010). Pemakaian koagulan alami dapat meningkatkan efektivitas proses
pengendapan sebesar 30% (Darwish et al., 2013), dan terhindar dari kenaikan jumlah zat
terlarut anorganik dalam air olahan
Penelitian tentang efektivitas bahan-bahan nabati sebagai koagulan telah banyak
dilakukan. Ghebremichael et al., (2005) dan Okuda et al., (2001) menyatakan bahwa
bahan-bahan nabati dapat berfungsi sebagai koagulan karena memiliki gugus protein yang
bersifat cationic coagulating agent. Gugus protein tersebut mempunyai berat molekul 3 -
6,5 kDa dan pH Isoelektrik (pI) diatas 9,6.
3
Ekstrak tannin yang diambil dari kulit kayu tanaman Acacia,Castanea dan Schinopsis
mengandung anionic phenolic group dan amine group yang bersifat kationik (Graham et
al., 2008 dan Beltrán-Heredia & Sánchez-Martín, 2009). Ekstrak tannin dapat berfungsi
sebagai koagulan alami dan pada dosis 14 mg/L mampu menurunkan kekeruhan limbah
kaolin sebesar 75%.
Penelitian yang dilakukan oleh Aslamiah et al., (2013) tentang aktivitas koagulasi
ekstrak biji kelor (Moringa oleifera L.), menyatakan bahwa ekstrak biji kelor lebih efektif
dibandingkan tawas. Ekstrak biji kelor mampu menurunkan 81% angka kekeruhan,
sedangkan tawas hanya menurunkan 58%. Pembubuhan ekstrak biji kelor membuat pH air
limbah berada pada kisaran pH normal, sedangkan pembubuhan tawas menurunkan nilai
pH (menjadi lebih asam).
Fatehah et al., (2013) meneliti kemampuan tepung tapioka dalam menurunkan
kekeruhan dan zat organik limbah cair semikonduktor. Limbah cair semikonduktor
berwarna sangat gelap, sangat keruh (4246 NTU) dengan kandungan kontaminan
anorganik maupun organik yang tinggi (COD 1752 mg/L). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tepung tapioka memiliki pengaruh yang tinggi pada penurunan kekeruhan dan zat
organik. Persentase penurunan optimum sebesar 99% diperoleh pada dosis pembubuhan
0,1 gr/L dengan settling time 30 menit. Persentase penurunan zat organik optimum sebesar
87% pada dosis 0,1 gr/L dengan settling time 60 menit.
Hasil uji pendahuluan identifikasi gugus aktif menggunakan metode Fourier
Transform Infra Red (FTIR) pada kentang, jagung dan biji kelor yang berbentuk tepung
dan ekstrak dalam larutan NaCl, menunjukkan bahwa tepung dari ketiga jenis bahan alami
tersebut mempunyai gugus aliphatic amide group berbentuk –NH dan –NH2, aliphatic grup
–CH, –CH2, dan –CH3 (karboksil) serta gugus alcohol functional group –OH (hidroksil).
Ekstrak dalam larutan NaCl masing- masing memiliki gugus aliphatic amide group
berbentuk –C=O dan –NH, aliphatic grup –CH (karboksil) serta gugus alcohol functional
group –OH (hidroksil). Secara keseluruhan hasil FTIR menunjukkan dalam tepung dan
ekstrak terdapat polimer yang mengandung gugus amida, karboksil dan hidroksil. Gugus
karboksil dan hidroksil menyebabkan larutan polielektrolit bermuatan negatif, sedangkan
gugus amida bermuatan positif. Sehingga dapat diperkirakan bahwa kentang, jagung dan
biji kelor bentuk tepung maupun ekstrak dalam larutan NaCl dapat berfungsi sebagai
koagulan (Rahul et al., 2014; Hameed et al., 2016; Wandera et al., 2011; Teh et al., 2014;
Shak & Wu 2014; Menkiti & Ezemagu 2015).
4
Berbagai penelitian tentang koagulan alami yang telah dilakukan hanya sebatas pada
penurunan kekeruhan dan padatan tersuspensi air limbah. Belum ada informasi tentang
efektivitas penggunaan koagulan alami untuk proses pengendapan partikel anorganik
seperti Mg(OH)2 atau CaCO3.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh koagulan alami dan sintetis
proses basa pada pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO dan potensi ekonomi
dalam skala aplikasi. Penelitian ini merupakan tahap awal recovery NaCl dari reject water
SWRO, sehingga dapat dihasilkan larutan NaCl murni.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana
pengaruh koagulan alami dan sintetis proses basa pada pengendapan selektif pemurnian
reject water SWRO dan potensi ekonomi dalam skala aplikasinya, sehingga dihasilkan
larutan NaCl murni?.
Adapun permasalahan spesifik yang akan dikaji pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Bagaimana karateristik gugus aktif dari ekstrak biji Moringa oleifera (kelor) dan
poliakrilamida?
2) Bagaimana kondisi optimum berbagai variasi penelitian meliputi konsentrasi larutan
NaOH, larutan Na2CO3, jenis dan dosis koagulan, serta gradien kecepatan flokulasi
dalam memurnikan reject water SWRO?
3) Bagaimana perbandingan efektivitas koagulan alami ekstrak biji kelor dengan
koagulan sintetis poliakrilamida dalam menurunkan kandungan mineral impurities?
4) Bagaimana perubahan pH selama proses pengendapan pada kondisi optimum
pemurnian reject water SWRO ?.
5) Bagaimana aplikasi dan potensi ekonomi proses pemurnian reject water SWRO?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah mengevaluasi pengaruh koagulan alami dan sintetis
proses basa pada pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO dan potensi ekonomi
dalam skala aplikasi, sehingga dihasilkan larutan NaCl murni.
Adapun tujuan secara rinci penelitian adalah:
1) Mengidentifikasi karateristik gugus aktif koagulan alami ekstrak biji Moringa
oleifera (kelor), dan koagulan sintetis poliakrilamida
5
2) Menentukan kondisi optimum berbagai variasi penelitian meliputi konsentrasi
larutan NaOH, larutan Na2CO3, jenis dan dosis koagulan, serta gradien kecepatan
flokulasi dalam memurnikan reject water SWRO
3) Mengevaluasi perbandingan efektivitas koagulan alami ekstrak biji kelor dengan
koagulan sintetis poliakrilamida dalam menurunkan kandungan mineral impurities
4) Mengevaluasi perubahan pH selama proses pengendapan pada kondisi optimum
pemurnian reject water SWRO.
5) Mengevaluasi aplikasi dan potensi ekonomi pemurnian reject water SWRO.
1.4. Manfaat Penelitian
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pengolahan air bersih. Sedangkan
secara praktis penelitian ini diharapkan membawa manfaat:
1) Sebagai bahan masukan bagi industri yang memiliki proses desalinasi air laut bahwa
larutan NaCl murni dapat dihasilkan dari pengolahan reject water buangan SWRO.
2) Sebagai bahan masukan bagi investor dan pemerintah tentang potensi ekonomi dari
proses pemurnian reject water SWRO.
3) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait upaya
penyediaan air minum di daerah pesisir pantai. Biaya operasional pengolahan air
minum menggunakan membran SWRO yang selama ini mahal akan menjadi murah
karena produk samping yang dihasilkan dari pengolahan buangan SWRO. Sehingga
masyarakat dapat menikmati air minum yang berkualitas bagus, murah dan terjangkau.
4) Memberikan pemahaman yang tepat kepada masyarakat tentang potensi tanaman
sebagai koagulan alami dalam proses pengolahan air.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1) Menggunakan reject water yang diambil dari port outlet SWRO Unit Pembangkit V
dan VI Paiton Jawa Timur, dengan TDS 35000 – 60000 mg/L sebagai air baku
penelitian.
2) Jenis dan dosis koagulan.
a. Koagulan alami yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak biji Moringa
oleifera (MO) dalam larutan NaCl 1M, sedangkan koagulan sintetis adalah
poliakrilamida.
6
b. Dosis koagulan alami adalah 10, 20 dan 30 g/ml
3) Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi koagulan alami adalah larutan NaCl 1M.
4) Identifikasi gugus fungsi koagulasi yang terdapat dalam koagulan alami dilakukan
dengan metode Fourier Transform Infra Red (FTIR)
5) Pemeriksaan FTIR gugus fungsi koagulasi dalam ekstrak Moringa oleifera dan
poliakrilamida dilakukan di Jurusan Material FTI – ITS.
6) Sistem yang digunakan adalah batch
7) Variabel penelitian
a. Variabel bebas,
- Jenis koagulan yaitu ekstrak biji Moringa oleifera dalam larutan NaCl dan
poliakrilamida
- Dosis koagulan yang dibubuhkan yaitu 10, 20 dan 30 g/ml
- Gradien kecepatan (G) flokulasi adalah 100-75-25; 100-50-25 dan 100-50-10
det-1
- Konsentrasi NaOH yaitu 20%, 30% dan 40%
- Konsentrasi Na2CO3 yaitu 10%, 20% dan 30%
b. Variabel terikat:
- Prosentase penurunan jumlah ion impurities.
- Jumlah padatan kering yang mengendap (mg)
- Konsentrasi NaCl (%)
8). Tempat penelitian adalah Laboratorium Lingkungan FTSP – ITS dan Laboratorium
Terpadu Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Surabaya.
7
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Reverse Osmosis
Reverse osmosis (RO) merupakan proses pemisahan berdasarkan fenomena osmosis
yang dapat terjadi apabila dua cairan yang berbeda konsentrasinya dipisahkan dengan
membran semi permeabel dengan menggunakan tekanan yang lebih besar daripada
osmosisnya. Sistem RO dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram prinsip Osmosis dan Reverse Osmosis (House et al., 2015)
Membran reverse osmosis (RO) dapat menahan kontaminan atau partikel dengan
diameter 0,0001 µm. Membran RO bekerja pada tekanan operasi antara 17-68 bar, jenis
kontaminan yang dapat dipisahkan adalah garam terlarut, pestisida, kekeruhan, kesadahan,
pestisida, virus, bakteri-bakteri patogen lainnya (Sagle & Freeman, 2004). Di dalam
membran RO terjadi proses penyaringan berdasarkan ukuran molekul. Partikel yang
molekulnya lebih besar daripada molekul air, misalnya molekul garam, akan terpisah dan
dibuang sebagai reject water. Pengolahan menggunakan RO paling efektif karena
memanfaatkan membran reverse yang dapat menahan sampai dengan 88-99% garam
terlarut dan kontaminan tersuspensi. Konsentrasi garam dalam reject water RO sebesar 2-
4 kali lebih banyak daripada air umpan awal. Konsentrasi garam tersebut sangat tergantung
pada peruntukan air produknya (House et al.,2015).
Membran RO dibuat dari material plastik yang berbentuk lembaran maupun hollow
fibres. Instalasi RO modern memiliki 4 pilihan konfigurasi membran yaitu konfigurasi
tubular, flat sheet (disebut juga plate & frame), spiral wound dan hollow fibres. Perbedaan
masing-masing konfigurasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
8
Gambar 2.2. Perbedaarn tipe membran konfigurasi sistem RO (House et al.,2015)
2.2. Karateristik Reject Water Membran Sea Water Reverse Osmosis
Reject water SWRO mengandung berbagai jenis ion yang jumlahnya tergantung pada
kualitas air laut yang menjadi sumber air bakunya.Reject water SWRO juga mengandung
bahan kimia aditif yang dipakai dalam sistem perawatan membran SWRO. Bahan – bahan
kimia aditif yang ditambahkan berfungsi sebagai antiscalant, antifouling dan biocide
(Alzahrani et al., 2013).
Antiscalant adalah bahan kimia yang ditambahkan dalam sistem perawatan SWRO.
Pemberian antiscalant bertujuan mencegah terbentuknya kerak (mineral scaling) dalam
sistem perpipaan, sehingga memperpanjang umur pengoperasian SWRO. Antiscalantyang
dipergunakan dalam proses desalinasi tidak mengandung gugus fosfat, tetapi berupa
polimer organik anionik, serta acrylic terpolymer. Acrylic terpolymer adalah polimer
gabungan monomer yang mengandung 2-ethyl hexyl acrylate, methyl methacrylate, dan
acrylic acid. Total bahan aktif dalam produk antiscalant bervariasi dari 1-40% berat.
Antiscalant diberikan secara kontinyu kedalam umpan dengan dosis rata-rata 3 mg/L
(Lattemann & Höpner, 2008).
Antifouling dan biocide adalah bahan kimia yang ditambahkan untuk menghambat
terbentuknyaendapan zat organik karena aktivitas mikroorganisme pada permukaan
membran. Bahan kimia yang umum dipakai adalah sodium hypochloride (NaOCl) dan
sodium bisulphite (NaHSO3). Sodium bisulphite ditambahkan untuk menetralisir sisa
9
chlorine (Cl-) agar membran berbahan thin film polyamide yang sensitif terhadap Cl- tidak
rusak. Perbandingan konsentrasi ion air laut dan reject water buangan SWRO seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Tipikal konsentrasi ion air laut dan reject water SWRO
Parameter Air laut
(umpan)
reject water
SWRO
(domestic water)
Reject water
SWRO
(demin water)
Sodium (Na+), mg/L 12.200 15.800 25.237
Magnesium (Mg2+), mg/L 1.620 2.240 2.867
Calcium (Ca2+), mg/L 533 730 960
Potassium (K+), mg/L 581 805 781
Strontium (Sr2+), mg/L 7,29 11,50 14,55
Silicon as SiO2 15,04 19,94 20,50
Silicon (Si2+), mg/L 7,03 9,32
Bicarbonates(HCO3-), mg/L 100 125 1.829
Chlorides (Cl-), mg/L 23.484 32.004 41.890
Sulfates (SO42-), mg/L 3.181 4.500 6.050
Fluorides (F-), mg/L 0,6 0,9 1,82
TDS, mg/L 41.661 56.158 79.660
pH 7,06 6,97 7,5
EC, mS/cm 56.130 78.000 85.200
Sumber: Ahmed et al.(2001); Henthorne & Boysen (2015)
2.3. Dampak Lingkungan
Seawater reverse osmosis memiliki laju konversi 40-50% membutuhkan air lebih sedikit
dibanding desalinasi proses termal/ distilasi yang memiliki laju konversi 10-20%, sehingga SWRO
memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil. SWRO membutuhkan konsumsi energi yang tinggi
dibanding proses termal. Buangan SWRO tidak mengandung bahan kimia atau polusi termal, tetapi
memiliki konsentrasi garam yang lebih tinggi sehingga berdampak pada ekosistem laut.
Pembuangan reject water SWRO dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
1. Kontak langsung dengan air laut melalui konfigurasi sistem buangan
2. Kombinasi dengan buangan lain seperti air pendingin sistem pembangkit listrik
3. Dikeringkan
Reject water SWRO yang dibuang ke laut akan menimbulkan dampak antara lain
berpengaruh pada kualitas air akibat meningkatkan kekeruhan karena keberadaan brine,
berpengaruh pada planton karena tingginya tekanan osmosis, berpengaruh pada rumput laut dan
alga karena penurunan kualitas cahaya matahari yang masuk ke ekosistem laut serta tingginya
konsentrasi garam. Penggunaan jet discharge dengan kecepatan tinggi dalam mekanisme
pembuangan brine juga berdampak pada kehidupan ikan dan batu karang, sehingga kecepatan jet
discharge tidak melebihi 3-3,5 m/s.
10
Beberapa teknologi untuk menurunkan dan menghilangkan brine menurut Morillo (2014)
adalah:
1. Evaporasi konvensional,
Evaporasi konvensional adalah memanaskan brine dibawah sinar matahari. Garam
akan mengkristal karena air akan menguap akibat pemanasan matahari. Teknologi ini
membutuhkan ketersediaan lahan yang luas. Pengembangan ini adalah dengan
mengintegrasikan kecepatan angin dan cahaya matahari untuk mempercepat
penguapan.
2. Fitodesalinasi
Menggunakan spesies angiospermae yang toleran terhadap kadar garam air laut,
disebut dengan tanaman halophytes.
3. Sisten evaporasi dan kristalisasi
Menerapkan teknologi Zero Liquid Discharge (ZLD) berdasarkan prinsip evaporasi
dan kristalisasi. Teknologi ini membutuhkan energi yang cukup tinggi yaitu 0,1
Euro/kg brine yang dievaporasi. Beberapa teknologi ZLD merupakan kombinasi RO
dengan soda lime process, kristalisasi termal, spray dryer, kolam evaporasi.
4. Distilasi membran
Distilasi membran merupakan proses pemisahan secara non-isotermal dengan
menggunakan membran. Pada proses ini dua fluida encer dengan temperatur berbeda
dipisahkan dengan membran hidrofobik mikropori. Temperatur operasi lebih rendah
dari temperatur kedua fluida. Salah satu varian distilasi membran adalah vakum
distilasi membran, dimana tekanan vakum digunakan untuk mengatur beda tekanan
diantara dua sisi membran.
5. RO dua tahap
Pengolahan air laut dengan RO dua tahap adalah alternatif teknologi untuk
mendapatkan air bersih dalam jumlah banyak dan menurunkan jumlah brine. Pada
tahap pertama, RO bekerja dengan tekanan tinggi, sedangkan pada tahap kedua RO
memiliki tekanan rendah. RO dua tahap menghasilkan 60% air dibandingkan RO satu
tahap yang hanya menghasilkan 40% saja.
6. Pengelolaan efluen brine (reject water SWRO) (Ho, et al., 2015)
Prinsip pengelolaan brine adalah menurunkan ion anorganik dan pengotor dengan
melalui proses inline coagulation-ultrafiltration. Koagulan yang digunakan adalah
Polialuminium klorida (PAC), FeCl3
7. Menggunakan Capatitive Deionization (CDI) (Lee et al., 2009).
Metode ini mampu menghilangkan 90% garam terlarut dalam brine, elektrodenya juga
mampu menangkap senyawa organik.
11
2.4. Presipitasi Kimia
Presipitasi kimia (PK) adalah pembentukan fase padat secara cepat karena perubahan
fisik atau kimia dalam larutan. Proses ini menggambarkan fenomena yang kompleks yang
dihasilkan dari pembentukan dalam kondisi jenuh. Pengendapan adalah mekanisme yang
kompleks yang melibatkan banyak parameter. Parameter tersebut adalah pH, derajat
kejenuhan, solubility product (Ks), kekuatan ion, suhu dan keberadaan ion campur
(Warmadewanthi et al., 2012).
PK dalam pengolahan air bersih maupun air limbah adalah perubahan bentuk
senyawa terlarut dalam air menjadi partikel padat. PK digunakan untuk menghilangkan ion
–ion dalam air dengan penambahan counter-ions untuk menurunkan kelarutan. PK tidak
hanya untuk menghilangkan kation logam, tetapi juga untuk menghilangkan anion seperti
fluoride, sianida dan fosfat. PK juga dapat menghilangkan molekul organik seperti fenol
dan amina aromatik, detergen dan emulsi minyak (Vigneswaran et al.,2004).
Proses presipitasi yang banyak dilakukan adalah proses pelunakan air dan stabilisasi,
penyisihan logam berat dan fosfat. Proses pelunakan air bertujuan untuk penyisihan ion
kationik divalen terutama ion kalsium dan magnesium. Penyisihan logam berat paling
banyak dilakukan di industri pelapisan logam. Industri ini memiliki garam terlarut seperti
cadmium, chromium, copper, nickel, lead, zink yang perlu disisihkan dan bahkan diambil
kembali (recovery). CP selalu diikuti dengan proses pemisahan padatan seperti koagulasi
flokulasi dan / atau sedimentasi, atau penyaringan untuk menghilangkan endapan. Proses
ini dapat didahului dengan reduksi kimia untuk mengubah karateristik dari ion logam
menjadi bentuk yang dapat diendapkan.
2.4.1. Presipitasi Hidroksida
Semua ion logam dalam kondisi alkali akan berada dalam bentuk hidroksidanya.
Presipitat hidroksida akan terbentuk bila telah mencapai kondisi jenuh atau melampaui nilai
kelarutannya. Optimum pH beberapa hidroksida logam ditunjukkan pada Gambar. 2.3.
Persamaan umum stoikiometri reaksi pengendapan hidroksida dapat ditulis sebagai:
M2+ + 2(OH)- ↔ M(OH)2(s)...................................(1)
Jika pH lebih rendah dari pH optimum presipitasi, akan terbentuk kompleks logam terlarut,
yaitu:
M2+ + OH- ↔ M(OH)+ .........................................(2)
12
pH
Gambar 2.3. Kelarutan beberapa logam hidroksida sebagai fungsi pH
(Zhao et al., 2014)
Presipitasi hidroksida juga dipengaruhi oleh keberadaan senyawa organik radikal, sehingga
terjadi reaksi sebagai berikut:
M2+ + OH- + nR ↔ M(R)nOH+ ..........................(3)
Bahan kimia yang umum digunakan dalam presipitasi hiroksida adalah senyawa
alkali seperti CaO, Ca(OH)2, NaOH. CaO umumnya dibuat menjadi suspensi basah atau
bubur sebelum digunakan dalam sistem pengolahan. NaOH umumnya dalam bentuk
larutan 6-20%, diumpankan langsung ke dalam sistem pengolahan dan tidak memerlukan
tambahan unit pengaduk. Proses PK diaplikasikan pada tahap pengadukan cepat atau tahap
sedimentasi. Logam hidroksida cenderung bersifat koloid, sehingga diperlukan koagulan
untuk memudahkan proses pengendapan.
Penyisihan campuran logam dalam air memerlukan perlakuan khusus, karena pH
penyisihan yang optimum pada masing-masing jenis logam mungkin tidak bertepatan. Oleh
karena itu, penambahan presipitan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan
kondisi penyisihan yang optimum dari masing-masing logam. Presipitasi hidroksida
menggunakan CaO telah banyak digunakan dalam pengolahan air dan air limbah industri,
karena kemudahan penanganan, ekonomis dan efektif.
KO
NS
EN
TR
AS
I L
OG
AM
TE
RL
AR
UT
,
mg/L
13
2.4.2. Presipitasi Sulfida
Senyawa sulfida yang bersifat water soluble(H2S atau Na2S) maupun insoluble
seperti FeS, dapat digunakan sebagai presipitan ion logam berat. Endapan yang dihsilkan
merupakan endapan logam sulfida. Gambar 2.3. menunjukkan bahwa pada pH basa, logam
sulfida memiliki kelarutan lebih rendah dibandingkan logam hidroksida
Prinsip proses PK dengan larutan sulfida hampir sama dengan hidroksida. Larutan
sulfida ditambahkan untuk mengendapkan logam sebagai logam sulfida. Endapan yang
terbentuk dipisahkan dari larutannya menggunakan filtrasi atau gravity settling.
Na2S + MSO4 ↔ MS (s) + Na2SO4 ....................(4)
Sisa Na2S dioksidasi dengan aerasi:
Na2S + 2O2 ↔ Na2SO4 .....................................(5)
Ion sulfida dan gas H2S dalam air menimbulkan suasana asam sehingga reaksi
presipitasi sulfida membutuhkan pre-treatment dan post-treatment. Pre-treatment
melibatkan proses menaikkan pH air yang akan diolah antara 7-8 untuk mengurangi
pembentukan gas H2S. Post-treatment untuk menghilangkan kelebihan sulfida, dilakukan
dengan aerasi atau oksidator kimia.
Pembubuhan besi sulfida (FeS) diberikan dalam untuk menghilangkan kelebihan
sulfida dan pembentukan gas H2S dalam limbah. Reaksi presipitasi ion logam (M2+)
menggunakan FeS :
FeS + M2+ ↔ MS(s) + Fe2+ ..............................(6)
FeS + M(OH)2 ↔ MS(s) + Fe(OH)2..................(7)
FeS bersifat sulit larut dalam air, sehingga konsentrasi ion sulfida dibatasi oleh kelarutan
FeS yaitu 0,02 mg/L. Presipitasi sulfida menggunakan FeS memiliki waktu tinggal selama
10-15 menit.
2.4.3. Presipitasi Karbonat
Presipitasi karbonat digunakan untuk menyisihkan ion logam menggunakan larutan
karbonat seperti CaCO3 atau dengan mengubah hidroksida menjadi karbonat menggunakan
CO2. Presipitasi karbonat telah menjadi metode pilihan untuk meyisihkan kesadahan
kalsium dari air. Karbonat mulai banyak dipakai untuk menyisihkan logam berat dalam air
limbah. Alasannya karena presipitasi hidroksida menghasilkan volume lumpur yang besar
yang bersifat koloid dan sulit mengendap. Lumpur karbonat bersifat stabil dan lebih mudah
disaring dibanding lumpur hidroksida, seperti pada presipitasi ion Pb, dan Cd. Pada
presipitasi penyisihan ion Zn dan Ni, menghasilkan endapan karbonat yang tidak padat dan
14
sulit disaring (Zhao et al., 2014). Pada proses pengolahan air, perilaku prepitasi karbonat
maupun hidroksida ion logam campuran adalah sama dengan presipitasi logam tunggal.
2.4.4. Presipitasi Magnesium Oksida
Pengolahan menggunakan magnesium oksida (MgO) menghasilkan lumpur MgO-
hidroksida yang memiliki kelarutan rendah. Lumpur yang dihasilkan relatif padat dan
cenderung menghambat terjadinya re-suspensi ion logam. Biaya bahan kimia presipitasi
magnesium oksida lebih tinggi dibanding presipitasi hidroksida, dan digunakan setelah
pengolahan konvensional dengan CaO.
2.5. Mixing
Pengadukan adalah operasi yang menciptakan terjadinya gerakan dari bahan yang
diaduk dengan tujuan untuk mencampur dua fluida yang saling larut. Tujuan lain
pengadukan adalah melarutkan padatan dalam fluida, mendipersikan gas dalam cairan
dalam bentuk gelembung, serta mempercepat perpindahan panas antara fluida dengan koil
pemanas dan jaket pada dinding bejana. Pada media fase cair/ liquid, pengadukan ditujukan
untuk memperoleh kondisi turbulen (bergolak).
Jenis pengadukan dalam pengolahan air dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan
pengadukan dan metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya pengadukan dibedakan
menjadi pengadukan cepat (rapid mix) dan pengadukan lambat (slow mix).
Dalam proses presipitasi kimia, rapid mix diperlukan untuk mendispersi secara cepat
bahan-bahan kimia yang digunakan. Rapid mix diikuti dengan slow mix. Slow mix bertujuan
agar partikel yang telah terpresipitasi berkesempatan bersentuhan dan menggumpal
menjadi flok yang lebih besar dan lebih berat. Kecepatan pengadukan merupakan
parameter penting yang dinyatakan dengan gradien kecepatan (G). Gradien kecepatan
merupakan fungsi dari tenaga yang disuplai (P):
G = √(𝑃/𝜇𝑉)...............................................................(1)
dimana : G = gradien kecepatan (det-1), P = input tenaga (N.m/det),
V = volume air yang diaduk, m3, µ = viskositas absolut air, N.detik/m2
Rapid mix diperlukan juga dalam proses koagulasi, untuk mempercepat tercapainya
dispersi yang seragam bahan kimia koagulan dalam air. Dispersi yang seragam dan cepat
ini sangat dibutuhkan dalam proses koagulasi karena :
1. efektivitas koagulan sangat tergantung pada kemampuannya terdispersi dalam air
2. laju pembentukan monohydroxocomplex dan polimer hydroxometal berlangsung
sangat cepat,
15
3. laju adsorpsi pada berbagai koagulan juga berlangsung cepat.
Efisiensi pengadukan cepat dipengaruhi oleh nilai G dan waktu kontak t. Waktu
kontak pengadukan cepat antara 1 detik sampai 1 menit dan nilai G antara 700-4000 det-1.
Nilai Gt yang digunakan dalam disain unit pengadukan cepat berkisar 10.000 – 40.000
(Amirtharajah and O’Melia,1999; Reynolds, 1982; AWWA, 1991; Davis &
Cornwell,1985) seperti disajikan Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Nilai G dan t pada pengadukan cepat
Waktu Kontak t (detik) Gradien Kecepatan, G (det-1)
0,5 - 1 4000
10-20 1000
21-30 900
31-40 800
41-60 700
Beberapa penelitian telah merekomendasikan hubungan empiris antara G dengan
konsentrasi koagulan (C) dan waktu (t) (Vigneswaran et al., 2004), yaitu:
GtC1,46 = 5,9x106 ...............................................(2)
Dimana C = konsentrasi koagulan (mg/L)
2.6. Flokulasi
Dalam proses presipitasi, flokulasi berfungsi untuk mengoptimalkan tingkat kontak
antar partikel. Slow mixing dalam flokulasi menyebabkan lebih sering terjadi tabrakan dan
agregasi partikel, sehingga terbentuk flok berukuran besar dan padat. Proses flokulasi
memungkinkan partikel koloid untuk bergabung bersama-sama dan membentuk gumpalan
yang lebih besar yang dapat mengendap. Gradien kecepatan (G) dan waktu minimum
proses flokulasi ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Nilai G dan Gt Proses Flokulasi
Tipe G(det-1) Gt
Turbidity rendah, Koagulasi
penyisihan warna
20-70 60.000-200.000
Turbidity tinggi, koagulasi
penyisihan padatan
50-150 90.000-180.000
Pelunakan air, 10% padatan 130-200 200.000-250.000
Pelunakan air, 30% padatan 230-400 300.000-400.000
Sumber: Amirtharajah & O’Melia, (1999)
16
Flok yang terbentuk akan pecah kembali ke ukuran yang lebih kecil apabila nilai G
dan t yang dipakai tidak tepat. Rekomendasi berbagai disain untuk G adalah 20-70 det-1
dengan waktu kontak antara 20-30 menit. Pembentukan flok yang tepat merupakan fungsi
dari G dan t, maka parameter yang digunakan untuk mendefinisikan flokulasi efektif adalah
Gt. Nilai Gt umumnya berkisar 2×104- 2×105. (Davis & Cornwell,1985). Hubungan antara
nilai G dengan konsentrasi (C) dan waktu kontak secara empiris (Amirtharajah &
O’Melia,1999) dinyatakan sebagai:
G2,8 Ct = 4,4 x 106 .................................(3)
Umumnya flokulator dirancang dengan beberapa kompartemen untuk memfasilitasi
pengurangan energi. Data disain flokulator pada umumnya seperti pada Tabel 2.4
Tabel 2.4. Data disain Flokulator
Parameter Nilai
Gradien kecepatan , G 20-80 det-1
Waktu tinggal 20-30 menit
Nilai Gt 20.000-150.000
Konfigurasi Rectangular
Rasio panjang:lebar 4:1
Volume maksimum 304m3
Kedalaman 3,6m
Pengadukan horisontal Volume antara 53-28.000m3
Pengadukan vertikal Volume antara 509-707m3
Kecepatan motor 60% efisiensi
Freeboard dan asesoris
pengadukan
Membutuhkan 20% volume tangki
Pengaduk vertical Propeler dengan 3 blade impeller, dengan RN
maksimal 104
Pengaduk horisontal 8 padle
Total paddle-blade area < 20% cross-sectional area Sumber: Viessman & Hammer, 1993
2.7. Koagulan
Koagulan adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air sehingga terjadi
koagulasi. Koagulan memiliki 3 (tiga) sifat yaitu (Vigneswaran et al., 2004):
- Merupakan logam kation trivalen atau polimer, dan telah terbukti efektif sebagai
koagulan
- Tidak beracun dan tidak memiliki efek fisiologis yang merugikan kesehatan
manusia
17
- Tidak larut atau sulit larut pada kisaran umum pH pengolahan air. Hal ini
diperlukan agar proses koagulasi menjadi efisien, tidak meninggalkan residu pada
air olahan.
Aluminium sulfat (alum), besi klorida, PAC, dan polimer organik adalah koagulan yang
umum digunakan dalam pengolahan air dan air limbah.
2.7.1. Garam Aluminium
Reaksi kimia garam-garam logam sebagai koagulan bersifat kompleks, meliputi
reaksi peruraian (dissolution), hidrolisis dan polimerisasi (AWWA, 1991).
1. Reaksi peruraian (dissolution).
Semua garam kation dalam air akan berubah menjadi senyawa hidrat
aquocomplexes. Garam Aluminium dalam air berubah menjadi bentuk aquometal
Al(H2O)63+, dengan reaksi sebagai berikut:
Al2(SO4)3 + 12H2O → 2Al(H2O)63+ + 3SO4
2- ....................(8)
2. Hidrolisis
Ion aquometal dari alum dalam air akan bersifat asam atau sebagai donor proton,
mengikuti reaksi hidrolisis berikut ini:
Al(H2O)63+ + H2O → Al(H2O)5(OH)2+ + H3O
+ .....................(9)
Al(H2O)5(OH)2+ + H2O → Al(H2O)4(OH)2+ + H3O
+...........(10)
Al(H2O)4(OH)2+ + H2O → Al(H2O)3(OH)3
+ + H3O+...........(11)
Al(H2O)3(OH)3+ + H2O → Al(H2O)2(OH)4
- + H3O+............(12)
3. Polimerisasi
Senyawa hidroksi kompleks yang dihasilkan dari proses hidrolisis dapat berbentuk
berbagai macam polimer hidroksi logam seperti Al6(OH)153+, Al7(OH)17
4+,
Al8(OH)204+, dan Al13(OH)34
5+.
Hasil akhir dari penambahan alum (tawas) adalah terbentuknya senyawa kompleks
bermuatan positif yang bersifat sulit larut dan meningkatnya ion hidrogen. Ion hidrogen
dalam air olahan akan meningkat sehingga menurunkan pH, hal ini dapat dikurangi dengan
keberadaan alkaliniti dalam air.
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(HCO3)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2...(13)
Pada reaksi 13 terlihat bahwa setiap mol alum mengkonsumsi 6 mol alkaliniti (sebagai
HCO3-) dan mengeluarkan 6 mol CO2. Setiap mg/L alum akan menurunkan alkalinitas air
sebanyak 0,5 mg/L (sebagai CaCO3) dan mengeluarkan 0,44 mg/L CO2. Alkalinitas air
menjadi buffer untuk menstabilkan pH air olahan. Apabila keberadaan alkalinitas air tidak
18
cukup untuk bereaksi dengan alum, maka perlu ditambahkan Ca(OH)2 atau Na2CO3 dengan
reaksi sebagai berikut:.
Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 4H2O.......................(14)
Al2(SO4)3.14H2O +3Na2CO3 +3H2O →2Al(OH)3 +3Na2SO4 +14H2O+3CO2 (15)
pH optimum untuk proses koagulasi dengan alum adalah 5 - 8
2.7.2. Garam Besi
Karateristik garam besi (FeCl3 dan Fe2(SO4)3) hampir sama dengan alum, baik
tahap dissolution, hidrolisis dan polimerisasi, yaitu:
Fe2(SO4)3 + 12H2O → 2Fe(H2O)63+ + 3SO4
2-.............dissolution (16)
2Fe(H2O)63+ + H2O → Fe(H2O)5(OH)2+ + H3O
+..........hidrolisis (17)
Fe2(OH)24+ ..............polimerisasi (18)
Garam besi juga bersifat asam dalam air sehingga keberadaan alkalinitas air menjadi buffer
untuk menstabilkan pH air olahan. Apabila keberadaan alkalinitas tidak cukup bereaksi
dengan alum, maka perlu ditambahkan Ca(OH)2 atau Na2CO3 untuk menghasilkan
Fe(OH)3 dengan reaksi :
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2 ..............(19)
Fe2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 .............................(20)
Fe2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O → 2Fe(OH)3 + 3Na2SO4 + 3CO2.......(21)
pH optimum untuk proses koagulasi dengan garam besi berkisar antara 3,5 – 6,5 dan diatas
8,5. Flok yang dihasilkan mempunyai massa lebih berat dan lebih cepat mengendap.
Garam aluminium dan besi sebagai koagulan terbukti cukup efektif dan telah diakui
(Kang et al, 2003; Haaroff & Cleasby, 1988). Beberapa kelemahan koagulan iniadalah
tidakefektifpada suhu rendah, mempengaruhi keasaman air olahan, volume lumpur besar,
dan efek merugikan pada kesehatan (Flaten, 2001).
2.7.3. Polimer Organik
Polimer organik memiliki rantai panjang yang terdiri dari banyak unit – unit kecil
atau monomer. Polimer organik yang dapat berfungsi sebagai koagulan adalah polimer
organik yang memiliki gugus polielektrolit. Gugus polielektrolit yang dimaksud adalah
gugus ionik seperti karboksil, sulfonat, hidroksil atau amino. Polielektrolit dapat bersifat
sebagai kation (bermuatan positif), anion (bermuatan negatif) dan amfolitik (bermuatan
positif dan negatif).
Polimer organik berfungsi sebagai koagulan dengan sangat baik karena
kemampuannya yang besar dalam destabilize particles, dan interparticle bridging.
Efektivitas koagulasi polimer organik dipengaruhi oleh jenis gugus fungsional, charge
19
density, degree of branching, pH larutan, dan konsentrasi Ca2+, Mg2+. Ion divalen Ca2+ dan
Mg2+ diperlukan agar polimer anionik dapat secara efektif mengganggu kestabilan muatan
negatif dari koloid.
Polimer organik sintetis merupakan molekul organik yang memiliki rantai karbon
dengan multiple electrical charge, water soluble, dan berat molekul besar. Polimer organik
dapat berbentuk sintetis seperti polyacrylamide maupun bentuk alami seperti koagulan
alami kationik dari ekstrak protein moringa oleifera (Ndabigengesere,1995).
2.7.4. Koagulan Alami
Koagulan alami umumnya merupakan polimer amfolitik (memiliki rantai muatan
positif dan negatif). Aplikasi koagulan alami dalam pengolahan air telah banyak dilaporkan
dalam literatur (Schulz & Okun, 1984), contohnya biji Strychnos potatorum. Biji tanaman
ini telah dikenal dan digunakan dalam penjernihan air sungai di India sejak 4000 tahun
yang lalu. Desa di Nigeria, Sudan dan Tunisia menggunakan getah daun sirihuntuk
menurunkan kekeruhan, bau dan rasa pada air minum. Inggris yang pertama kali
menggunakan polielektrolit alami sodium alginate (ekstrak ganggang coklat) sebagai
coagulant aid dalam penyediaan air minum kota.
Koagulan alami lain yang telah sukses dikembangkan adalah hydroxyethyl cellulose
(HEC) dan wisprofloc, merupakan derivat dari tepung kentang. Koagulan alami dapat juga
berasal dari sumber non tanaman seperti chitosan, yang banyak diproduksi dari cangkang
hewan crustacea (Pearse, 2003). Macam-macam penelitian tentang koagulan alami
disajikan pada Tabel 2.9.
Keuntungan utama menggunakan koagulan alami sebagai bahan pengolahan air
adalah biodegradable sludge, dan air olahan dengan pH 6-8. Keuntungan lain secara khusus
adalah penambahan nilai ekonomi terhadap masyarakat desa sebagai produsen tanaman
sumber koagulan alami. Penerapan koagulan alami merupakan upaya penting untuk
mencegah kondisi lingkungan semakin buruk dan sejalan dengan pembangunan
berkelanjutan.
Koagulan alami sebagian besar berupa polisakarida atau protein. Mekanisme
koagulasi yang mendasari terjadinya agregasi partikel dalam larutan melalui 4 (empat)
mekanisme koagulasi klasik (Bolto et al., 2007) yaitu:
1. Double layer compression, keberadaan garam atau koagulan alami dapat
memberi kompresi pada lapisan permukaan partikel sehingga terjadi
destabilisasi partikel.
20
2. Sweep flocculation, terjadi ketika koagulan alami menarik partikel tersuspensi
dalam bentuk soft colloidal floc.
3. Adsorption and charge neutralization, mengacu pada proses netralisasi 2
partikel yang berbeda muatan ion,
4. Adsorption and interparticle bridging, terjadi proses interparticle bridging
antara rantai polimer koagulan alami dengan partikulat
Koagulan alami umumnya terkait dengan mekanisme (3) dan (4), karena memiliki
struktur rantai panjang dan berat molekul tinggi. Koagulan alami cenderung memiliki
kemampuan adsorpsi yang tinggi (Miller, et al., 2008). Mekanisme (3) dan (4) merupakan
prinsip yang mendasari cara kerja koagulan alami, yaitu adsorpsi dan netralisasi muatan.
Kandungan elektrolit dalam air dapat mempengaruhi efek koagulasi dari koagulan alami,
karena rendahnya tolakan elektrostatik (electrostatic repulsion) antar partikel.
Penelitian Gassenschmidt et al., (1995), melaporkan bahwa zat pengkoagulasi dalam
koagulan alami adalah protein dengan massa molekul 6,5 kDa dan pI > 10. Ghebremichael
et al.,(2005) menunjukkan bahwa zat pengkoagulasi adalah protein kationik dengan pI >9,6
dan massa molekul <6,5 kDa. Sebaliknya, Okuda et al.,(2001) berpendapat bahwa
komponen aktif dari ekstraksi koagulan alami dalam larutan garam bukanlah protein,
polisakarida atau lipid, tetapi polielektrolit organik dengan berat molekul sekitar 3,0 kDa.
Koagulan alami bekerja pada pH optimum 7-10. Pada kondisi tersebut polielektrolit
kationik mudah mengadsorpsi partikel negatif ion impurities (Ndabigengesere et al., 1995).
Pada pH kurang dari 7, jumlah partikel negatif sedikit sehingga terjadi tolakan antara
polielektrolit dan partikel.
Ekstraksi bahan aktif koagulan alami dapat dilakukan melalui pelarut yang berbeda,
yaitu pelarut organik, air dan larutan garam. Ekstraksi menggunakan air paling banyak
dilakukan karena mudah dan murah.Larutan NaClsebagai pelarut memiliki keunggulan
dibandingkan air. Gugus aktif hasil ekstraksi dengan larutan NaCl memiliki aktivitas
koagulasi lebih baik dengan dosis 7,4 kali lebih rendah. Hal ini disebabkan karena garam
meningkatkan disosiasi protein dan kelarutan protein (Okuda et al., 2001).
Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah metode yang digunakan untuk mengekstraksi
protein yang terkandung dalam biji-bijian. Leaching adalah proses kontak dua fasa zat yaitu
padat dan cair. Komponen solut yang hendak dipindahkan dapat berdifusi dari fase padat
menuju fase cair. Mekanisme proses leaching adalah pelarut menembus atau terdifusi ke
dalam padatan. Solut larut ke dalam pelarutnya sehingga akhirnya solut berpindah ke dalam
pelarut (Geankoplis, 1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses leaching adalah
21
1. Ukuran partikel padatan
Ukuran partikel padatan yang semakin kecil akan memperbesar luas permukaan
kontak antara padatan dengan cairan. Luas permukaan yang semakin besar akan
memperkecil jarak difusi dari dalam partikel ke permukaan partikel. Ukuran
partikel yang umum digunakan adalah 40-60 mesh, apabila terlalu kecil maka
mempersulit proses pemisahan supernatan dengan residu.
2. Pelarut yang digunakan
Pelarut yang dipakai dalam leaching dipilih yang tidak merusak solut, dan memiliki
viskositas rendah. Pada umumnya menggunakan pelarut air atau larutan NaCl
dengan konsentrasi 5-10%.
3. Kecepatan Pengadukan
Pengadukan yang kuat akan meningkatkan difusi dan memperkecil tahanan
perpindahan massa pada permukaan partikel.
4. Waktu Pengadukan
Lama leaching mempengaruhi jumlah protein yang bisa terekstraksi. Penelitian
yang dilakukan oleh (Antov et al., 2010) menyatakan bahwa hasil terbaik diperoleh
pada operasi 1 jam.
5. Temperatur proses leaching
Kelarutan solut yang diekstraksi akan bertambah dengan kenaikan suhu. Namun
suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan bahan yang akan di leaching.
Denaturasi protein terjadi pada suhu yang berbeda-beda tergantung pada sifat
proteinnya, umumnya sekitar 70oC.
Beberapa penelitian terdahulu tentang kemampuan bahan-bahan nabati sebagai
koagulan dalam pengolahan air bersih dan pengolahan limbah cair disajikan dalam Tabel
2.5.
22
Tabel 2.5. Penelitian terdahulu tentang koagulan alami dari nabati
Penelitian Metode Hasil penelitian
Jeon et al., 2009 Koagulan alami dibuat dari ekstrak biji
anggur dalam ethanol (GSE). Gugus
koagulasi yang diperoleh bersifat anionik.
GSE dibandingkan dengan polifenol
catechin dan tannic acid untuk
menyisihkan pewarna sintetis malachite
green (MG) dan crystal violet (CV)
Koagulan alami GSE mampu
menurunkan konsentrasi MG
dan CV seperti catechin dan
tannic acid.
Antov et al., 2010 Crude protein koagulan alami dari biji
kacang Phaseolus vulgaris diperoleh
melalui ekstraksi dengan NaCl 0,5M.
Selanjutnya crude koagulan alami
dimurnikan dengan pengendapan dan
dialisis. Ke dalam crude ekstrak
ditambahkan (NH4)2SO4 hingga 80%
jenuh dan di centrifuge pada 4000rpm
selama 10 menit. Endapan yang terbentuk
dilarutkan kembali dalam 10 mmol/L
larutan buffer dan dialisis semalam pada
suhu 4oC menggunakan Amberlite IRA
900C1 . Ekstrak dialisat dipergunakan
sebagai koagulan alami
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai tertinggi adsorbsi
protein diperoleh dalam 50
mmol/L larutan buffer
phosphat pada pH 7,5. Dan
maksimum kapasitas adsorpsi
0,51 mg protein/ml matriks.
Dialisat biokogulan 22 kali
lebih baik dalam menurunkan
kekeruhan dibandingkan
crude ekstrak. Selain itu
kandungan zat organik dalam
air olahan 16 kali lebih
rendah dibanding crude
ekstrak
Sudarmi &
Siswanti, 2011
Minyak pala dapat diekstrak
menggunakan pelarut etanol. Ekstraksi
dilakukan pada bubuk pala menggunakan
fixed bed column menggunakan pelarut
etanol. Sample diambil pada interval
waktu tertentu dan dianalisis kandungan
dalam ekstrak. Pengamatan dan
perhitungan dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara koefisien perpindahan
massa dengan kecepatan pelarut dan
konsentrasi minyak pala.
Kecepatan aliran pelarut
16,31-30,35cm/det, tinggi bed
2-6cm, kecepatan aliran
pelarut berhubungan dengan
konsentrasi minyak dan nilai
koefisien perpindahan massa.
Semakin besar aliran pelarut
maka konsentrasi minyak dan
nilai koefisien juga semakin
besar
Aziz et al., 2000 Tepung sago (metroxylon sp) digunakan
sebagai coagulant aid dengan alum dalam
menurunkan logam berat dan kekeruhan
air limbah artificial. Ion logam berat yang
diturunkan adalah Ni, Mn, Zn, Fe, Cd.
Kekeruhan awal 300 NTU, konsentrasi
awal logam berat adalah 5 mg/L.
Pada pH 7,5, konsentrasi
optimum alum adalah 25
mg/L dan tepung sago adalah
3mg/L. Prosentase penyisihan
Zn 80%, Fe 40%, Ni 24%,
kekeruhan 80%.
23
Lanjutan Tabel 2.5.
Penelitian Metode Hasil penelitian
Patel & Vashi,
2012
Koagulan alami bubuk biji Moringa
oleifera (MO), Maize seed powder (MSP)
dan chitosan digunakan untuk
menyisihkan zat warna Congo Red (CR)
dalam air limbah tekstil pada berbagai
variasi pH, dosis koagulan alami, durasi
flokulasi, suhu.
pH berpengaruh pada
penyisihan CR. MO mampu
menyisihkan CR sebesar
85%, chitosan 81%, dan MSP
74,1%. Pada pH konstan 7,
dosis optimum MO 20mg/L
(72% removal), chitosan
25mg/L (75% removal), dan
MSP 20mg/L (58% removal).
Durasi optimum flokulasi dan
suhu adalah 60 menit dan
66oC.
Fatombi et al.,
2013
Ekstraksi protein casein dari Cocos
nucifera untuk dipergunakan sebagai
koagulan alami. Ekstraksi menggunakan
air, dan dikocok selama 10 menit.
Campuran di saring menggunakan 80µm.
Endapan protein casein diperoleh dengan
menambahkan HCl 1M pada coconut
cream.Crude casein dimurnikan dari
minyak dan HCl menggunakan centrifuge
3500rpm selama 20 menit. Pure casein
dikeringkan pada 40oC selama 24 jam dan
dipergunakan sebagai koagulan alami
untuk menurunkan kandungan silika
artificial pada air.
Hasil FTIR pada λ1649cm-1
dan 1536cm-1, pure casein
dari Cocos nucifera adalah
gugus –C=O diamida primer
maupun sekunder protein.
Berat molekul protein 5,6
kDa, kerapatan 1,05 meq/gr
dan pI 7,5. Ekstrak casein
dapat berfungsi secara efektif
sebagai koagulan alami untuk
menurunkan kandungan silika
pada air. Secara keseluruhan,
karakteristik bahwa protein
alami yang erat mirip dengan
ekstrak biji Moringa oleifera
Fatehah et al.,
2013
Tepung tapioka dipergunakan sebagai
koagulan alami dalam pengolahan limbah
semikonduktor, untuk menurunkan COD
dan kekeruhan. Kecepatan flashmix 100
rpm selama 5 menit, 10 rpm selama
15menit. Settling time 0, 30 dan 60 menit.
Supernatan dianalisis COD, TSS dan
kekeruhan.
Penyisihan organik, dan
kekeruhan tertinggi pada pH
12-14 yaitu 97%. Pada pH 10
hanya 73%. Pembubuhan
koagulan alami tepung tapioka
sangat berpengaruh dalam
penyisihan COD dan
kekeruhan. Pada dosisi 0,1g/L
dan settling time 60 menit,
menyisihkan 99% kekeruhan,
COD 87%, dan sisa TSS
sebesar 10,9mg/L.
24
Lanjutan Tabel 2.5.
Penelitian Metode Hasil penelitian
Prihatinningtyas,
2013
Koagulan alami ekstrak jagung dibuat
dengan pelarut larutan NaCl 1M.
Supernatannya dilewatkan Amberlite
kolom, sehingga diperoleh ekstrak jagung
ionik. Crude ekstrak dan ekstrak ionik
dipergunakan untuk menurunkan
kekeruhan pada berbagai pH dan dosis
koagulan alami.
Komponen aktif dalam
koagulan alami ekstrak
jagung adalah karboksil,
hidroksil dan amida. Zeta
potensial ekstrak ionik
sebesar -16,68mV sedangkan
crude ektrak -14,06mV,
sehingga ekstrak ionik lebih
efektif dalam menurunkan
kekeruhan. Kondisi optimum
proses koagulasi adalah pH 5.
Settling time optimum adalah
40 menit dengan efisiensi
penyisihan padatan
tersuspensi 68%. Optimum
overflow rate pengendapan
koagulan alami adalah 0,03
m/menit.
2.8. Pengendapan Selektif
Jenis kation yang terdapat dalam reject water SWRO sebagian besar adalah
magnesium dan kalsium dalam bentuk MgCl2 dan CaCl2. Anion sulfat yang ada dalam
bentuk Na2SO4. Untuk menghapus MgCl2 diperlukan larutan natrium hidroksida (NaOH),
sehingga dihasilkan endapan Mg(OH)2, dengan reaksi sebagai berikut:
MgCl2 + 2 NaOH → Mg(OH)2 + 2 NaCl ................................(22)
Kandungan CaCl2dan Na2SO4 masing-masing dihilangkan dengan menambahkan larutan
Na2CO3 dan BaCl2, dengan reaksi sebagai berikut:
CaCl2 + Na2CO3 → CaCO3 + 2 NaCl ...........................................(23)
Na2SO4 + BaCl2 → 2 NaCl + BaSO4 ...........................................(24)
Proses presipitasi ini dikendalikan oleh kelarutan Mg(OH)2, CaCO3 dan BaSO4.
Konsentrasi presipitan yaitu NaOH, Na2CO3 dan BaCl2 ditentukan oleh kelarutan masing-
masing dan kesetimbangan massa operasi. Kelarutan BaCl2 dan Na2CO3 pada 20oC adalah
35,7 g dan 21,5 g garam anhidrat per 100 g air (Melián-Martel, 2011).
2.9. Selektivitas Ion
Perkiraan berlangsungnya reaksi dapat terlihat dari nilai Eo selnya. Nilai Eo sel
negatifmenunjukkan reaksi dapat berlangsung, tetapi nilai Eo selpositif maka reaksi tidak
dapat berlangsung. Keberhasilan reaksi dapat diperkirakan dari kemampuan selektivitas ion
menggunakan deret Nernst. Deret Nernst adalah deret logam yang tersusun menurut
berkurangnya kereaktifan logam, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4 yaitu:
25
semakin mudah bereaksi dengan H2O dan H
Gambar 2.4. Deret Nernst
Sifat umum dari deret Nernst adalah logam bagian kiri memiliki Eoselnya bertanda
negatif, logam bagian kanan memiliki Eoselnya bertanda positif. Kedudukan logam
semakin kekiri bersifat semakin reaktif dan mudah melepaskan elektron serta merupakan
reduktor paling kuat. Kedudukan logam semakin kekanan bersifat semakin sulit
melepaskan elektron dan merupakan oksidator yang kuat. Logam sebelah kiri dapat
mengusir atau mendesak atau mereduksi logam sebelah kanan sehingga reaksi dapat
berlangsung spontan. Sebaliknya logam sebelah kanan tidak dapat mendesak atau
mengoksidasi logam sebelah kiri sehingga reaksi tidak dapat berlangsung spontan.
2.10. Jar Test
Jar test adalah uji skala laboratorium penggunaan bahan kimia dalam pengolahan air.
Tujuan jar test adalah mensimulasikan proses koagulasi-flokulasi dalam proses pengolahan
air, sehingga dapat diketahui dosis yang tepat dari penggunaan bahan kimia pengolahan,
agar sistem pengolahan air dapat optimum (Satterfield, 2005). Dalam jar test diperlukan
penyesuaian jumlah dan urutan bahan kimia yang ditambahkan ke sampel air baku. Sampel
tersebut kemudian diaduk sehingga terbentuk flok yang sama seperti dalam instalasi system
pengolahan air. Serangkaian test dilakukan untuk membandingkan efek jumlah bahan
kimia untuk menentukan ukuran flok yang tepat.
Gambar 2.5. Jar test pada masing – masing dosis pembubuhan bahan kimia
Prosedur jar test dapat diringkas sebagai berikut:
Li,K,Ba,Sr,Ca,Na,Mg,Al,Mn,Zn,Cr,Fe,Cd,Co,Ni,Sn,Pb,Sb,Bi,Cu,Hg,Pt,Au
26
- Volume yang digunakan untuk setiap sampel air baku adalah sama dan dituang
pada beberapa gelas kimia (beaker glass).
- Setiap beaker glass sampel air baku diperlakukan dengan dosis bahan kimia yang
berbeda
- Parameter lain selain dosis bahan kimia yang dapat dipakai sebagai pembanding
adalah jenis bahan kimia, rate mixing , waktu aerasi dan sebagainya.
- Hasil akhir kualitas air dalam setiap beaker glass dapat dibandingkan untuk
melihat efek masing-masing perlakuan yang berbeda.
2.11. Moringa oleifera (MO)
Moringa oleifera (kelor) adalah tanaman tropis yang banyak ditumbuh di Asia
Tenggara, Afrika dan Amerika Latin (Jahn, 1988; Sanghi et al., 2002). Biji MO
mengandung edible oil dan senyawa mudah larut. MO sering digunakan sebagai makanan
dan obat, dan bijinya digunakan untuk membersihkan air sungai yang keruh (Anwar &
Bhanger, 2003).
Gambar. 2.6. Daun, buah dan biji Moringa Oleifera
Biji Moringa oleifera (kelor) mengandung minyak (moringa oil) dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pembuatan sabun, bahan campuran pembuatan kosmetik (Fahey, 2005).
Protein yang larut dalam air adalah bagian dari biji MO yang berperan sebagai koagulan
alami. Tetapi tidak semua protein tersebut dapat berperan sebagai koagulan (Sánchez-
Martín et al., 2012). Komposisi biji MO dapat dilihat pada Tabel 2.6
Tabel 2.6. Komposisi Biji Moringa oleifera(MO)
Komposisi Kandungan per 100gr bahan
Air 86,9%
Protein 2,5 gr
Lemak 0,1 gr
Karbohidrat 3,7 gr
Serat 4,8 gr
Mineral 2,0 gr Sumber : Fahey, 2005
27
Zat aktif koagulan dalam MO adalah protein kationik dimer dengan berat molekul
12-14 kDa dan titik isoelektrik (pI) antara 10-11. Pembubuhan koagulan dengan gugus
polielektrolit kationik sangat effisien untuk menurunkan partikel pengotor bermuatan
negatif dalam air. Di dalam sistem koagulasi MO terjadi adsorpsi yang kuat, interaksi
elektrostatik partikel dan netralisasi permukaan partikel (Bolto et al., 2007). Penelitian
yang dilakukan Okuda et al.,(2001) menetapkan bahwa kemampuan koagulasi MO dapat
lebih ditingkatkan dengan penambahan kation. Penambahan kation bivalen (misal Ca2+ dan
Mg2+) secara signifikan dapat meningkatkan efek koagulasi dari ekstrak koagulan alami
seperti MO.
Penelitian Ndabigengesere et al. (1995), memaparkan bahwa mekanisme koagulasi
dasar MO dalam menurunkan kekeruhan pada proses pengolahan air. MO mampu
menunjukkan penyisihan 95% kekeruhan air baku dengan kekeruhan awal 50-500 NTU.
Efisiensi penyisihan ini sebanding dengan koagulan kimia seperti tawas.
Beberapa penelitian terdahulu tentang kemampuan Moringa oleifera bubuk maupun
bentuk ekstrak sebagai koagulan dalam pengolahan air bersih dan pengolahan limbah cair
disajikan dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Penelitian terdahulu tentang koagulan alami Moringa oleifera
Penelitian Metode Hasil penelitian
Okuda et al.,
1999
Kemampuan hasil ekstraksi komponen
koagulasi aktif biji Moringa oleifera
(MO) dalam air (MOC-DW)
dibandingkan dengan ektraksi dalam
larutan NaCl 1 mol/L (MOC-SC).
Koagulasi dilakukan secara batch
menggunakan 500 ml air keruh rendah
(50 NTU). Efisiensi koagulasi dievaluasi
berdasarkan dosis yang diperlukan untuk
menyisihkan kekeruhan kaolinit dalam
air..
Dalam menurunkan
kekeruhan kaolinit, MOC-SC
menunjukkan aktivitas
koagulasi yang lebih baik
dibanding MOC-DW. Dosis
MOC-SC 4 ml/L dapat
mengendapkan lebih dari
95% kaolin dengan kekeruhan
awal 50 NTU. Dosis MOC-
DW 32 ml/L hanya bisa
menyisihkan sekitar 78%
kaolin dengan kekeruhan
awal yang sama. Peningkatan
efisiensi koagulasi oleh NaCl
karena mekanisme salting-in
dalam protein, dimana garam
meningkatkan disosiasi
protein-protein, sehingga
terjadi peningkatan kelarutan
protein. Pemurnian dan
isolasi komponen aktif
menegaskan bahwa
komponen aktif dari MOC-
SC adalah protein.
28
Lanjutan Tabel 2.7
Penelitian Metode Hasil penelitian
Okuda et al.,
2001
Penelitian ini memfokuskan pada
mekanisme koagulasi dari ekstrak biji
moringa oleifera (MO) yang telah
dimurnikan (MOC-SC-pc)..
MOC-SC-pc tidak larut
dalam air biasa, tetapi larut
dalam air suling. Ion bivalen
Ca2+ atau kation bivalen
lainnya dapat
menghubungkan setiap
molekul dari komponen aktif
dalam MOC-SC-pc dan
membentuk struktur jaringan.
Ghebremichael,
K. R.
Gunaratna, et
al., 2005
Ekstrak biji Moringa oleifera (MO)
diperoleh dengan air (crude water extract)
dan larutan NaCl 0,5M (salt water extract)
sebagai pelarut. Selanjutnya ekstrak
dimurnikan dengan cation exchanger
column.
Dalam menurunkan
kekeruhan CSE lebih baik
dibandingkan CWE. Jumlah
protein dalam CSE lebih
tinggi dibanding CWE.
Dalam kondisi murni, CSE
dan CWE mempunyai
aktivitas yang sama dalam
proses koagulasi
Katayon et al.,
2007
Untuk mengolah buangan secondary
oxidation pond digunakan proses
koagulasi sebagai pengolahan
pendahuluan dalam hollow fiber cross
flow mikrofiltrasi. Moringa oleifera (MO)
bubuk akan dipergunakan sebagai
koagulan alami dalam proses koagulasi
tersebut.
Dosis optimum MO tercatat
100 mg/L untuk kekeruhan
efluen berkisar antara 30 dan
100 NTU. Penyisihan
kekeruhan berkisar antara 50-
57%. Pada dosis optimum
MO kinerja fulks
mikrofiltrasi lebih baik,
dengan fouling yang lebih
rendah.
Sánchez-Martín
et al., 2012
Ekstrak koagulan alami Moringa oleifera
(MO) diperoleh dengan proses salt-in
larutan NaCl 1M selama 30 menit pada
pH 7. Kemampuan koagulasi dan
flokulasi MO dibandingkan dengan 5
sintetis flokulan yaitu Flocudex-AS/10
dan AS/23, Flocudex CS/41 dan CS/49,
Alum (Al2(SO4)3.18H2O)
Pada pH 7 dan dosis seragam
10mg/L, koagulan alami MO
mempunyai kemampuan
setara dengan CS/49 dan
alum dalam menurunkan
kekeruhan. Bahkan lebih baik
dibandingkan flokulan yang
lain yaitu AS/10, AS/23 dan
CS/41.
2.12. Poliakrilamida
Poliakrilamida (PAM) adalah polimer yang disintesis dari gas alam. PAM memiliki
rantai panjang yang bersifat netral, kationik, anionik dan amfoter, dan berat molekul
bervariasi. Gugus PAM terdiri atas berbagai formulasi poliakrilamida dengan panjang
rantai polimer bervariasisesuai gugus fungsi yang disubstitusikan ke dalam rantai.
Poliakrilamida adalah polimer (-CH2CHCONH2-) terbentuk dari sub unit akrilamida
dan digunakan pertama kali setengah abad yang lalu untuk penggembur tanah.
29
Gambar 2.7. Monomer dari Poliakrilamida
Poliakrilamida berfungsi sebagai koagulan/flokulan untuk mengumpulkan padatan
sehingga cukup besar untuk diendapkan atau tertahan dalamsistem filtrasi pengolahan air.
Spesifikasi poliakrilamida seperti terdapat pada Tabel 2.6
Tabel 2.8. Spesifikasi Poliakrilamida
Item Indeks
Berat Molekul 3 juta-25 juta
Konten Benda Padat (%) ≥90
Monomer Sisa (%) ≤0.05
Tingkat Hidrolisis (%) 10-90 (anionik)
Tingkat Hidrolisis (%) 5 max. (Non-ionik)
Tingkat Ion (%) 10-60 (Kationik)
Granularitas (mesh) 20-80
Daya larut (h) ≤1.5hrs
Penampilan Butiran kristal putih Sumber: Shandong Jiahua Water Treatment Tech. Co., Ltd., 2016
Poliakrilamida kationik (Cationic Polyacrilamide/CP) adalah polimer linier yang
memiliki grup aktif berafinitas tinggi pada berbagai senyawa membentuk ikatan hidrogen.
CP digunakan sebagai flokulan pada koloid bermuatan negatif. CP sangat ideal untuk
pengolahan air limbah yang memiliki koloid organik tinggi, seperti air limbah food and
beverage, tekstil, metalurgi.
Sifat CP adalah memiliki nilai kelarutan air yang tinggi, dalam dosis rendah mampu
memberikan efek flokulasi yang besar. CP juga dapat digunakan bersama-sama dengan
sulfat polyferric, FeCl3 dan koagulan lainnya. Spesifikasi CP seperti terlihat pada Tabel 2.7
Tabel 2.9. Spesifikasi Poliakrilamida Kationik
PAM Berat Molekul (Juta)
Tingkat Ion
Benda yang Tidak Larut dalam Air
Kemurnian %
Waktu Disolusi
Monomer Sisa
Cation 2-12 10-60% ≤0.5% ≥90% ≤1.5hrs ≤0.05%
Sumber: Shandong Jiahua Water Treatment Tech. Co., Ltd., 2016
30
Poliakrilamida anionik (Anionic Polyacrilamide/AP) adalah polimer akrilamida yang
banyak dipergunakan untuk flokulasi, sedimentasi, dan klarifikasi air minum. AP juga
dipakai dalam pengolahan air limbah industri seperti industri baja, electroplating, dan
metalurgi. AP memiliki rantai molekul yang mengandung sejumlah gugus polar sehingga
memungkinkan partikel terkumpul dengan menyerap padatan tersuspensi dalam air.
Sifat AP adalah mudah larut dalam bahkan dalam air dingin. Sejumlah kecil AP
(0,01-10 gr/m3) dapat memberikan efek flokulasi yang besar. Spesifikasi AP dapat terlihat
pada Tabel 2.8.
Tabel 2.10. Spesifikasi Poliakrilamida Anionik
PAM Berat
Molekul
(Juta)
Tingkat
Hidrolisis
Benda yang Tidak
Larut dalam Air
Kemurnian
%
Waktu
Disolusi
Monomer
Sisa
Anion 3-25 10-90% ≤0.5% ≥90% ≤1.5hrs ≤0.05%
Sumber: Shandong Jiahua Water Treatment Tech. Co., Ltd., 2016
2.13. Spektrofotometer Infra Merah
Spektrofotometer Infra Merah (IR) adalah metode yang mengamati interaksi molekul
dengan radiasi elektromagnetik.Spektrofotometer IR diamati pada panjang gelombang (µ)
0,75–1.000µm atau Bilangan Gelombang 13.000–10cm-1. Radiasi elektromagnetik adalah
cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik. Radiasi ini mempunyai vektor
listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.
Spektrofotometer infra merah (IR) mempunyai sistem optik yang serupa dengan
sistem optik ultraviolet (UV) atau sinar tampak. Perbedaan utama terletak pada sumber
energi dan sel. Sinar IR mempunyai energi lebih rendah dibandingkan sinar UV. Tebal sel
yang dipakai pada spektrofotometer IR menjadi lebih tipis dibanding spektofotometer
lainnya (0,002 mm) (Fatombi, 2013). Cuplikan (sample) bentuk padatan yang akan
diidentifikasi senyawanya harus digerus terlebih dahulu bersama KBr (kristal kering)
dengan ukuran 0,5-2 mg cuplikan untuk 100 mg KBr kering. Campuran tersebut dipress
hingga berbentuk tablet tipis. Selanjutnya diletakkan dalam sel spektrofotometer IR
Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah salah satu alat
spektrofotometer IR yang dapat digunakan untuk identifikasi senyawa organik/anoganik.
Identifikasi senyawa tersebut dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis
dilakukan dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu melihat puncak-puncak spesific.
Setiap puncak spesific menunjukkan jenis gugus fungsional yang dimiliki oleh senyawa
tersebut (Bassler, 1986)
31
Hampir setiap senyawa organik maupun anorganik yang memiliki ikatan kovalen
akan menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-
1000µm. Fungsi utama spektrometri IR adalah mengenal struktur molekul, khususnya
gugus fungsional seperti OH, C=O, C=C, dengan daerah serapan 10.000 – 400 cm-1. Pada
serapan sekitar 3000 + 150 cm-1 hampir selalu menunjukkan adanya ikatan C=O (gugus
karbonil). Serapan IR dapat dilihat pada Gambar 2.8
Gambar 2.8. Serapan IR (Gunawan & Citra, 2005)
2.14. Respons Surface Methodology (RSM)
Respons Surface Methology (RSM) atau Metode Permukaan Respon adalah
sekumpulan metode matematika dan statistika yang digunakan dalam pemodelan dan
analisis, yang bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa variabel independen
kuantitatif terhadap suatu variabel respon, sehingga variabel respon dapat dioptimalkan
(Nuryanti, 2008; Montgomery, 1984). Variabel-variabel independen dinotasikan dengan
x1, x2, … , xk. Variabel-variabel tersebut diasumsikan terkontrol oleh peneliti dan
mempengaruhi variabel respon y yang diasumsikan sebagai variabel random. Jika
respon dimodelkan secara baik dengan fungsi linier dari variabel-variabel independen
xi, maka aproksimasi fungsi dari model orde I adalah:
𝑦 = 𝛽𝑜 + ∑ (𝛽𝑖 𝑥𝑖 + Ɛ)𝑘𝑖=1 ...............................(14)
Dengan
y :respon (variabel dependen)
xi : faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel respon, i = 1,2,..k
Ɛ : komponen residual (error) yang bersifat random dan terdistribusi secara identik dan
saling bebas (Independent Identically Distributed-IID) dengan distribusi normal
pada nilai rataan 0 dan varian σ2. Secara matematis dinyatakan dengan ε≈IID
Normal (0,σ2).
32
Pada umumnya, permukaan respon digambarkan dengan sebuah grafik, seperti yang
tampak pada Gambar 2.11. Untuk membantu visualisasi dari bentuk permukaan plot, sering
digunakan kontur dari permukaan respon. Pada kontur tersebut, garis respon yang konstan
berada pada permukaan datar (x1, x2), sedangkan garis respon yang lain berada pada
permukaan lengkung diatasnya.
Gambar 2.9. Contour Plot interaksi variabel independen x terhadap respon y
Menurut Myers and Montgomery (2002), permasalahan umum pada RSM adalah
tidak diketahuinya bentuk hubungan antara variabel respon dengan variabel independen.
Oleh karena itu, langkah pertama dalam metode permukaan respon adalah mencari bentuk
hubungan antara respon dengan beberapa variabel independen melalui pendekatan yang
sesuai. Bentuk hubungan linier merupakan bentuk hubungan yang dicoba pertama kali
(screening) karena merupakan bentuk hubungan yang paling sederhana (low-order
polynomial). Jika ternyata bentuk hubungan antara respon dengan variabel independen
adalah fungsi linier, pendekatan fungsinya disebut first-order model, seperti yang
ditunjukkan dalam persamaam berikut:
y = β0 + β1 x1 + β2 x2 + ...........+ βk xk + εi (15)
Jika bentuk hubungannya merupakan kuadrat, maka untuk pendekatan fungsinya
digunakan derajat polinomial yang lebih tinggi yaitu second-order model.
y = 𝛽0 + ∑ 𝛽𝑖 𝑥𝑖 + 𝑘𝑖=1 ∑ 𝛽𝑖𝑖 𝑥𝑖²
𝑘
𝑖=1+ ∑𝑘
𝑖 ∑ 𝛽𝑖𝑗 𝑥𝑖 𝑥𝑗𝑘𝑗 , i<j ...........(16)
Hampir semua permasalahan dalam RSM menggunakan salah satu atau kedua model
diatas. Setelah diperoleh bentuk hubungan yang paling sesuai, langkah selanjutnya adalah
mengotimalkan hubungan tersebut. Secara garis besar, langkah-langkah dalam RSM
33
adalah merancang percobaan, membuat model dan melakukan optimalisasi seperti pada
Gambar 2.12.
Rancangan percobaan yang sesuai untuk first-order model (model orde ke I) adalah
rancangan orthogonal first order, dimana variabel independen saling memberi pengaruh.
Rancangan faktorial 2k dan fraksional faktorial adalah rancangan yang termasuk dalam
orthogonal first order. Dalam rancangan ini, dibuat kodel untuk level rendah dan tinggi,
misalnya +1 dan -1.
Kelompok rancangan yang paling banyak digunakan untuk second-order model
(model orde ke II) adalah Central Composite Design (CCD). Pada umumnya CCD terdiri
dari faktorial 2k (atau fraksional faktorial 2k-p atau disebut nf), 2k titik aksial, titik pusat
atau centre point sebanyak nc.
CCD diterapkan melalui percobaan sekuensial, yaitu percobaan faktorial 2k yang
telah melalui model orde ke I namun memperlihatkan ketidaksesuaian model (lack of fit),
kemudian titik aksial ditambahkan ke dalam percobaan untuk memenuhi titik-titik
kuadratik dalam model. CCD merupakan rancangan yang sangat sesuai untuk memperoleh
model orde ke II. Dalam CCD terdapat dua parameter yang penting yaitu jarak titik aksial
α dari pusat rancangan dan jumlah center point nc.
Model orde ke II yang disusun harus memiliki kemampuan untuk menduga daerah di
sekitar titik optimum. Dugaan ‘baik’ yang diperoleh dari model orde ke II dapat dicapai
hanya jika model memiliki varians yang konsisten dan konstan untuk nilai dugaan respons
pada titik x tertentu.
34
Screening
Fractional
Factorial
Design +
Centre points
Model Orde 1,
Ok?
Single
Observation,
Steepest
Ascent
Observation,
Ok?
RSM Design,
CCD
Lack of ft
model orde 2
Stationary
point
optimum ?
Stationary
point
nearby ?
Go to
stationary
point
Accept
stationary
pointSTART END
YES
NO
YES
NO
NO
YES
NO
YES
EKSPERIMEN ORDE 1 EKSPERIMEN ORDE 2
Gambar 2.10. Skema optimasi menggunakan RSM (Nisak, 2014)
2.15. Analisa Ekonomi
Analisa ekonomi berfungsi untuk mengetahui apakah investasi suatu proyek yang
akan didirikan dapat menguntungkan atau tidak dan layak atau tidak layak jika didirikan.
Perhitungan evaluasi ekonomi umumnya meliputi perhitungan capital investment,
manufacturing cost, general cost, dan analisa kelayakan ekonomi.
2.15.1. Modal (Capital Investment)
Capital Investment (CI) atau modal investasi adalah sejumlah uang yang harus
disediakan untuk pembuatan, konstruksi dan mengoperasikan usaha/pabrik untuk beberapa
waktu. Terdapat dua macam capital investment, yaitu:
a. Fixed Capital Investment (FCI), yaitu uang yang dikeluarkan untuk mendirikan
pabrik yang terdiri dari manufacturing dan non manufacturing. FCI terbagi
menjadi direct cost dan indirect cost.
- Direct cost adalah modal yang dikeluarkan untuk pembelian atau pengadaan
peralatan proses produksi, antara lain: mesin-mesin dan alat tambahannya,
perpipaan, perlistrikan, alat ukur, pengerjaan tanah sampai pendirian
bangunan yang berhubungan langsung dengan pendirian suatu pabrik baru.
Dengan perkataan lain semua modal yang dikeluarkan untuk pendirian
pabrik sehingga pabrik siap untuk berproduksi dinamakan direct cost. Selain
pengadaan alat pembiayaan yang termasuk direct cost adalah: pemasangan
alat. Biasanya pemasangan alat termasuk ongkos: buruh, fondasi dan
35
penyangga, plat-form, konstruksi dan komponen lain yang berhubungan
dengan pengadaan alat dan konstruksinya. Direct cost untuk bahan dan
buruh yang aktif dalam pembangunan pabrik, diperkirakan sebesar 70-85%
dari Fixed Capital Investment. Tabel perbandingan direct cost dapat dilihat
pada Tabel 2.9
Tabel 2.11. Perbandingan Direct Cost
Jenis pengeluaran Direct Cost
1. Pengadaan alat 20-80% dari FCI
2. Pemasangan alat termasuk isolasi dan
pengecatan
35-45 % dari pengadaan alat
3. Instrumentasi dan control 6-30% dari pengadaan alat
4. Isolasi 8-9% dari pengadaan alat
5. Perlistrikan terpasang 8-20% dari pengadaan alat
6. Bangunan, bahan pembantu lainnya 10-70% dari pengadaan alat
7. Perpipaan terpasang 10-80% dari pengadaan alat
8. Service Facilities and Yard
Improvement
40-50% dari pengadaan alat
9. Tanah 4-6% dari pengadaan alat
Peter and Timmerhous, 2003
- Indirect cost adalah modal yang dikeluarkan untuk konstruksi pabrik,
overhead konstruksi dan bagian-bagian pabrik yang tidak berhubungan
langsung dengan pengadaan peralatan proses produksi, seperti engineering
and supervision, construction expenses, legal expenses, ongkos kontraktor
dan biaya tidak terduga, dengan perkiraan sebesar 15 – 30% dari Fixed
Capital Investment. Tabel perbandingan indirect cost dapat dilihat pada
Tabel 2.10
Tabel 2.12. Perbandingan Indirect Cost
Jenis pengeluaran Indirect Cost
1. Engineering and Supervision, 5-15% dari Direct Cost
2. Ongkos pemborong 7-20% dari Direct Cost
3. Biaya tidak terduga 5-15% dari Fixed Capital
Investment
Peter and Timmerhous, 2003
b. Working Capital, yaitu modal yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan
operasi pabrik agar mengahasilkan suatu produk dalam jangka waktu tertentu,
misalnya 6 bulan atau 1 tahun, yang meliputi modal bahan baku dan persediaan di
gudang, hasil produksi dan yang sedang diproduksi, jumlah piutang serta
persediaan gaji dan upah. Jumlah Working Capital umumnya berdasarkan pada
Total Capital Investment yaitu antara 10 – 20%. Apabila bahan baku yang harus
disediakan berasal dari luar negeri (import) maka jumlah Working Capital lebih
36
besar dibandingkan dengan Fixed Capital Investment.
Modal investasi diperoleh dari uang sendiri atau berasal dari pinjaman bank.
Perbandingan jumlah uang sendiri atau equity dengan jumlah pinjaman bank biasanya
adalah 30:70 atau 40:60, atau kebijaksanaan lainnya agar investasi cepat kembali, serta
menghasilkan keuntungan yang maksimum. Terdapat beberapa cara untuk menaksir CI,
yaitu:
1. Penaksiran berdasarkan data yang lengkap. Cara ini diperlukan penentuan yang
teliti untuk setiap komponen biaya dan peralatan proses yang didesain dan
ditabelkan, seperti pembelian alat (misalnya reaktor, heat exchanger, evaporator,
dosing pump ), biaya pengangkutan, perpipaan, listrik, pertanahan, service, dan
lainnya. Harga-harga yang dimasukkan atau ditampilkan adalah harga aktual,
bukan harga taksiran. Biaya kontraktor dan engineering supervision juga harus
ditambahkan untuk mendapatkan fixed capital investment.
2. Penaksiran dengan cara faktor berpangkat. Cara ini biasanya untuk menaksir fixed
capital investment suatu pabrik yang sama jenisnya tetapi berbeda kapasitasnya.
Besarnya fixed capital investment untuk pabrik yang baru dapat dihitung
menggunakan persamaan:
𝐹𝐶𝐼 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 1
𝐹𝐶𝐼 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 2= [
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 1
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 2]
0,7
= 𝑛
Harga n umumnya antara 0,3 – 0,8, tergantung pada kompleksitas dan kekhususan
pabrik.
3. Penaksiran berdasarkan Turn Over Ratio. Penaksiran fixed capital investment
dengan cara Turn over ratio sangat dipengaruhi oleh jenis pabriknya. Perkiraan
terseut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
𝑇𝑢𝑟𝑛 𝑜𝑣𝑒𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 𝑏𝑎𝑟𝑢
2.15.2. Cost atau pengeluaran
Cost atau pengeluaran adalah besarnya uang yang dikeluarkan dalam kegiatan pabrik
untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran yang ada dibagi menjadi dua macam
pengeluaran yaitu:
a. Manufacturing cost, adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mengolah bahan
baku menjadi bahan jadi, yang terdiri dari: direct production cost, fixed
charges dan plant over-head cost.
- Fixed charges.
37
Komponen biaya fixed charges terdiri dari: depresiasi, pajak, asuransi dan
sewa
- Direct production cost.
Komponen biaya terdiri dari: Raw Material, Utility ( steam, listrik, bahan
bakar, refrigeration, air dan gas bertekanan), Operating Labor, Operating
Supervision, perbaikan dan pemeliharaan, persediaan bahan, laboratorium,
royalties.
b. General expenses, adalah biaya yang harus dikeluarkan yang tidak berhubungan
langsung dengan pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi. Terdiri dari: Plant
overhead cost, Pengeluaran administrasi, distribution and marketing service,
research and development dan financing.
- Plant overhead cost.
Komponen biaya plant overhead cost terdiri dari: pengobatan, safety dan
kebakaran, general plant overhead, pengepakan, restoran, rekreasi, control
laboratories, plant superintendence dan storage facilities.
- Administrasi pabrik.
Komponen biaya Pengeluaran administrasi terdiri dari: executive salaries,
clerical wages, engineering dan pengeluaran legal, pemeliharaan kantor dan
komunikasi.
- Financing
Biaya financing adalah biaya yang berkaitan dengan hutang piutang dan
bunga bank.
- Gross earning expenses
- Distribusi dan penjualan
Komponen biaya terdiri dari: kantor penjualan, pengeluaran salesman,
pengapalan, advertensi, technical sales service.
- Riset dan pengembangan
Biaya research and development adalah biaya yang berhubungan dengan
pengembangan produk maupun advertensi.
2.15.3. Parameter Analisa Ekonomi
Beberapa parameter evaluasi, antara lain: laba dan pajak penghasilan, rate of return
(ROR), minimum pay out period (POT), break even point (BEP), shut down rate dan
interest.
38
a. Rate of Return (ROR).
ROR adalah laju pengembalian modal yang dapat dihitung dari laba bersih per
tahun dibagi modal, seperti persamaan:
𝑅𝑂𝑅 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑥 100%
Besarnya ROR yang dihasilkan dapat diketahui apakah suatu pabrik sudah
berjalan dengan baik atau belum, yaitu dengan membandingkan nilai ROR
dengan bunga bank. Nilai ROR sangat tergantung dari keadaan ekonomi suatu
negara atau daerah pada suatu waktu tertentu. Namun secara umum apabila ROR
sebelum pajak sebesar 10% maka dianggap masih memungkinkan untuk suatu
investasi modal. Pada beberapa industri besar dipakai nilai ROR sebesar 25%
sebelum pajak.
b. Minimum Pay Out Period (POT)
Minimum POT adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal suatu
pabrik yang dapat dihitung dari modal dibagi laba dan depresiasi, seperti yang
terlihat pada persamaan:
𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑦 𝑜𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 = 𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙
(𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ + 𝑑𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖) 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Nilai depresiasi (penyusutan) dimasukkan dalam perhitungan karena dianggap
modal sudah berkurang atau sudah sebagaian dikembalikan. Modal asing
biasanya mengharapkan pengembalian modal secepat mungkin, tetapi untuk pada
negara yang sudah stabil minimum POT tidak terlalu cepat.
c. Break event point (BEP)
BEP adalah kapasitas dimana pabrik tidak laba atau rugi, artinya total penjualan
sama dengan total ongkos produksi. Ada beberapa cara untuk mendapatkan harga
BEP, yaitu dengan: perhitungan, grafik dan cash flow atau aliran uang. Beberapa
komponen yang merupakan komponen total production cost digunakan untuk
mencari BEP, yang dinyatakan dalam pengeluaran tetap atau Fixed charges (FC),
Variable cost (VC) dan Semi variable cost (SVC).
𝐵𝐸𝑃 = (𝐹𝐶 + 0,3 𝑆𝑉𝐶)
(𝑆 − 0,7𝑆𝑉 − 𝑉𝐶)
Dimana: FC = fixed charges (terdiri dari depresiasi, pajak kekayaan, asuransi,
ongkos, sewa)
39
VC = variable cost (terdiri dari bahan baku, pengepakan, transportasi,
royalties)
SVC = semi variable cost (terdiri dari plant over head cost, pengawas
pabrik, general expanses, laboratorium dan kontrol,
pemeliharaan dan perbaikan, plant supplies
S = sales (hasil penjualan)
Financing cost dapat dimasukkan didalam pengeluaran tetap, variable cost atau
semi variable cost. Sesudah mendapatkan ongkos-ongkos tersebut BEP dapat
dihitung, digambarkan dalam bentuk grafik atau dihitung dengan perhitungan
cash flow
d. Laba dan pajak penghasilan.
Laba adalah suatu hasil yang didapatkan dari total penjualan dikurangi total
ongkos produksi. Dalam perhitungan laba, ada 2 macam laba, yaitu laba kotor
yang merupakan laba sebelum dipotong pajak penghasilan dan laba bersih, yaitu
laba setelah dipotong pajak penghasilan. Sedangkan macam pajak yang
dikenakan pada penghasilan ada 2 macam,, yaitu: pajak biasa yang dinamakan
ordinary income tax dan pajak tambahan yang dinamakan
surtax.
e. Shut down point (SDP)
SDP adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapatkan laba meskipun
pabrik masih bisa beroperasi. Pada keadaan ini sebenarnya pabrik tidak betul-
betul rugi karena masih ada fixed charges yang diantaranya ada komponen
depresiasi alat yang uangnya dikembalikan ke perusahaan. Namun sebaiknya
pabrik sudah tidak dioperasikan lagi.
2.16. Kebaharuan Penelitian
Penelitian tentang koagulan alami telah banyak diteliti. Sebagian besar menggunakan
artificial water sebagai objek penelitian dan hanya mengukur penyisihan kekeruhan
sebagai indikator kinerja koagulan alami (Fatombi et al., 2013; Sánchez-Martín et al.,
2012; Antov et al., 2010; Jeon et al., 2009; Ghebremichael, K.R. Gunaratna, et al., 2005;
Prihatinningtyas 2013; Aziz et al., 2000; Okuda et al., 2001; Okuda et al., 1999). Beberapa
penelitian yang menggunakan air limbah asli antara lain adalah Patel & Vashi, (2012), yaitu
menggunakan limbah tekstil dengan koagulan alami moringa oleifera (MO) dan chitosan,
Fatehah et al., (2013) menggunakan limbah semikonduktor untuk menurunkan COD dan
40
kekeruhan dengan menggunakan koagulan alami tepung tapioka, dan Katayon et al., (2007)
menggunakan efluen secondary oxidation pond unit pengolahan limbah domestik dengan
koagulan alami Moringa oleifera (MO). Hampir semua penelitian yang telah dilakukan
dahulu hanya mengukur penyisihan kekeruhan sebagai indikator kinerja koagulan alami.
Belum ada data efisiensi koagulan alami dalam menyisihkan berbagai ion dalam air yang
memiliki padatan terlarut tinggi dengan pH basa. Penelitian yang akan dilakukan ini
menggunakan reject water buangan SWRO yang memiliki padatan terlarut sangat tinggi,
kandungan ion yang beragam dan pH basa. Kinerja koagulan alami diukur dengan
penurunan ion impurities, persentase NaCl hasil pemurnian dan jumlah sludge yang
terbentuk.
Penelitian tentang evaluasi pengendapan selektif ion kalsium, magnesium, barium,
sulfat, dan karbonat dilakukan oleh Melián-Martel et al.,(2011). Penelitian tersebut
menggunakan tepung kentang sebagai koagulan, dan tidak ada penjelasan tentang kondisi
optimum setiap fase pengendapan seletif yang dilakukan. Kriteria disain setiap fase perlu
dicari karena pengendapan selektif dipengaruhi oleh konsentrasi ion dalam limbah an.
Hingga saat ini data pengaruh koagulan alami Moringa oleifera dan kondisi optimum
proses pengendapan dalam menurunkan berbagai ion pada larutan brine dan kondisi basa
masih belum ada. Penelitian ini dilakukan untuk optimalisasi pengaruh koagulan alami
Moringa oleifera dan koagulan sintetis proses basa pada pemodelan pengendapan selektif
pemurnian reject water SWRO, sehingga dihasilkan larutan NaCl murni. Hal ini yang
menjadi kebaharuan (novelty) penelitian ini, seperti terlihat pada Gambar 2.13, serta
memposisikan penelitian ini sebagai pengembangan dan jembatan dengan penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya.-
41
Membran
SWRO
mengeluarkan
reject water
yang
mengandung
jumlah padatan
terlarut sangat
tinggi, dan
langsung
dibuang ke laut
sehingga
mencemari
biota laut.
Permasalahan Saat Ini
GAP Penelitian
Penelitian terdahulu tentang koagulan alami dan reject water SWRO
Karateristik Kimia
Reject water SWRO
kawasan Indonesia
Diketahui konsentrasi TDS reject water SWRO instalasi kawasan Middle East
sekitar lebih dari 40.000 mg/L (Greenlee, et al, 2009; Praneeth, et al,
2014)
Diketahui bahwa konsentrasi mineral dalam reject water
tergantung pada konsentrasi garam air
laut, efisiensi membran dan jumlah phase/stage
SWRO (Hastuti dan Wardiha, 2012)
Tidak ada informasi konsentrasi TDS reject
water SWRO pada kawasan Indonesia
Tidak ada informasi komposisi kandungan
mineral reject water SWRO yang menggunakan air laut
Indonesia
Pemanfaatan
Moringa oleifera
sebagai koagulan alami
Diketahui beberapa nabati memiliki kemampuan sebagai koagulan untuk menyisihkan padatan tersuspensi pada air limbah pada pH netral (Fatombi et al., 2013; Sánchez-Martín et al., 2012; Antov et al., 2010; Jeon et al., 2009; Ghebremichael, K.R. Gunaratna, et al., 2005; Prihatinningtyas 2013; Aziz et al., 2000; Okuda et al., 2001; Okuda et al., 1999; Patel & Vashi,2012; Fatehah et al., 2013; Katayon et al.,2007.
Diketahui ekstrak Moringa oleifera dapat menyisihkan
kekeruhan kaolinit dalam air (Okuda et al., 1999)
Tidak ada informasi kemampuan koagulasi ekstrak
Moringa oleifera dalam menurunkan logam alkali pada
pH basa
Belum ada informasi perbandingan
kemampuan koagulasi antara ekstrak Moringa
oleifera dengan koagulan sintetis
Pengendapan Selektif
pemurnian reject
water SWRO
Klarifikasi menurunkan endapan kalsium, magnesium, sulfat dan klorida, menggunakan koagulan
tepung kentang, dan fi ltrasi menggunakan diatomous earth
(Melián-Martel et al., 2011)
Tidak ada informasi kemampuan ekstrak Moringa oleifera sebagai
koagulan dalam pengendapan selektif pemurnian reject water
SWRO
Potensi ekonomi larutan
NaCl hasil recovery dari
reject water SWRO
Belum ada informasi perhitungan ekonomi meliputi biaya modal
dan operasional recovery NaCl dari reject water SWRO
Belum ada informasi potensi ekonomi (payback period)
recovery NaCl dari reject water SWRO
Penyelesaian Masalah dan Kebaharuan Penelitian
Identifikasi gugus fungsi koagulasi dari koagulan alami Moringa oleifera dan koagulan sintetis, serta identifikasi
karateristik reject water SWRO
Evaluasi pengaruh koagulan alami dalam proses basa pada pengendapan
selektif reject water SWRO untuk memperoleh larutan NaCl murni
Evaluasi kondisi optimum proses pengendapan selektif reject water
SWRO untuk memperoleh larutan NaCl murni
Evaluasi perubahan pH selama proses pengendapan pada kondisi optimum
Belum diketahui kondisi optimum
proses pengendapan
selektif pemurnian reject water SWRO
Evaluasi aplikasi dan potensi ekonomi recovery NaCl dari reject water SWRO
Gambar 2.11. Road map penelitian pengaruh koagulan dan pengendapan selektif dalam pemurnian reject water membran SWRO
Evaluasi pengaruh koagulan alami dan sintetis proses basa
pada pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO
dan potensi ekonomi dalam skala aplikasi
Belum diketahui kadar prosentase
NaCl hasil recovery
Reject water SWRO menghasilkan produk yang
bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis
42
43
BAB 3
METODA PENELITIAN
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh koagulan alami
dan sintetis proses basa pada pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO dan
potensi ekonomi dalam skala aplikasi, pada berbagai variasi faktor rancangan penelitian
yang telah ditentukan sehingga dihasilkan larutan NaCl murni.
Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan proses sistem batch. Variasi
penelitian meliputi penambahan koagulan alami dan sintetis dalam suasana basa dengan
penambahan NaOH dan Na2CO3, dengan air limbah asli dari reject water SWRO PLN
Pembangkit V dan VI Paiton Jawa Timur.
3.1. Rancangan Penelitian
Untuk mencapai tujuan umum seperti yang disebutkan diatas, penelitian ini dirancang
menggunakan Surface Response Methodology (RSM). RSM berguna untuk menganalisis
permasalahan dimana beberapa variabel independen/ faktor rancangan mempengaruhi
variabel dependen/respon, dengan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon
(Montgomery, 1984; Myers, 2002). Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap penelitian.
3.1.1. Penelitian Tahap Identifikasi
Penelitian Tahap Identifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik gugus
aktif koagulan ekstrak biji kelor dan poliakrilamida serta mengidentifikasi ion-ion yang ada
dalam reject water SWRO. Penelitian Tahap I dilakukan 3 kegiatan yaitu 1) uji karateristik
kandungan ion dalam reject water SWRO, 2) pembuatan ekstrak biji kelor, dan 3) uji
identifikasi gugus fungsi koagulasi dengan metode Fourier Transformation Infra Red
(FTIR).
3.1.2. Penelitian Tahap Kondisi Optimum
Penelitian Tahap Kondisi Optimum bertujuan untuk 1) menentukan kondisi optimum
proses pemurnian reject water SWRO, 2) mengevaluasi perbandingan efektivitas
penggunaan koagulan alami ekstrak biji kelor dengan koagulan sintetis poliakrilamida
dalam menurunkan kandungan mineral impurities, 3) mengevaluasi perubahan pH selama
selama proses pengendapan pada kondisi optimum pemurnian reject water SWRO, 4)
mengevaluasi aplikasi dan potensi ekonomi pemurnian reject water SWRO. Secara garis
besar, kerangka pikir penelitian yang meliputi perumusan masalah, tujuan penelitian dan
hasil penelitian yang diharapkan disajikan pada Gambar 3.1.
44
Studi Pustaka:1. Hasil-hasil riset reject water SWRO dan koagulan alami 2. Chemical presipitation3. Koagulasi & Flokulasi4. Karateristik reject water SWRO5. Tools untuk analisis data
Bagaimana pengendapan seletif dalam proses pemurnian reject water buangan SWRO?
Bagaimana efektivitas koagulan alami dalam proses pengendapan selektif?
L A
T A
R
B E
L A
K A
N G
Kondisi Saat Ini Reject water membran SWRO
mengandung TDS yang sangat tinggi dan langsung dibuang ke laut, sehingga mencemari kehidupan biota laut.
Kandungan mineral dalam brine
water dapat di recovery, salah satunya adalah NaCl
Kebutuhan larutan NaCl 14-26% pada industri kimia
Belum ada informasi penggunaan Koagulan alami dalam pemurnian reject water
Hasil penelitianData Gugus Fungsi yang ada dalam Koagulan Alami yang dinyatakan dalam frekuensi dan %transmitance
Tujuan PenelitianIdentifikasi gugus fungsi Koagulan dengan metode Fourier Transformation Infra Red (FTIR)
Teknologi untuk Pemurnian NaCl Larutan NaOH dan Na2CO3
berfungsi sebagai presipitan untuk mengendapkan ion-ion impurities seperti Ca,Mg,karbonat, sulfat.
Koagulan alami berfungsi sebagai
co-presipitan untuk interparticle bridging.
Biji kelor memiliki gugus fungsi
karboksil, hidroksil dan amida sehingga dapat berfungsi sebagai koagulan alami
GAP
Hasil penelitianData kondisi optimum proses pemurnian reject water sesuai variasi faktor rancangan yang telah ditentukan
Tujuan PenelitianMenentukan kondisi optimum berbagai variasi penelitian meliputi konsentrasi larutan NaOH, larutan Na2CO3, jenis dan dosis koagulan, serta gradien kecepatan flokulasi dalam memurnikan reject water SWRO
Hasil Penelitian Data % penurunan mineral
impurities air olahank
Bagaimana efektivitas koagulan
alami dalam menurunkan
kandungan mineral impurities?
Tujuan PenelitianMengevaluasi efektivitas koagulan alami untuk menurunkan kandungan mineral impurities
Bagaimana karateristik gugus
aktif koagulan alami ?
Bagaimana perubahan pH selama proses
pengendapan pada kondisi optimum pemurnian reject
water SWRO?
Tujuan PenelitianMengevaluasi perubahan pH selama proses pengendapan pada kondisi optimum pemurnian reject water SWRO
Hasil Penelitian Model perubahan pH selama
proses pengendapan
Bagaimana aplikasi & potensi ekonomi proses
pemurnian reject water SWRO?
Tujuan PenelitianMengevaluasi aplikasi dan potensi ekonomi pemurnian reject water SWRO
Hasil Penelitian Aplikasi dan potensi ekonomi
Bagaimana kondisi optimum proses pemurnian reject
water SWRO?
TAHAP IDENTIFIKASI
TAHAP KONDISI OPTIMUM
Gambar. 3.1. Kerangka Pikir Penelitian
45
Kondisi optimum dilakukan pada berbagai variasi penelitian meliputi konsentrasi
larutan NaOH, larutan Na2CO3, jenis dan dosis koagulan, serta gradien kecepatan flokulan,
untuk menghilangkan ion Ca2+, Mg2+, sulfat dan karbonat sehingga dihasilkan larutan NaCl
murni. Rancangan penelitian untuk menentukan kondisi optimum proses pemurnian reject
water SWRO digunakan Surface Response Methodology (RSM). Untuk mendapatkan titik
optimal respon, dilakukan dua cara desain, yaitu Eksperimen Tahap I dan Eksperimen
Tahap II.
1. Eksperimen Tahap I .
Eksperimen Tahap I adalah tahap screening experiment untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempunyai pengaruh (efek) besar terhadap respon. Pada tahap ini
menggunakan rancangan fraksional faktorial 2k-p (two level fractional factorial
design). Rancangan fraksional faktorial 2k-p digunakan untuk menurunkan jumlah
kombinasi perlakuan yang besar. Dalam menggunakan rancangan 2k-p diasumsikan
bahwa terdapat k buah faktor dengan kode -1 untuk level rendah dan +1 untuk level
tinggi. Kode dan nilai level faktor dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Kode & Nilai Level Eksperimen Tahap I
Faktor Kode
Level
Rendah
(-1)
Tinggi
(1)
Jenis koagulan X1 Ekstrak MO Poliakrilamida
Dosis Koagulan (gr/L) X2 10 30
Konsentrasi NaOH (%) X3 20 40
Konsentrasi Na2CO3 (%) X4 10 30
G flokulasi (det-1) X5 100-50-10 100-75-25
Fraksi yang digunakan pada rancangan fraksional faktorial 2 level dalam penelitian
ini adalah ½ atau dinotasikan dengan 2k-1. Pada rancangan Eksperimen Tahap I ini
melibatkan 5 faktor rancangan, sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan yang akan
dicobakan atau 32 kombinasi perlakuan (duplo). Kombinasi perlakuan yang terpilih
seperti terlihat pada Tabel 3.2.
46
Tabel 3.2. Kombinasi Perlakuan Eksperimen Tahap I
Run
Variabel atau Faktor Rancangan Respon
X1 X2 X3 X4 X5 =X1*
X2*X3*X4
TDS
Removal
(%)
Konsentrasi
NaCl
(mg/L)
1 1 1 1 1 1 yA1 yB1
2 1 1 1 -1 -1 yA2 yB2
3 1 1 -1 1 -1 yA3 yB3
4 1 1 -1 -1 1 yA4 yB4
5 1 -1 1 1 -1 yA5 yB5
6 1 -1 1 -1 1 yA6 yB6
7 1 -1 -1 1 1 yA7 yB7
8 1 -1 -1 -1 -1 yA8 yB8
9 -1 1 1 1 -1 yA9 yB9
10 -1 1 1 -1 1 yA10 yB10
11 -1 1 -1 1 1 yA11 yB11
12 -1 1 -1 -1 -1 yA12 yB12
13 -1 -1 1 1 1 yA13 yB13
14 -1 -1 1 -1 -1 yA14 yB14
15 -1 -1 -1 1 -1 yA15 yB15
16 -1 -1 -1 -1 1 yA16 yB16
2. Eksperimen Tahap II dilakukan setelah diperoleh wilayah optimum respon dari
Tahap I. Eksprimen Tahap II digunakan untuk mengetahui lengkungan kuadrat pada
permukaan respon (Montgomery, 2001). Central Composite Design (CCD)
digunakan untuk mengestimasi model permukaan respon Eksperimen Tahap II ini.
Variabel input ditunjukkan dalam bentuk kode sebagai x = (x1,..xk). CCD terdiri dari
3 (tiga) bagian yaitu (Montgomery, 2002):
- Titik sudut (corner points) nf dengan xi = -1, atau 1 dimana i = 1,...k, yang
membentuk bagian faktorial pada desain.
- Titik pusat (center points) nc dengan xi = 0, dimana i = 1,...k
- Titik axial (axial points) xi = α, atau –α dimana i = 1,...k
Asumsi hasil dari Tahap Pertama terdapat 2 - 5 variabel yang berpengaruh, maka
optimasi dengan desain CCD disajikan pada Tabel 3.3.
47
Tabel 3.3. Central Composite Design
Jumlah Variabel, k
2 3 4 5
nf untuk 2k-p 2 4 8 16
Banyaknya titik aksial = 2k 4 6 8 10
α = (nf)1/4 1,189 1,414 1,682 2
nc 2 3 4 5
Total 8 13 20 31
3.2. Variabel Penelitian
Variabel bebas atau rancangan percobaan adalah :
1) Jenis koagulan yaitu ekstrak koagulan alami biji kelor dalam larutan NaCl dan
koagulan sintetis poliakrilamida
2) Dosis Koagulan yaitu 10, 20, 30 g/L
3) Konsentrasi NaOH yaitu 20%, 30% dan 40%
4) Konsentrasi Na2CO3 yaitu 10%, 20% dan 30%
5) Gradien kecepatan (G) flokulasi yaitu 100-75-25, 100-50-25 dan 100-50-10 (det-1)
Variabel terikat adalah :
1) Jumlah padatan terlarut (TDS) dalam filtrat
2) Konsentrasi NaCl dalam filtrat
3.3. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) pH meter
2) Spectrophotometer IR
3) Centrifuge
4) Turbidimeter
5) Total Dissolved Solid (TDS) meter
6) Radiometer ABL 77 Ion analyzer
7) Jartest
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1) NaCl pa
2) Na2CO3pa
3) NaOH pa
4) Bahan koagulan yaitu koagulan alami bubuk Moringa oleifera
5) Bahan koagulan sintetis poliakrilamida (Cationic Polyacrilamide)
48
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Berdasarkan penjelasan pada item rancangan penelitian, maka pelaksanaan penelitian
ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu Tahap Identifikasi meliputi uji karateristik kandungan
ion dalam reject water SWRO, pembuatan ekstrak koagulan alami Moringa oleifera, dan
uji identifikasi gugus fungsi koagulan. Tahap Kondisi Optimum adalah optimasi pemurnian
reject water SWRO.
3.4.1. Penelitian Tahap Identifikasi
1. Uji karateristik kandungan ion dalam reject water SWRO
Sample penelitian ini adalah reject water SWRO yang diambil dari port outlet
SWRO Unit Pembangkit V dan VI Paiton Jawa Timur. Karateristik sample reject
water diketahui dengan menganalisa parameter-parameter seperti terdapat pada
Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Parameter Karateristik reject water SWRO
Parameter Satuan Parameter Satuan
Kalsium mg/L Ca2+ Klorida mg/L Cl-
Magnesium mg/L Mg2+ Sodium mg/L Na
Strontium mg/L Sr2+ Fluorida mg/L F-
Barium mg/L Ba2+ Potasium mg/L K+
Silikat mg/L SiO2 Boron mg/L B
Nikel mg/L Ni pH -
Sulfat mg/L SO42- Konduktivitas µS/cm
Bikarbonat mg/L HCO32-
2. Pembuatan ekstrak koagulan alami
Pembuatan ekstrak koagulan alami mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Okuda
et al. (2001); Sánchez-Martín et al. (2012); Fatehah et al. (2013); Aslamiah et al.
(2013); Prihatinningtyas (2013).
1) Membuat bubuk biji kelor dengan ukuran 40-60 mesh.
2) Membuat larutan NaCl 1M
3) Menambahkan bubuk Moringa oleifera kering sebanyak 5 g ke dalam 100 mL
larutan NaCl 1 M, dan mengaduk menggunakan magnetic stirrer selama 30
menit.
49
4) Memisahlan padatan dengan supernatan menggunakan centrifuge atau
menggunakan 2 (dua) kali penyaringan, yaitu berturut-turut kertas whatmann
No.3 dan 0,45 µm fiberglass, sehingga dihasilkan supernatan yang jernih.
5) Mengambil supernatan yang jernih sebanyak 10 ml untuk uji identifikasi gugus
fungsi koagulan dengan metode FTIR.
6) Menuang sisa supernatan ke dalam botol gelas, dan menyimpan dalam lemari
pendingin pada suhu 5oC,
3. Uji identifikasi gugus fungsi koagulan dengan metode FTIR
Identifikasi gugus fungsi koagulasi yang terdapat dalam ekstrak Moringa oleifera
dalam larutan NaCl dan poliakrilamida dengan metode Fourier Transform Infra
Red (FTIR). Gugus fungsi koagulasi yang dimaksud adalah gugus aliphatic amide
group berbentuk –NH dan –NH2, aliphatic grup –CH, –CH2, dan –CH3 (karboksil)
serta gugus alcohol functional group –OH (hidroksil). Daerah serapan IR dapat
dilihat pada Tabel 3.5
Tabel. 3.5. Daerah Serapan Infra Merah (IR)
Gugus Senyawa Frekuensi (cm-1)
OH Alkohol 3580-3650
Asam 2500-2700
NH Amina primer 3500
Amina sekunder 3310-3500
Amida 3140-3320
CH Alkuna 3300
Alkena 3010-3095
Alkana 2853-2962
Aromatik 3030
Aldehida 2700-2900
SH Sulfur 2500-2700
C C Alkuna 2190-2260
C N Alkilnitril 2240-2260
-N=C=N Diamida 2130-2155
-N3 Azida 2120-2160
50
Lanjutan Tabel 3.5
Gugus Senyawa Frekuensi (cm-1)
>CO Aldehida 1720-1740
Keton 1675-1725
Asam karboksilat 1700-1725
Ester 2000-2300
CN Amida 1670-1700
C=O Ester 1650
C=C Alkena 1620-1680
N-H Amina 1575-1630
-N=N- Azo 1575-1630
-C-NO2 Nitro 1550-1570
-C-NO2 Nitro aromatik 1300-1570
C-O-C Eter 1230-1270
Sumber: Gunawan & Citra (2005)
3.4.2. Penelitian Tahap Kondisi Optimum. Percobaan optimasi pemurnian Reject
Water SWRO
Percobaan tahap ini dilakukan untuk mengendapkan ion-ion pengotor Ca2+, Mg2+,
SO42-, HCO3
-, CO32 yang terdapat dalam reject water SWRO..
1. Memasukkan 1 L reject water SWRO ke dalam masing beaker glass
2. Selanjutnya berturut-turut menambahkan larutan NaOH, Na2CO3 dan koagulan
sesuai variasi seperti yang telah ditentukan. Volume penambahan larutan untuk
setiap variasi konsentrasi disesuaikan dengan konsentrasi kalsium, magnesium,
sulfat dan karbonat yang terkandung dalam sample reject water.
Pengendapan ion-ion pengotor mengikuti reaksi sebagai berikut:
MgCl2 + 2NaOH Mg(OH)2(s) + 2NaCl
MgSO4 + 2NaOH Mg(OH)2(s) + Na2SO4
CaSO4 + 2NaOH Ca(OH)2 + Na2SO4
Ca(HCO3)2 + NaOH CaCO3(s) + Na2CO3 + 2H2O
Mg(HCO3)2 + 4NaOH Mg(OH)2(s) + 2Na2CO3 + 2H2O
51
3. Melakukan pengadukan cepat dengan G sebesar 390 det-1 selama 1 menit,
selanjutnya dilakukan pengadukan lambat dengan variasi G yaitu 100-75-25,
100-50-25 dan 100-50-10 selama 10 menit.
4. Sample yang keluar jar test unit ditampung dalam imhoff cone volume 1 L,
untuk proses settling.
5. Settling time untuk masing-masing satuan percobaan adalah 60 menit (1 jam).
6. Selama settling time berlangsung, setiap 10 menit dilakukan pengambilan
sample filtrat pada kedalaman 2 cm dari permukaan imhoff cone untuk
dianalisa TDS, serta pengamatan endapan yang terbentuk pada dasar cone..
7. Menentukan kondisi optimum pemurnian reject water berdasarkan kadar NaCl
yang tertinggi dan jumlah terbesar endapan yang terbentuk dengan central
composite design (Tabel 3.3). Secara garis besar alur penelitian disajikan pada
Gambar 3.2
52
Reject Water SWRO
Karateristik Kimia
Ca2+
, Mg2+
, Sr2+
, Ba2+
, HCO32-
,
Cl-, Na
+, K
+, Cl
-, F
-, Ni
2+, SO4
2-,
HCO3-, CO3
2-, pH, Konduktivitas
Larutan NaOH
Konsentrasi:
20%, 30%, 40%
Larutan Na2CO3
Konsentrasi:
10%, 20% dan 30%
Slow Mixing
Nilai G:
100-75-25 ; 100-50-25 &
100-50-10 (1/det)
2 Jenis Koagulan:
Koagulan Alami & Sintetis
Dosis Koagulan:
10, 20 dan 30 g/L
Karateristik Gugus Aktif
–NH, –NH2, –CH, –CH2, –CH3,–
C=O, –NH,–CH, –OH
Sludge
Jumlah sludge, mg
Filtrat
% NaCl
Analisis Data
- Kondisi Optimum faktor rancangan proses pemurnian
reject water SWRO
- Evaluasi efektivitas perbandingan antara koagulan alami
ekstrak MO dengan koagulan sintesis poliakrilamida
- perubahan pH selama proses pengendapan
- analisa ekonomi pemurnian reject water SWRO
Variabel penelitian
Fast MixingNilai G: 390 (1/det),
Waktu : 60 detik
Pengendapan,
selama 200 menit
Analisa:
1. Konsentrasi ion iompurities (ion Ca,
Mg, Sulfat, Karbonat, Na, K, Chlorida)
2. pH
3. TDS akhir
4. Berat kering sludge
Gambar 3.2. Alur penelitian
3.5. Metode Analisis
Analisis sample dalam identifikasi komposisi kimia reject water SWRO meliputi
parameter pH, kekeruhan, TDS, ion Ca2+, Mg2+, Ba2+, Na+, Cl-, SO42-, HCO3
-, CO32.
Metoda yang digunakan dijabarkan dalam Tabel 3.6.
53
Tabel 3.6. Metode analisis
Parameter Metode Analisis
Ca2+, Mg2+ EDTA-complexometric titration
Ca2+ dan Mg2+, Na+ Radiometer ABL 77 Ion Analyzer
Cl- Potensiometri
F-, PO43-, SO4
2- Spektrofotometri
Na+ Volhard Titration
Lanjutan Tabel 3.6
Parameter Metode Analisis
CO32- dan HCO3
- Asidimetri
pH Potensiometri
TDS Konduktivitimetri
Silika Spektrofotometer
Barium ICP
Boron ICP
3.6. Analisis Data
Sebelum dilakukan analisis pengaruh, data penelitian terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk menjawab hipotesis nol
statistik yaitu data penelitian mengikuti distribusi normal. Sedangkan uji homogenitas
bertujuan untuk mengetahui varians data bersifat homogen atau heterogen berdasarkan
faktor-faktor tertentu yang dilakukan pada penelitian.
Uji asumsi kenormalan data dilakukan dengan metode Kolmogorov Smirnov. Metode
ini sangat baik digunakan jika setiap nilai hasil satuan percobaan bersifat independen.
Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah membandingkan distribusi
data yang akan diuji kenormalannya dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku
adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-score dan diasumsikan
normal.
Pada uji Kolmogorov Smirnov, jika signifikansi (Pvalue) dibawah 0,05 artinya terdapat
perbedaan yang signifikan antara data yang diuji kenormalanannya dengan data normal
baku. Apabila nilai signifikasi (Pvalue) diatas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan signifikan
antara data yang diuji dengan data normal baku, yang artinya data yang diuji berdistribusi
normal.
Uji homogenitas data dilakukan dengan metode Levene test. Pada uji homogenitas
dengan Levene test, data tidak harus berdistribusi normal namun harus kontinue. Statistik
uji Levene test adalah:
54
k
i
n
j
iij
k
i
ii
i
mxk
mmnkn
L
1 1
2
1
2
..
)()1(
)()(
(3-2)
Selanjutnya, apabila data tidak terdistribusi normal atau tidak homogen maka harus
ditransformasi terlebih dahulu sehingga data menjadi normal dan homogen. Transformasi
data umumnya dilakukan dengan metode Box-Cox, yang dinyatakan dalam persamaan:
1
xy atau )ln(xy untuk =0 (3-3)
Nilai biasanya dicoba-coba antara -2 sampai dengan 2, hingga hasil transformasi
memenuhi syarat distribusi normal dan homogenitas data.
Setelah data terbukti normal dan homogen, maka uji pengaruh masing-masing
perlakuan akan dianalisis secara statistik dengan metode analysis of variance (ANOVA).
Pengujian statistik (uji nornalitas, uji homogenitas dan uji ANOVA) untuk mengetahui
berapa besar interaksi antar variabel-variabel pengubah pada rancangan penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Minitab 17.
55
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian Tahap Identifikasi
4.1.1. Karateristik Ion Reject Water SWRO
Air baku yang dipergunakan dalam penelitian berasal dari air limbah asli
reject water SWRO Pembangkit V dan VI Paiton Jawa Timur. PLN Paiton
Pembangkit V dan VI dioperasikan oleh PT. YTL Jawa Timur memiliki kapasitas
2 x 610 MW. Karateristik kimia reject water SWRO Pembangkit V dan VI Paiton
Jawa Timur disajikan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1. Karakteristik kimia reject water SWRO
Parameter Satuan Kadar
Kalsium mg/L Ca2+ 630,83
Magnesium mg/L Mg2+ 1.302,5
Strontium mg/L Sr2+ 3,20
Barium mg/L Ba2+ <0,0111
Silikat mg/L SiO2 <0,26
Nitrogen mg/L N 0,0004
Sulfat mg/L SO42- 6.278
Bikarbonat mg/L HCO32- 116,7
Klorida mg/L Cl- 21.000
Sodium mg/L Na+ 12.400
Fluorida mg/L F- 1,484
Potasium mg/L K+ 2.125
Boron mg/L B 3,79
pH - 6,7
Konduktivitas µS/cm >1413
Padatan terlarut mg/L 37.500 - 43.290
Sumber: Hasi Pemeriksaan Balai Riset dan Standarisasi Industri Surabaya, 2017
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa reject water SWRO Pembangkit V dan VI
Paiton memenuhi syarat sebagai air baku penelitian karena memiliki jumlah
padatan terlarut (TDS) lebih besar dari 35000 mg/L (Melián-Martel et al. 2011).
Prediksi komposisi senyawa kimia yang terdapat dalam air baku (reject water
SWRO) dapat dihitung dengan kesetimbangan kation-anion dalam air. Data
konsentrasi kation-anion dalam mg/L seperti yag disajikan pada Tabel 4.1 perlu
56
diubah menjadi bentuk miliekivalen per liter (meq/L). Data konsentrasi kation
anion dalam meq/L disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Kesetimbangan Kation Anion Reject Water SWRO
Kation Anion
ION mg/L meq/mg meq/L ION mg/L meq/mg meq/L
Ca2+ 630,83 20 31,54 SO42- 6278 48,03 130,71
Mg2+ 1302,5 12,15 107,20 HCO3- 116,7 63 1,85
K+ 2125 39 54,47 Cl- 21.000 35,5 591,55
Na+ 12.400 23 539,13
Untuk mempermudah membuat prediksi komposisi senyawa kimia, maka
perlu dibuat bar graph yang berisi data konsentrasi kation-anion dalam meq/L. Bar
graph terdiri dari dua baris horisontal (batang). Baris atas menunjukkan konsentrasi
ion positif (kation) utama yang dijajar mulai dari kalsium, magnesium, sodium dan
potasium (kalium). Sedangkan baris bawah menunjukkan konsentrasi ion negatif
(anion) utama yang dijajar mulai dari ion karbonat, bikarbonat, sulfat dan khlorida.
Pada kondisi kesetimbangan, jumlah miliekivalen per liter kation harus sama
dengan jumlah miliekivalen per liter anion, sehingga dapat diprediksi kombinasi
kation dan anion. Hasil Bar graph dapat dilihat pada Gambar 4.1, sedangkan
prediksi komposisi senyawa dalam reject water SWRO disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Komposisi Senyawa dalam Reject Water SWRO
Senyawa meq/L mg/L
Ca(HCO3)2 1,85 153,74 0,32%
CaSO4 29,69 2.019,81 4,23%
KCl 46,24 3.444,88 7,21%
MgSO4 107,2 6.079,38 12,72%
MgCl2 6,18 294,48 0,62%
NaCl 539,13 31.539,11 66%
Senyawa lain
(seperti SiO2,
BaCl2, NaF)
8,90%
57
Gambar 4.1. Bar Graph Kesetimbangan Kation Anion Reject SWRO
KATION
HCO3(-), 1,85
meq/LANION
Ca(HCO3)2:
1,85 meq/LSENYAWA
CaSO4: 29,69 meq/L MgCl2: 6,18 meq/L
Ca(2+), 31,54 meq/L
SO4(2-): 130,71 meq/L
Mg(2+): 107,2 meq/L
MgSO4: 101,02 meq/L
Cl(-): 591,55meq/L
K(+): 54,47Na(+): 539,13meq/L
KCl: 46,24meq/L
NaCl: 539,13 meq/L
58
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa konsentrasi NaCl dalam reject water SWRO sebesar
31539 mg/L atau 66%. Sebagian besar ion kalsium yang ada merupakan senyawa
CaSO4, ion magnesium merupakan senyawa MgSO4 dan MgCl2. Komposisi
senyawa tersebut sesuai dengan komposisi air buangan proses desalinasi
menggunakan membran SWRO (Höpner and Lattemann, 2003; Einav et al., 2003;
Raventos et al., 2006; Sadhwani et al., 2005; Melián-Martel et al., 2011), yang
menyatakan bahwa selain NaCl reject water SWRO mengandung banyak senyawa
CaSO4, MgSO4 dan MgCl2.
4.1.2. Tahap Identifikasi Gugus Aktif Koagulasi
4.1.2.1. Ekstrak Moringa Oleifera (MO)
Tanaman Moringa oleifera yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dari
pengepul lokal di Cepu, Jawa Tengah. Bagian tanaman yang dipakai adalah bagian
biji tanpa kulit, dan berwarna putih. Biji kering terlebih dahulu di gerinding dengan
gerinding kopi, selanjutnya digerus dengan mortal dan diayak. Bubuk MO yang
digunakan berukuran 40-60 mesh.
Biji MO mengandung lemak sebesar 0,1 g/100 g bahan (Fahey, 2005). Lemak
tersebut mengganggu kelarutan protein dalam air, sehingga harus dihilangkan
(Hidayat, 2006). Proses penghilangan lemak dalam biji MO mengikuti prosedur
kerja Stacy dan Aalen (2004), yaitu memberikan larutan heksana kedalam bubuk
MO dengan perbandingan 1:4 (b/v). Heksana akan melarutkan lemak dan
mengapung ketika dilakukan sentrifugasi 3000 rpm selama 10 menit pada suhu
kamar. Supernatan berupa heksana dibuang, dan endapan MO yang telah bebas
lemak dituang ke dalam cawan/gelas beaker, serta diaduk agar sisa heksana
menguap.
Bubuk MO bebas lemak selanjutnya ditambahkan larutan NaCL 1 M untuk
mengkstraksi protein dalam MO sesuai prosedur kerja yang dilakukan oleh Okuda
et al. (2001); Sánchez-Martín et al. (2012); Fatehah et al. (2013); Aslamiah et al.
(2013); Prihatinningtyas (2013). Hasil ekstraksi berupa larutan jernih yellowish
seperti terlihat pada Gambar 4.2.
59
Ekstrak biji Moringa Oleifera
pH : 4,7
Warna : kuning muda jernih
Bau : khas
Berat jenis : 1 g/mL
Gambar 4.2. Larutan hasil ekstrak biji Moringa Oleifera
Isolasi protein dalam MO yang dilakukan oleh Hidayat (2006), menunjukkan
bahwa protein dalam biji MO bermuatan positif dan berperan sebagai polielektrolit
kationik.
4.1.2.2. Poliakrilamida
Poliakrilamida yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cationic
Polyacrilamide (CP), produksi Shandong Jiahua China, dengan konsentrasi 0,1 %.
CP dipilih untuk menyamakan dengan sifat protein yang terdapat dalam biji MO
yaitu polielektrolit kationik (Hidayat, 2006; Okuda et al. 2001; Prihatinningtyas,
2013).
Gambar 4.3. Larutan Cationic Polyacrilamide 0,1%
4.1.2.3. Identifikasi Gugus Fungsi Koagulasi Moringa Oleifera dan Cationic
Poliakrilamida
Identifikasi gugus fungsi koagulasi diperiksa menggunakan metode FTIR
(Fourier Transform Infra Red). Metode FTIR digunakan untuk mengidentifikasi
senyawa organik/anorganik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis dilakukan
dengan melihat bentuk puncak-puncak spesifik dari spektrumnya. Setiap puncak
spesifik (peak) menunjukkan jenis gugus fungsional yang dimiliki oleh senyawa
tersebut (Bassler, 1986).
Cationic Polyacrilamide 0,1%
pH : 7
Warna : jernih
Bau : tidak berbau
Berat jenis : 1,2 g/mL
60
Hasil pemeriksaan spektral gugus aktif CP 0,1% dan ekstrak MO yang tersaji
dalam Gambar 4.4 dan 4.5, menunjukkan bahwa peak CP 0,1% dan ekstrak MO
berada pada wilayah panjang gelombang yang sama yaitu 3495,26 – 455,13(cm-1).
Peak CP 0,1% berada dititik 3319,07 – 474,51 (cm-1), ekstrak MO berada dititik
3289,63 - 982,98 (cm-1). Angka puncak spesifik menunjukkan bahwa CP 0,1%
memiliki gugus Aliphatic Primary Amine dan Aliphatic Hydrocarbones. Ekstrak
MO memiliki gugus fungsi Aliphatic Primary Amides dan Primary Aliphatic
Alcohol. Gugus amida menunjukkan bahwa koagulan adalah larutan polielektrolit
bermuatan positif (Prihatinningtyas 2013).
61
Collection time: Tue Nov 07 14:25:34 2017 (GMT+07:00)
41
0.7
2
47
4.5
1
95
0.8
2
11
16
.16
11
66
.40
13
14
.13
14
11
.74
14
48
.70
16
03
.65
16
47
.91
17
25
.672
36
2.5
6
29
24
.84
31
85
.24
33
19
.07
60
65
70
75
80
85
90
95
100
%T
ran
smitt
an
ce
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Wavenumbers (cm-1)
Title:
Tue Nov 07 14:26:53 2017 (GMT+07:00)
FIND PEAKS:
Spectrum: CP
Region: 4000.00 400.00
Absolute threshold: 97.980
Sensitivity: 50
Peak list:
Position: 410.72 Intensity: 73.930
Position: 474.51 Intensity: 73.183
Position: 950.82 Intensity: 88.763
Position: 1116.16 Intensity: 85.588
Position: 1166.40 Intensity: 83.986
Position: 1314.13 Intensity: 84.364
Position: 1411.74 Intensity: 83.076
Position: 1448.70 Intensity: 83.237
Position: 1603.65 Intensity: 75.710
Position: 1647.91 Intensity: 73.669
Position: 1725.67 Intensity: 90.892
Position: 2362.56 Intensity: 96.391
Position: 2924.84 Intensity: 91.342
Position: 3185.24 Intensity: 84.274
Position: 3319.07 Intensity: 85.681
Spectrum: CP Region: 3495.26-455.13 Search type: Correlation Hit List:
Index Match Compound name Library 1067 50.03 Poly(acrylamide) HR Hummel Polymer and Additives 1082 49.12 Poly(acrylamide) HR Hummel Polymer and Additives 17755 48.28 Polyacrylamide, average MW ca. 10,000, 5 HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 0 wt. % solution in water 17756 45.01 Poly(acrylamide-co-acrylic acid), 1.5 wt HR Aldrich FT-IR Collection Edition II . % acrylic acid 1066 43.29 Praestol 2935/73 HR Hummel Polymer and Additives 3502 41.00 Alginic acid, sodium salt HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 3545 39.93 Bicine, sodium salt, 40 wt. % solution i HR Aldrich FT-IR Collection Edition II n water 5001 39.58 N,N-Bis(2-hydroxyethyl)formamide HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 621 39.19 Water, deuterium-depleted HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 705 38.95 N-(2-ETHOXYPHENYL)-N-(2-ETHYLPHENYL)-ETH HR Nicolet Sampler Library ANEDIAMIDE
CP Tue Nov 07 14:27:12 2017 (GMT+07:00)
Gambar 4.4. Hasil Spektral Cationic Polyacrilamide (CP)
62
Keterangan:
Spectral Interpretation
Aliphatic Amine Groups
NH stretching
Primary 3400-3380 cm-1,
3345-3325 cm-1
Secondary 3360-3310 cm-1-
NH deformation
Primary 1650-1590 cm-1
Secondary 1650-1550 cm-1
C-N stretching
Primary 1080-1040 cm-1
Secondary 1180-1140 cm-1
Tertiary not diagnostic
Aliphatic Hydrocarbone Groups
-CH3 and CH2 stretching
CH3 asymmetric 2975-2950 cm-1
CH3 symmetric 2885-2865 cm-1
-CH3 deformation absorptions
CH3 asymmetric def 1470-1440 cm-1
CH3 symmetric def 1390-1370 cm-1
Methyl single carbon 1390-1370 cm
3 metyl groups (t-butyl) near 1365 cm-1
2 metyl groups (isopropyl) near 1390 and
1365 cm-
t-butyl groups 1255-1210 cm-1
isopropyl groups 1170-1145 cm-1
63
Collection time: Thu Oct 19 12:59:34 2017 (GMT+07:00)
98
2.9
8
10
57
.6612
31
.92
14
48
.30
15
40
.85
16
44
.12
20
77
.71
32
89
.63
-0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
%T
ran
smitt
an
ce
500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Wavenumbers (cm-1)
Title:
Thu Oct 19 13:03:15 2017 (GMT+07:00) FIND PEAKS:
Spectrum: MO3C Region: 4000.00 400.00 Absolute threshold: 95.498 Sensitivity: 50 Peak list:
Position: 982.98 Intensity: 60.967 Position: 1057.66 Intensity: 49.751 Position: 1231.92 Intensity: 59.375 Position: 1448.30 Intensity: 66.850 Position: 1540.85 Intensity: 47.232 Position: 1644.12 Intensity: 33.334 Position: 2077.71 Intensity: 94.205 Position: 3289.63 Intensity: 47.271
Spectrum: MO3C Region: 3495.26-455.13 Search type: Correlation Hit List:
Index Match Compound name Library 369 56.00 D-Pantothenyl alcohol HR Nicolet Sampler Library 1064 55.83 Silk II HR Hummel Polymer and Additives 28 55.70 POLYAMIDE 6 + POLYAMIDE 6,6 Hummel Polymer Sample Library 1063 55.65 Silk I HR Hummel Polymer and Additives 621 54.12 Water, deuterium-depleted HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 17917 53.84 Polyethylenimine, epichlorohydrin modifi HR Aldrich FT-IR Collection Edition II ed, 17 wt. % solution in water 992 53.70 Poly(N-methyl acrylamide) HR Hummel Polymer and Additives 773 53.56 Polymer of phthalamide HR Nicolet Sampler Library 2947 53.03 2-Hydroxyhexanedial, 25 wt. % solution i HR Aldrich FT-IR Collection Edition II n water 907 52.62 Poly(4-methylcaprolactam) HR Hummel Polymer and Additives
MO3C Thu Oct 19 13:03:24 2017 (GMT+07:00)
Gambar 4.5. Hasil Spektral ekstrak Moringa Oleifera
64
Keterangan:
Spectral Interpretation
Aliphatic Amide Groups
NH stretching
Primary Near 3350 – 3180 cm-1
Secondary 3320 – 3070 cm-1- (trans
and cis)
CO (amide I)
Primary Near 1650 cm-1
Secondary 1680 – 1630 cm-1
Tertiary 1670 – 1630 cm-1
NH2 def. (amide II)
Primary 1650 - 1620 cm-1
Secondary 1570 - 1515 cm-1
Amide III
Secondary Near 1270 cm-1
Alcohol Functional Groups
-C-O stretching dan -OH deformation
vibrations
Primary alcohols 1050 cm-1
Secondary alcohols 1100 cm-1
Tertiary alcohols 1150 cm-1
Phenols 1200 cm-1
-OH stretching frequencies Free -OH
form
Primary alcohols 3643 - 3630 cm-1
Secondary alcohols 3635 - 3620 cm-1
Tertiary alcohols 3620 - 3600 cm-1
Phenols 3612 - 3593 cm-1
4.2. Tahap Menentukan Kondisi Optimum Proses Pemurnian Reject Water
SWRO
Kondisi optimum proses pemurnian reject water SWRO dalam penelitian ini
dirancang menggunakan Surface Response Methodology (RSM). RSM dilakukan
dengan 2 tahap yaitu Eksperimen Tahap I dan Tahap II
4.2.1. Eksperimen Tahap I
Kode, nilai level dan variabel respon dalam tahap ini disajikan pada Tabel
4.4, sedangkan nilai respon hasil kombinasi perlakuan pada Eksperimen Tahap I
disajikan pada Tabel 4.5
Tabel 4.4. Kode dan Nilai Level Tahap Screening Experiment
Faktor Kode Level
-1 1
Jenis koagulan (var.kategori) X1 Ekstrak
MO Poliakrilamida
Dosis Koagulan (g/L), (var.kontinyu) X2 10 30
Konsentrasi NaOH (%), (var.kontinyu) X3 20 40
Konsentrasi Na2CO3 (%), (var.kontinyu) X4 10 30
G flokulasi (det-1), (var.kontinyu) X5 100-50-10 100-75-25
Respon
penurunan TDS (%) yAI
Konsentrasi NaCl (%) yBI
65
Pada Tabel 4.4. menunjukkan terdapat satu faktor kategori yaitu jenis
koagulan, dan empat buah faktor rancangan kontinyu yaitu dosis koagulan,
konsentrasi NaOH, konsentrasi Na2CO3, dan G flokulasi. Pada faktor jenis
koagulan diberi kode -1 untuk koagulan ekstrak MO dan kode 1 untuk
poliakrilamida. Faktor jenis koagulan merupakan faktor kategori sehingga kode -1
dan 1 bukan merupakan level rendah atau tinggi. Sebaliknya pada faktor rancangan
kontinyu, kode -1 dan 1, menunjukkan level rendah dan tinggi. Rancangan Tahap I
ini melibatkan 5 faktor rancangan, sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan yang
akan dicobakan atau 32 kombinasi perlakuan (duplo). Kombinasi perlakuan yang
terpilih seperti terlihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Respon Hasil Kombinasi Tahap Screening Experiment
Run
Variabel atau Faktor Rancangan Respon
X1 X2 X3 X4 X5 =
X1* X2*X3*X4
yAI=
TDS
Removal
(%)
yBI=
Konsentrasi
NaCl
(mg/L)
1 CP 30 40 10 100-75-25 30 22740,80
2 CP 30 40 30 100-50-10 38 20433,80
3 CP 30 20 10 100-50-10 40 20763,38
4 CP 30 20 30 100-75-25 37 22081,69
5 CP 10 40 10 100-50-10 41 19609,86
6 CP 10 40 30 100-75-25 38 18950,70
7 CP 10 20 10 100-75-25 39 19115,49
8 CP 10 20 30 100-50-10 39 19445,07
9 MO 30 40 10 100-50-10 32 18456,34
10 MO 30 40 30 100-75-25 32 18785,92
11 MO 30 20 10 100-75-25 36 15160,56
12 MO 30 20 30 100-50-10 31 14666,20
13 MO 10 40 10 100-75-25 35 13347,89
14 MO 10 40 30 100-50-10 38 14666,20
15 MO 10 20 10 100-50-10 31 17961,97
16 MO 10 20 30 100-75-25 30 18456,34
17 CP 30 40 10 100-75-25 31 20598,59
18 CP 30 40 30 100-50-10 37 19445,07
19 CP 30 20 10 100-50-10 42 18456,34
20 CP 30 20 30 100-75-25 37 15984,15
21 CP 10 40 10 100-50-10 38 16643,66
22 CP 10 40 30 100-75-25 41 15819,72
23 CP 10 20 10 100-75-25 49 14297,21
66
Lanjutan Tabel 4.5
Run
Variabel atau Rancangan Penelitian Respon
X1 X2 X3 X4 X5 =
X1* X2*X3*X4
yAI=
TDS
Removal
(%)
yBI=
Konsentrasi
NaCl
(mg/L)
24 CP 10 20 30 100-50-10 37 15178,48
25 MO 30 40 10 100-50-10 36 15654,93
26 MO 30 40 30 100-75-25 35 17138,03
27 MO 30 20 10 100-75-25 38 11535,21
28 MO 30 20 30 100-50-10 31 11864,79
29 MO 10 40 10 100-75-25 34 12194,37
30 MO 10 40 30 100-50-10 43 12688,73
31 MO 10 20 10 100-50-10 34 8569,01
32 MO 10 20 30 100-75-25 34 9228,17
Respon hasil perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 4.5, selanjutnya
dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh semua faktor perlakuan
terhadap respon. Pengolahan data dari Eksperimen Tahap I disajikan pada Tabel
4.6 – 4.9
4.2.1.1.Respon Penurunan TDS (yA)
Tabel 4.6. Analisis Varian Eksperimen Tahap I
(respon penurunan TDS, yA)
Factor Df Adj SS Adj MS Fvalue Pvalue
Source
Regression
5 106,625 21,3250 0,71 0,620
X5 1 8,000 8,0000 0,27 0,610
X4 1 36,125 36,1250 1,21 0,282
X3 1 12,500 12,5000 0,42 0,524
X2 1 0,000 0,0000 0,00 1,000
X1 1 50,000 50,0000 1,67 0,208
Error 26 778,250 29,9327
Lack of Fit
10
478,250
47,8250
2,55
0,046
Pure Error 16 300,000 18,7500
Total 31 884,875
Dari uji parameter regresi secara serentak (Tabel 4.6) pada semua variabel
diperoleh pvalue > 0,05 atau lebih dari derajat signifikasi α=5%, hal ini menunjukkan
bahwa variabel-variabel independen xi tidak mewakili model statistik yang ada.
67
Tabel 4.7. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap I,
(respon penurunan TDS, yA)
Factor Coef SE Coef T-value P-value VIF
Constanta 9,25 1,59 5,80 0,000
X5 -0,38 1,13 -0,33 0,746 1,00
X4 0,75 1,13 0,67 0,521 1,00
X3 -0,12 1,13 -0,11 0,914 1,00
X2 0,50 1,13 0,44 0,667 1,00
X1 3,00 2,26 1,33 0,213 1,00
Persamaan regresi:
X1 MO yA = 9,25 + 0,50 X2 - 0,12 X3 + 0,75 X4 - 0,38 X5
CP yA = 12,25 + 0,50 X2 - 0,12 X3 + 0,75 X4 - 0,38 X5
Kondisi tersebut diperkuat dengan hasil analisis varian (Tabel 4.7), yaitu pvalue
pada semua variabel lebih besar dari 0,05. Kesimpulan yang diperoleh adalah 5
variabel independen yang telah ditentukan tidak mewakili model respon penurunan
TDS, sehingga penurunan TDS tidak dapat dipergunakan sebagai respon dalam uji
RSM selanjutnya (Tahap Optimasi).
4.2.1.2.Respon konsentrasi NaCl (yB), mg/L
Tabel 4.8. Analisis Varian Eksperimen Tahap I,
(respon konsentrasi NaCl, yB)
Factor Df Adj SS Adj MS Fvalue Pvalue
Source
Regression
5 192551601 38510320 12,42 0,001
X5 1 2050803 2050803 0,66 0,435
X4 1 11201187 11201187 3,61 0,087
X3 1 29232108 29232108 9,43 0,012
X2 1 96752060 96752060 31,21 0,000
X1 1 53315444 53315444 17,20 0,002
Error 10 31003494 31003494
Total 15 223555095
Dari uji parameter regresi secara serentak (Tabel 4.8) pada semua variabel
diperoleh bahwa 3 variabel yaitu jenis koagulan, konsentrasi NaOH dan dosis
koagulan memiliki pvalue < 0,05 atau lebih rendah dari derajat signifikasi α=5%. Dua
variabel yang lain yaitu konsentrasi Na2CO3 dan G flokulasi memiliki pvalue > 0,05
atau lebih tinggi dari derajat signifikasi α=5%. Kondisi ini menunjukkan bahwa 3
variabel independen xi mewakili model, sedangkan 2 variabel yang lain tidak
mewakili model.
68
Tabel 4.9. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap I,
(respon konsentrasi NaCl, yB)
Factor Coef SE Coef T-value P-value VIF
Constanta 14744 623 23,68 0,000
X5 -358 440 -0,81 0,435 1,00
X4 837 440 1,90 0,087 1,00 X3 1352 440 3,07 0,012 1,00 X2 2459 440 5,59 0,000 1,00 X1 3651 880 4,15 0,002 1,00
Persamaan regresi:
X1 MO yB = 14744 + 2459 X2 + 1352 X3 + 837 X4 – 358 X5
CP yB = 18395 + 2459 X2 + 1352 X3 + 837 X4 – 358 X5
Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat 3 variabel independen yang telah
ditentukan, mempengaruhi respon konsentrasi NaCl. Konsentrasi NaCl dapat
dipergunakan sebagai respon dalam uji selanjutnya (eksperimen orde ke II).
Rumusan model baru dari eksperimen orde ke I dengan respon konsentrasi NaCl
(mg/L) adalah:
- Flokulan MO,
yB = NaCl = 14744 + 2459 X2 +1352 X3 +ε
- Flokulan CP
yB = NaCl = 18395 + 2459 X2 + 1352 X3 +ε
Dimana ε : komponen residual (error) yang bersifat random dan terdistribusi
secara identik dan saling bebas pada nilai rataan 0 dan varian σ2.
Gambar 4.6. Pengaruh variabel terhadap rata-rata % NaCl
10-1
19000
18000
17000
16000
15000
14000
10-1 10-1 10-1
X2
Mean
of
NaC
l
X3 X4 X5
Main Effects Plot for NaClFitted Means
X2 : dosis koagulan
X3 : % NaOH
X4 : % Na2CO3
X5 : G flokulasi
69
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa dosis koagulan, dan konsentrasi NaOH
memiliki pengaruh besar terhadap konsentrasi NaCl dalam filtrat. Semakin tinggi
level dosis koagulan dan konsentrasi NaOH, semakin tinggi pula % NaCl dalam
filtrat. Konsentrasi Na2CO3 dan G flokulasi masing-masing memberi pengaruh
yang kurang signifikan dan berlawanan terhadap konsentrasi NaCl dalam filtrat,
sehingga pada disain tahap optimasi, variabel G flokulasi dan konsentrasi Na2CO3
ditentukan pada level (-1).
4.2.2. Eksperimen Tahap II
Eksperimen Tahap II bertujuan untuk mengetahui lengkungan kuadrat pada
permukaan respon (Montgomery, 2001). Central Composite Design (CCD)
biasanya digunakan untuk mengestimasi model permukaan respon orde kedua..
Desain CCD pada eksperimen tahap II menggunakan tiga variabel independen
sehingga nilai rotatabilitasnya = (4)1/4 = 1,4142 ≈ 1,414. Nilai ± 1,414 termasuk
nilai yang digunakan untuk pengkodean. Penentuan kode, nilai level dan variabel
respon pada tahap optimasi disajikan pada Tabel 4.10, sedangkan disain CCD yang
akan dilakukan disajikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.10. Kode dan Nilai Level Eksperimen Tahap II
Faktor Kode Level
-1,414 -1 0 1 1,414
Jenis Koagulan X1 1. Cationic Polyacrilamide ( CP) 0,1%
2. Ekstrak Moringa Oleifera (MO)
Konsentrasi NaOH (%) X2 15,86 20 30 40 44,14
Dosis Koagulan (g/L) X3 5,86 10 20 30 34,14
Konsentrasi Na2CO3 (%) X4 10 mg/L
G flokulasi (det-1) X5 100-50-10
Respon: yA
NaCl dalam filtrat (mg/L)
70
Tabel 4.11. Central Composite Design (CCD) Tahap Optimasi
(Koagulan Ekstrak Moringa Oleifera dan Cationic Polyacrilamide 0,1%)
RunOrder
X1
Jenis
Koagulan
X2
Konsentrasi
NaOH
X3
Dosis
Koagulan
1 1 1 -1
2 1 -1,414 0
3 2 1 1
4 2 -1 1
5 2 0 0
6 1 0 0
7 1 -1 -1
8 2 0 0
9 1 0 1,414
10 1 1,414 0
11 1 0 -1,414
12 2 -1 -1
13 2 0 0
14 2 0 0
15 1 1 1
16 2 0 0
17 1 0 0
18 1 0 0
19 1 0 0
20 2 0 1,414
21 2 1 -1
22 1 0 0
23 2 1,414 0
24 2 0 -1,414
25 1 -1 1
26 2 -1,414 0
Jumlah satuan percobaan pada Eksperimen Tahap II sebanyak 26 satuan.
Jumlah variabel pada ini lebih sedikit daripada variabel dalam Eksperimen Tahap
I, yaitu 2 variabel kontinyu dan 2 variabel kategori. Variabel kontinyu pada tahap
II ini adalah dosis koagulan dan konsentrasi NaOH dengan 5 level percobaan.
Variabel kategori adalah konsentrasi Na2CO3 (10mg/L) dan G flokulasi yaitu 100-
50-10.
Dalam Eksperimen Tahap II diharapkan menghasilkan lengkungan
(curvature) sehingga dapat dilakukan pengepasan permukaan respon. Jika
pengepasan permukaan merupakan aproksimasi yang cukup baik dari suatu fungsi
71
respon, maka analisis pengepasan permukaan akan ekivalen dengan analisis sistem
yang aktual (Myers, 2002).
Tabel 4.12. Respon Hasil Kombinasi Perlakuan pada Eksperimen Tahap II
RunOrder X1 X2 X3 y’A
Jenis
Koagulan
Konsentrasi
NaOH (%)
Dosis Koagulan
(gr/L)
Konsentrasi
NaCl (mg/L)
1 MO 44,142 20 41131
2 CP 30 20 35512
3 CP 44,142 20 38050
4 MO 30 5,858 23400
5 CP 20 10 27652
6 MO 30 20 49799
7 MO 30 34,142 38544
8 CP 40 30 24817
9 MO 30 20 49025
10 CP 40 10 31639
11 MO 40 30 28459
12 CP 15,858 20 15985
13 MO 30 20 49519
14 CP 30 20 36550
15 CP 30 20 35397
16 MO 20 10 28970
17 CP 20 30 43191
18 MO 30 20 49189
19 MO 30 20 49667
20 MO 15,858 20 19445
21 CP 30 5,858 18456
22 CP 30 20 36319
23 MO 20 30 56259
24 CP 30 34,142 28129
25 CP 30 20 35907
26 MO 40 10 43356
Tabel 4.12 menunjukkan hasil pengukuran pengaruh perlakuan terhadap
respon konsentrasi NaCl (mg/L). Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa
kisaran nilai respon konsentrasi NaCl adalah 23400 – 56259 mg/L untuk ekstrak
MO dan 15985 – 43191 mg/L untuk CP.
72
4.2.3. Analisa Desain EksperimenTahap II
Analisa data Tahap II adalah sebagai berikut :
1. Menganalisa residual,
2. Pengujian statistik
3. Menentukan model optimasi
4.2.3.1. Menganalisa Residual
Pengujian asumsi kenormalan residual dilakukan dengan uji Kolmorgorov
Smirnov. Hasil pengujian dengan derajat signifikansi α=0,05, dapat dilihat pada
Gambar 4.7.
Gambar 4.7. Uji Kenormalan Residual dari Model
Hipotesis statistik yang diambil adalah residual model regresi berdistribusi
normal jika Pvalue > α. Pada Gambar 4.7 menunjukkan bahwa Pvalue > 0,150 atau
lebih besar dari α (0,05), sehingga terbukti residual model regresi berdistribusi
normal. Uji kelayakan model tidak hanya dilakukan analisis kenormalan residual
saja, tetapi juga perlu analisis terhadap lack of fit model yang ada.
4.2.3.2.Pengujian Statistik
Hasil pengolahan data hasil eksperimen tahap II ditunjukkan pada Tabel 4.13
dan Tabel 4.14. Tabel 4.13 menunjukkan bahwa dengan α = 5% , faktor dosis
koagulan dan faktor jenis koagulan memberi pengaruh signifikan terhadap model,
karena diperoleh Pvalue <5%. Faktor interaksi 2 arah antara konsentrasi NaOH-dosis
koagulan dan kuadratik variabel juga memberi pengaruh signifikan terhadap model.
Prosedur uji lain yang dilakukan terhadap model adalah uji kesesuaian model
73
regresi ( Lack of Fit). Hipotesis statistiknya adalah model regresi cocok (tidak
ada lack of fit) jika Pvalue > α. Tabel 4.13 menunjukkan bahwa nilai lack of fit
memiliki nilai Pvalue = 0,986 atau > derajat signifikansi α = 0,05, sehingga tidak ada
kesenjangan model.
Tabel 4.13. Hasil Pengujian ANOVA Eksperimen Tahap II
Source Df Adj SS Adj MS Fvalue Pvalue
Model 8 2090361937 261295242 4,99 0,003
Linier 3 816118513 272039504 5,19 0,010
X2 1 72564746 72564746 1,39 0,045
X3 1 197446145 197446145 3,77 0,069
X1 1 546107622 546107622 10,42 0,005
Square 2 745290377 372645189 7,11 0,006
X22 1 362639270 362639270 6,92 0,018
X32 1 478657188 478657188 9,14 0,008
2-way
interaction
3 528953047 176317682 3,37 0,043
X2 X3 1 520801665 520801665 9,94 0,006
X2 X1 1 11895 11895 0,00 0,988
X3 X1 1 8139486 8139486 0,16 0,698
Error 17 890604422 52388495
Lack of Fit 9 889186486 98798498 1,42 0,986
Pure Error 8 1417936 177242
Tabel 4.13 juga menunjukkan bahwa Fhitung model = 4,99, sedangkan Ftabel =
F(8;17;0,05) = 2,55 (Iriawan et al., 2006). Bila Fhitung > Ftabel, artinya variabel-variabel
independen berpengaruh signifikan terhadap model.
4.2.3.3.Menentukan model optimasi
Pada Tabel 4.14 juga diketahui bahwa Pvalue untuk model linier, kuadratik
(square) dan model 2-way interaction < α (0,05), maka model optimasi yang tepat
adalah model full quadratic, yaitu :
yNaCl (CP) = -91622 + 4887 [NaOH] + 5047 Dosis Koagulan - 51,1 [NaOH]2
-58,7(Dosis Koagulan)2 - 0,7[NaOH]*Dosis Koagulan
y NaCl(MO) = -85472 + 4893 [NaOH] + 5189 Dosis Koagulan - 51,1 [NaOH]2
-58,7 (Dosis Koagulan)2 - 80,7 [NaOH]*Dosis Koagulan
74
Tabel 4.14. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap II
Factor Effect Coef SE Coef T-value P-value VIF
Constanta 42689 2289 18,65 0,000
X2 4259 2130 1809 1,18 0,045 1,00
X3 7026 3513 1809 1,94 0,069 1,00
X1 -9166 -4583 1419 -3,23 0,005 1,00
X22 -10211 -5105 1940 -2,63 0,018 1,02
X32 -11731 -5865 1940 -3,02 0,008 1,02
X2 X3 -16137 -8068 2559 -3,15 0,006 1,00
X2 X1 -55 -27 1809 -0,02 0,988 1,00
X3 X1 -1426 -713 1809 -0,39 0,698 1,00
Persamaan regresi:
X1 MO y’A = -85472+ 4893 X2 + 5189 X3 – 51,1 X22 – 58,7 X3
2 – 80,7 X2 X3
CP y’A = -91622 + 4887 X2 + 5047 X3 – 51,1 X22 – 58,7 X3
2 – 0,7 X2 X3
Model Summary S 7237,99
R2 87,12 %
R2 (adj) 76,06 %
Model full quadratic seperti ditunjukkan pada Tabel 4.14 memiliki R2 sebesar
87,12%. Persamaan model optimasi kondisi perlakuan terhadap respon konsentrasi
NaCl menunjukkan bahwa respon konsentrasi NaCl akan meningkat berbanding
lurus dengan peningkatan konsentrasi NaOH dan dosis koagulan yang ditunjukkan
dengan nilai konstanta yang positif. Sebaliknya mengalami respon konsentrasi
NaCl mengalami penurunan seiring dengan peningkatan interaksi antar konsentrasi
NaOH, dosis koagulan serta interaksi antara konsentrasi NaOH dengan dosis
koagulan.
4.2.3.4. Response Surface dan Contour Plot
A. Main Effects Plot for NaCl
Main Effect Plot for NaCl menunjukkan pengaruh individual masing-masing
variabel yaitu jenis koagulan, konsentrasi NaOH dan dosis koagulan terhadap
respon konsentrasi NaCl, yang disajikan pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9.
75
Gambar 4.8. Pengaruh variabel jenis koagulan terhadap rata-rata
konsentrasi NaCl (mg/L)
Pada penelitian ini, variabel jenis koagulan adalah variabel kategori. Gambar
4.8 menunjukkan bahwa jenis koagulan yang digunakan dalam perlakuan memiliki
pengaruh terhadap konsentrasi NaCl (mg/L) filtrat. Penggunaan CP menghasilkan
rata-rata konsentrasi NaCl dalam filtrat sebesar 38000mg/L. Koagulan nabati MO
menghasilkan rata-rata konsentrasi NaCl yang lebih tinggi yaitu 47000 mg/L.
Gambar 4.9. Pengaruh variabel konsentrasi NaOH dan dosis koagulan
terhadap rata-rata konsentrasi NaCl (mg/L)
Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa perubahan konsentrasi NaOH berpengaruh
terhadap konsentrasi NaCl dalam filtrat. Grafik hubungan konsentrasi NaOH dan
dosis koagulan terhadap konsentrasi NaCl berbentuk kurva quadratik.
B. Interaction Plot for NaCl
Interaction Plot for NaCl menunjukkan pengaruh interaksi antara variabel
konsentrasi NaOH dengan dosis koagulan, yang disajikan pada Gambar 4.10.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
CP MO
Mea
n o
f N
aCl (
mg/
L)
Jenis Koagulan
403020
45000
40000
35000
30000
25000
302010
Konsentrasi NaOH (%)
Mean
of
NaC
l (m
g/L
)
Dosis Koagulan (gr/L)
76
Gambar 4.10. Interaksi konsentrasi NaOH dan dosis koagulan terhadap
rata-rata konsentrasi NaCl (mg/L)
Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa interaksi variabel dosis koagulan dan
konsentrasi NaOH berpengaruh pada konsentrasi NaCl filtrat. Pada dosis 10 g/L,
semakin tinggi konsentrasi NaOH semakin meningkatkan konsentrasi NaCl dalam
filtrat. Dosis koagulan 20 gr/L, bertambahnya konsentrasi NaOH akan menaikkan
konsentrasi NaCl sampai pada titik tertentu, setelah itu penambahan NaOH akan
menurunkan konsentrasi NaCl filtrat. Pada dosis koagulan 30 g/L, semakin
bertambah konsentrasi NaOH konsentrasi NaCl filtrat semakin rendah.
C. Contour Plot dan Surface Plot Konsentrasi NaCl pada interaksi Dosis
Koagulan dan NaOH.
Gambar contour plot yang disajikan pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.13,
merupakan gambar 2D yang menunjukkan data kombinasi antara variabel-variabel
yang saling mempengaruhi terhadap nilai respon konsentrasi NaCl, melalui warna-
warna yang berbeda. Semakin tinggi nilai respon akan ditunjukkan dengan warna
yang semakin gelap. Surface Plot (grafik 3 D) seperti disajikan pada Gambar 4.12
dan Gambar 4.14, merupakan bentuk permukaan dari interaksi antar variabel
terhadap nilai respon.
77
Gambar 4.11. Contour plot konsentrasi NaCl hasil pemurnian reject water
SWRO menggunakan koagulan MO
Gambar 4.12. Surface plot konsentrasi NaCl hasil pemurnian reject water
SWRO menggunakan koagulan MO
Gambar 4.12 menunjukkan bahwa bentuk ilustrasi permukaan respon
konsentrasi NaCl menggunakan koagulan MO adalah maksimum, sehingga
terdapat titik tertinggi respon sebagai hasil interaksi variabel yang berpengaruh. Hal
ini terlihat juga pada Gambar 4.16, dimana area nilai respon tertinggi (> 40.000
mg/L) yang ditunjukkan dengan warna hijau tua barada di tengah grafik.
Konsentrasi NaOH (%)
Do
sis
Ko
ag
ula
n (
gr/
L)
4035302520
30
25
20
15
10
>
–
–
–
< 10000
10000 20000
20000 30000
30000 40000
40000
NaCl (mg/L)
78
Gambar 4.13. Contour plot konsentrasi NaCl hasil pemurnian reject water
SWRO menggunakan koagulan CP
Gambar 4.14. Surface plot konsentrasi NaCl hasil pemurnian reject water
SWRO menggunakan koagulan CP
Gambar 4.14 menunjukkan bahwa bentuk ilustrasi permukaan respon
konsentrasi NaCl menggunakan koagulan CP adalah maksimum, sehingga terdapat
titik tertinggi respon sebagai hasil interaksi variabel yang berpengaruh. Hal ini
terlihat juga pada Gambar 4.14, dimana area nilai respon tertinggi (> 30.000 mg/L)
yang ditunjukkan dengan warna hijau tua barada di tengah grafik.
Konsentrasi NaOH (%)
Do
sis
Ko
ag
ula
n (
gr/
L)
4035302520
30
25
20
15
10
>
–
–
–
< 0
0 10000
10000 20000
20000 30000
30000
NaCl (mg/L)
79
Pada Gambar 4.11 dan 4.13, terlihat bahwa area nilai respon konsentrasi NaCl
tertinggi (ditunjukkan dengan warna hijau tua) menggunakan ekstrak MO lebih
tinggi dibanding CP.
4.2.3.5.Response Optimization konsentrasi NaCl dalam pemurnian reject water
SWRO
Berdasarkan model matematika respon, dilakukan optimasi untuk
mendapatkan respon yang sesuai dengan yang diinginkan (desirability). Kisaran
nilai desirability adalah 0-1. Nilai desirability semakin mendekati 1,0 menunjukkan
kemampuan model untuk menghasilkan produk yang dikehendaki semakin
sempurna. Tabel 4.15 menyajikan hasil optimasi respon konsentrasi NaCl sesuai
model matematika yang telah dibuat.
Tabel 4.15. Hasil response optimization konsentrasi NaCl
Parameters
Response
Goal Lower Target Upper Weight Importance
NaCl Maximum 15984,5 56258,9 1 1
Multiple Response Prediction:
Variable : [NaOH] 28,7144 %
Dosis Koagulan 24,4283 gr/L
Jenis Koagulan Moringa oleifera
Gambar 4.15 Desirability function pemurnian reject water SWRO
80
Gambar 4.15 menunjukkan bahwa model pengendapan selektif pemurnian
reject water SWRO memiliki nilai desirability sebesar 0,79718, dan memiliki titik
optimum untuk menghasilkan konsentrasi NaCl tertinggi (48090mg/L) yaitu pada
konsentrasi NaOH 28,714%, dosis koagulan 24,4283 gr/L dan menggunakan
koagulan Moringa oleifera. Menurut Raissi et al. (2009), tujuan optimasi bukan
untuk memperoleh nilai desirability 1,0, namun untuk mencari kondisi terbaik yang
mempertemukan semua fungsi tujuan, sehingga dapat meminimumkan usaha yang
diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan yang diinginkan.
4.3. Karateristik Ion, dan konsentrasi NaCl Hasil Perlakuan.
Reaksi pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO yang terjadi
dalam penelitian ini meliputi reaksi pengendapan hidroksida dan pengendapan
karbonat, dengan reaksi sebagai berikut:
Ca(HCO3)2 + 2 NaOH CaCO3(s) + 2 Na+ + 2 H2O + CO32- .............(4.1)
CaSO4 + Na2CO3 CaCO3(s) + 2 Na+ + SO42- (4.2)
MgCl2 + 2 NaOH Mg(OH)2(s) + 2 Na+ + 2 Cl-..................................(4.3)
MgSO4 + 2 NaOH Mg(OH)2(s) + 2 Na+ + SO42-................................(4.4)
KCl + NaOH KOH(s) + Na+ + Cl-.......................................................(4.5)
BaCl2 + Na2SO4 BaSO4 (s) + 2 Na+ + 2 Cl- .................................... ....(4.6)
Pengendapan CaCO3 dan Mg(OH)2 sangat tergantung pada pH air. PH
optimum pengendapan CaCO3 sekitar 9-9,5, sedangkan Mg(OH)2 sekitar pH 11
(Reig et al., 2014). Sehingga penambahan dosis NaOH sangat penting dalam proses
penurunan ion-ion impurities.
Reaksi pengendapan ion SO42- dalam senyawa Na2SO4 menggunakan BaCl2
tidak dilakukan karena ion SO42- akan dihilangkan menggunakan proses anion
exchange. Demikian juga dengan proses pengendapan ion Ba2+ dalam BaCl2 tidak
diukur karena konsentrasinya dalam reject water SWRO sangat kecil, hanya <
0,0111 mg/L. Filtrat yang diperoleh dilakukan pemeriksaan pH, jumlah padatan
terlarut, konsentrasi ion yaitu Na+, K+, Mg2+, Ca2+, Cl-, SO42-, serta jumlah
padatan/sludge yang terbentuk. Hasil pemeriksaan pada beberapa kombinasi
variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.16.
81
Tabel 4.16. Karateristik Filtrat Hasil Perlakuan pada Eksperimen Tahap I
Run Faktor Rancangan Respon (y')
Jenis Dosis Kons. Kons. G TDS pH
Koagulan Kogulan NaOH Na2CO3 Flokulasi Akhir
(g/L) (%) (%) (1/det) (mg/L)
1 CP 30 40 30 100-75-25 33.600 10,2
2 CP 30 40 10 100-50-10 29.500 9,8
3 CP 30 20 30 100-50-10 24.800 9,7
4 CP 30 20 10 100-75-25 29.900 9,8
5 CP 10 40 30 100-50-10 28.000 9,9
6 CP 10 40 10 100-75-25 29.800 10,1
7 CP 10 20 30 100-75-25 30.600 10,1
8 CP 10 20 10 100-50-10 29.200 9,8
9 MO 30 40 30 100-50-10 32.400 6,7
10 MO 30 40 10 100-75-25 32.600 6,5
11 MO 30 20 30 100-75-25 30.500 6,6
12 MO 30 20 10 100-50-10 32.900 6,7
13 MO 10 40 30 100-75-25 31.000 7
14 MO 10 40 10 100-50-10 29.500 7,1
15 MO 10 20 30 100-50-10 32.800 7,2
16 MO 10 20 10 100-75-25 33.600 7,1
17 CP 30 40 30 100-75-25 32.928 9,9
18 CP 30 40 10 100-50-10 30.100 9,8
19 CP 30 20 30 100-50-10 23.500 9,7
20 CP 30 20 10 100-75-25 30.200 9,8
21 CP 10 40 30 100-50-10 29.700 9,8
22 CP 10 40 10 100-75-25 28.100 9,9
23 CP 10 20 30 100-75-25 24.150 10,1
24 CP 10 20 10 100-50-10 30.100 9,8
25 MO 30 40 30 100-50-10 30.700 6,7
26 MO 30 40 10 100-75-25 30.900 6,5
27 MO 30 20 30 100-75-25 29.800 6,6
28 MO 30 20 10 100-50-10 33.100 6,6
29 MO 10 40 30 100-75-25 31.500 7
30 MO 10 40 10 100-50-10 27.200 7
31 MO 10 20 30 100-50-10 31.700 7,2
32 MO 10 20 10 100-75-25 31.500 7,2
Tabel 4.16 menunjukkan perbedaan mencolok pada kualitas filtrat yang dihasilkan
dari perlakuan penelitian adalah pH akhir filtrat. Penggunaan ekstrak MO menghasilkan
pH sedikit asam yaitu sekitar 6,5 – 7,2, sedangkan pH akhir filtrat dari penggunaan CP
0,1% bersifat basa yaitu sekitar 9,7 – 10,2. Kondisi pH akhir filtrat yang sedikit asam
mempengaruhi tingkat presipitasi kation dalam proses pemurnian reject water SWRO.
82
Konsentrasi kation yang terukur dalam filtrat hasil flokulasi dengan ekstrak MO lebih
tinggi dibandingkan hasil flokulasi dengan CP. Hasil pengukuran karateristik filtrat
eksperimen Tahap II dapat dilihat pada Tabel 4.17.
Seperti hasil Eksperimen Tahap I, Tahap II ini juga menunjukkan perbedaan
mencolok pada kualitas filtrat hasil dari perlakuan penelitian yaitu pH akhir filtrat.
Penggunaan ekstrak MO menghasilkan pH netral yaitu sekitar 7-8, sedangkan pH akhir
filtrat dari penggunaan CP 0,1% bersifat basa yaitu sekitar 9-11. Kondisi pH akhir filtrat
mempengaruhi tingkat presipitasi kation dalam proses pemurnian reject water SWRO.
Konsentrasi kation yang terukur dalam filtrat hasil flokulasi dengan ekstrak MO lebih
tinggi dibandingkan hasil flokulasi dengan CP.
83
Tabel 4.17. Karateristik Filtrat Hasil Eksperimen Tahap II
No Jenis
Koagulan
NaOH
(%)
Dosis
Koagulan
(g/L)
TDS
Akhir
(mg/L)
NaCl
(mg/L) pH
Respon (y’)
Kandungan Ion dalam Filtrat (mg/L)
Na+ Cl- K+ Mg2+ Ca2+ SO42- CO3
2-
1 CP 40 10 34759 31639 11 14.020,0 19.200,0 209,3 295,7 23,06 939,0 16,3
2 CP 30 20 38748 35512 11 13.460,0 21.550,0 213,7 240,5 21,69 1.128,0 17,0
3 CP 20 30 46937 43191 10 16.020,0 26.210,0 217,3 260,4 20,93 1.450,0 10,0
4 CP 40 30 26837 24817 10 9.270,0 15.060,0 121,4 159,2 11,90 705,0 7,1
5 CP 30 20 39801 36550 10 13.570,0 22.180,0 215,1 238,6 21,74 1.139,0 17,2
6 CP 30 20 38621 35397 10 13.410,0 21.480,0 214,6 240,6 21,60 1.121,0 17,2
7 CP 15,86 20 18320 15985 9 7.600,0 9.700,0 128,2 176,2 14,84 831,0 9,2
8 CP 30 5,86 21006 18456 11 11.200,0 11.300,0 151,1 203,7 14,24 920,0 10,5
9 CP 30 20 39562 36319 11 13.610,0 22.040,0 214,6 239,2 21,64 1.135,0 17,3
10 CP 30 34,14 31805 28129 10 16.400,0 17.070,0 205,6 298,3 21,63 1.340,0 14,0
11 CP 20 10 30648 27652 10 12.290,0 16.780,0 192,0 281,1 22,05 915,0 15,0
12 CP 44,14 20 41047 38050 11 11.750,0 23.090,0 220,2 255,3 22,05 929,0 12,1
13 CP 30 20 39138 35907 11 13.650,0 21.790,0 214,8 237,7 21,58 1.130,0 17,3
14 MO 40 10 47096 43356 8 19.350,0 26.310,0 217,3 310,2 24,41 1.009,0 17,9
15 MO 30 20 53389 49799 8 16.210,0 30.220,0 201,0 275,4 21,06 1.335,0 18,4
16 MO 20 30 59786 56259 7 20.150,0 34.140,0 227,3 282,4 23,00 1.220,0 16,5
17 MO 40 30 30870 28459 7 12.770,0 17.270,0 126,6 209,2 12,94 865,0 11,0
18 MO 30 20 52621 49025 8 16.330,0 29.750,0 205,3 276,4 21,32 1.329,0 19,0
19 MO 30 20 53197 49519 8 16.410,0 30.050,0 209,3 281,2 21,77 1.364,0 19,3
20 MO 15,86 20 22146 19445 7 11.800,0 10.100,0 140,4 190,1 16,41 1.015,0 12,0
21 MO 30 5,86 26176 23400 8 13.000,0 14.200,0 162,7 221,3 14,95 1.020,0 11,2
22 MO 30 20 52778 49189 8 16.450,0 29.850,0 207,4 271,4 21,56 1.325,0 19,4
23 MO 30 34,14 42503 38544 7 20.070,0 23.390,0 237,2 305,3 22,83 1.480,0 16,8
84
No Jenis
Koagulan
NaOH
(%)
Dosis
Koagulan
(g/L)
TDS
Akhir
(mg/L)
NaCl
(mg/L) pH
Respon (y’)
Kandungan Ion dalam Filtrat (mg/L)
Na+ Cl- K+ Mg2+ Ca2+ SO42- CO3
2-
24 MO 20 10 32124 28970 8 13.090,0 17.580,0 198,2 269,4 23,57 1.007,0 17,0
25 MO 44,14 20 44726 41131 8 16.780,0 24.960,0 245,5 270,5 24,82 1.234,0 14,9
26 MO 30 20 53302 49667 8 16.580,0 30.140,0 209,2 285,0 21,68 1.330,0 19,5
85
Grafik perbandingan konsentrasi kation dalam filtrat dapat dilihat pada Gambar 4.16
sampai Gambar 4.24.
Gambar 4.16. Konsentrasi ion K+ (mg/L) filtrat pemurnian reject water SWRO
Ion K+ yang terdapat dalam filtrat merupakan hasil reaksi:
KCl + NaOH KOH(s) + Na+ + Cl-
Berdasarkan satuan percobaan yang telah ditentukan, konsentrasi KOH dalam filtrat bila
menggunakan koagulan CP sekitar 184,1 – 316,1 mg/L. Konsentrasi KOH bila
menggunakan koagulan MO sekitar 181,8 – 352,4 mg/L (Tabel 4.17). Selisih konsentrasi
ion K+ dalam filtrat antara koagulan CP dengan MO sekitar 3-12%.
Gambar 4.17.Persentase Penurunan Konsentrasi ion K+
pemurnian reject water SWRO
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Ko
nse
ntr
asi I
on
K+
(mg/
L)
Satuan Percobaan, y'i
Poliakrilamida 0,1% M.Oleifera
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
% P
enu
run
an io
n K
+
Satuan Percobaan, y'i
Poliakrilamida 0,1% M.Oleifera
86
Pada Gambar 4.17, terlihat bahwa grafik persentase penurunan ion K+
menggunakan MO dan CP saling berhimpitan. Penurunan ion K+ menggunakan CP 0,1%
berkisar 89-94%, sedangkan menggunakan koagulan MO juga antara 89 – 94%. Selisih
perbedaan persentase penurunan ion K+ pada setiap satuan percobaan sebesar 0,31 – 0,98%
atau kurang dari 1%.
Untuk melihat apakah persentase penurunan ion K+ pada setiap satuan percobaan
antara koagulan CP dengan ekstrak MO secara statistik tidak memiliki perbedaan, perlu
dilakukan analisa homogenitas dua varian dengan membuat perbandingan standard deviasi
setiap perlakuan CP dan MO. Ho statistik tercapai apabila ratio σ CP dibagi σ MO adalah
1, yang artinya tidak ada perbedaan antara persentase penurunan ion K+ pada kedua
koagulan. Apabila ratio antara σ CP dibanding σ MO tidak sama dengan 1, maka secara
statistik terdapat perbedaan antara persentase penurunan ion K+ menggunakan CP dengan
ekstrak MO. Grafik perbandingan varian persentase penurunan ion K+ dengan dengan 2
jenis koagulan disajikan dalam Gambar 4.18.
Pada Gambar 4.18, terlihat bahwa hasil uji homogenitas dua varian menghasilkan
F test hasil pengamatan sebesar 0,988. Dalam tabel distribusi F, nilai F(5%, 12,12) adalah 2,69.
Nilai F tabel masih berada diatas nilai statistik F hasil pengamatan.
Gambar 4.18. Perbandingan varian persentase penurunan ion K+
dengan 2 jenis koagulan
Kesimpulan hasil uji homogenitas dua varian adalah varian persentase penurunan
ion K+ dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik tidak berbeda. Hasil tersebut
87
menunjukkan bahwa koagulan alami ekstrak MO memiliki kemampuan koagulasi yang
hampir sama dengan koagulan sintetis CP.
Gambar 4.19. Konsentrasi ion Ca2+ (mg/L) ) filtrat pemurnian reject water SWRO
Ion Ca2+ yang terdapat dalam filtrat berbentuk senyawa CaCO3 yang merupakan hasil
reaksi: CaSO4 + Na2CO3 CaCO3 + 2 Na2SO4
Berdasarkan satuan percobaan yang telah ditentukan, konsentrasi CaCO3 dalam filtrat bila
menggunakan koagulan CP sekitar 30,95-56,14 mg/L. Konsentrasi CaCO3 bila
menggunakan koagulan MO sekitar 32,99-63,30 mg/L. Selisih konsentrasi ion Ca2+ dalam
filtrat antara koagulan CP dengan MO sekitar 0,44-10%.
Gambar 4.20. Persentase Penurunan Konsentrasi ion Ca2+
pemurnian reject water SWRO
Pada Gambar 4.20, grafik persentase penurunan konsentrasi ion Ca2+ menggunakan
koagulan alami MO dan koagulan sintetis CP terlihat saling berhimpitan. Penurunan ion
-
05
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Ko
nse
ntr
asi i
on
(m
g/L)
Satuan Percobaan, y'iPoliakrilamida 0,1% M. Oleifera
95
96
96
97
97
98
98
99
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
% P
en
uru
nan
ion
Ca(
2+)
Satuan Percobaan, y'i
Poliakrilamida 0,1% M. Oleifera
88
Ca2+ menggunakan CP 0,1% berkisar 97 - 98%, sedangkan menggunakan koagulan MO
juga antara 96 - 98%. Selisih perbedaan persentase penurunan konsentrasi ion Ca2+ pada
setiap satuan percobaan sebesar 0,05 – 0,69% atau kurang dari 1%.
Untuk melihat apakah persentase penurunan ion Ca2+ pada setiap satuan percobaan
dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik adalah sama, perlu dilakukan analisa
homogenitas dua varian dengan membuat perbandingan standard deviasi persentase
penurunan ion Ca2+ pada 2 jenis koagulan disajikan dalam Gambar 4.21.
Pada Gambar 4.21, terlihat bahwa hasil uji homogenitas dua varian menghasilkan
F test hasil pengamatan sebesar 0,968. Dalam tabel distribusi F, nilai F(5%, 12,12) adalah 2,69.
Nilai F tabel masih berada diatas nilai statistik F hasil pengamatan.
Gambar 4.21. Perbandingan varian persentase penurunan ion Ca2+
dengan 2 jenis koagulan
Hasil uji homogenitas dua varian menunjukkan bahwa persentase penurunan ion
Ca2+ dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik tidak berbeda. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa koagulan alami ekstrak MO memiliki kemampuan koagulasi yang
hampir sama dengan koagulan sintetis CP.
89
Gambar 4.22. Konsentrasi ion Mg2+ (mg/L) dalam filtrat
pemurnian reject water SWRO
Ion Mg2+ yang terdapat dalam filtrat berbentuk senyawa Mg(OH)2 yang merupakan
hasil reaksi:
MgSO4 + 2 NaOH Mg(OH)2 + Na2SO4
MgCl2 + 2 NaOH Mg(OH)2 + 2NaCl.
Berdasarkan satuan percobaan yang telah ditentukan, konsentrasi Mg(OH)2 dalam
filtrat bila menggunakan koagulan CP sekitar 382,0 – 715,55mg/L. Konsentrasi Mg(OH)2
bila menggunakan koagulan MO sekitar 456,06 – 1178,4 mg/L. Selisih konsentrasi ion
Mg2+ dalam filtrat antara koagulan CP dengan MO sekitar 2-11%.
Gambar 4.23. Persentase Penurunan Konsentrasi ion Mg2+
pemurnian reject water SWRO
-
50
100
150
200
250
300
350
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Ko
nse
ntr
asi I
on
, (m
g/L)
Satuan percobaan, i
Poliakrilamida M.Oleifera
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
% P
en
uru
nan
Ion
Mg(
2+)
Satuan Percobaan, y'i
Poliakrilamida 0,1% M. Oleifera
90
Penurunan konsentrasi ion Mg2+ menggunakan CP 0,1% berkisar 77 - 88%,
sedangkan menggunakan koagulan MO sebesar 76 - 85%, seperti disajikan pada Gambar
4.23. Selisih perbedaan persentase penurunan konsentrasi ion Mg2+ pada setiap satuan
percobaan sebesar 0,9 – 3,83%.
Untuk melihat apakah persentase penurunan ion Mg2+ pada setiap satuan percobaan
dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik adalah sama, perlu dilakukan uji
homogenitas dua varian dengan membuat perbandingan standard deviasi persentase
penurunan ion Mg2+ pada 2 jenis koagulan, seperti disajikan dalam Gambar 4.24.
Pada Gambar 4.24, terlihat bahwa hasil uji homogenitas dua varian menghasilkan
F test hasil pengamatan sebesar 0,668 . Dalam tabel distribusi F, nilai F(5%, 12,12) adalah 2,69.
Nilai F tabel masih berada diatas nilai statistik F hasil pengamatan
Gambar 4.24. Perbandingan varian persentase penurunan ion Mg2+
dengan 2 jenis koagulan
Hasil uji homogenitas dua varian menunjukkan bahwa persentase penurunan ion
Mg2+ dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik tidak berbeda. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa koagulan alami ekstrak MO memiliki kemampuan koagulasi yang
hampir sama dengan koagulan sintetis CP.
91
Gambar 4.25. Konsentrasi ion SO42- (mg/L) filtrat pemurnian reject water SWRO
Ion SO42- yang terdapat dalam filtrat berbentuk senyawa Na2SO4. Konsentrasi
Na2SO4 dalam filtrat bila menggunakan koagulan CP sekitar 1042 – 2144,36 mg/L.
Konsentrasi Na2SO4 bila menggunakan koagulan MO sekitar 1279,22 - 2188,72 mg/L.
(Tabel 4.18). Selisih konsentrasi ion SO42+ dalam filtrat antara koagulan CP dengan MO
sekitar 6-18%.
Gambar 4.26. Persentase Penurunan Konsentrasi ion SO4 2- pemurnian
reject water SWRO
Persentase penurunan konsentrasi ion SO42- menggunakan CP 0,1% berkisar 77 -
89%, sedangkan menggunakan koagulan MO sebesar 76 - 86%, seperti disajikan pada
Gambar 4.26. Selisih perbedaan persentase penurunan konsentrasi ion SO42- pada setiap
satuan percobaan sebesar 1,12 – 4,86%. Hasil uji homogenitas dua varian menghasilkan F
test hasil pengamatan sebesar 0,773. Dalam tabel distribusi F, nilai F(5%, 12,12) adalah 2,69 (
Gambar 4. 27). Nilai F tabel masih berada diatas nilai statistik F hasil pengamatan.
Kesimpulan hasil uji adalah varian persentase penurunan ion SO42- dengan koagulan CP
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Ko
nse
ntr
ai Io
nSO
4 (
2-)
, mg/
L
Satuan Percobaan, iPoliakrilamida 0,1% M. Oleifera
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
% P
en
uru
nan
Ko
nsn
etr
asi i
on
SO
4(2
-)
Satuan Percobaan, y'iPoliakrilamida 0,1% M. Oleifera
92
dan ekstrak MO secara statistik tidak berbeda. Hasil tersebut menunjukkan bahwa koagulan
alami ekstrak MO memiliki kemampuan koagulasi yang hampir sama dengan koagulan
sintetis CP
Gambar 4.27. Perbandingan varian persentase penurunan ion SO42-
dengan 2 jenis koagulan
Gambar 4.17, 4.19, 4.21 dan Gambar 4.23, terlihat bahwa grafik persentase
penurunan kation impurities (Ca2+, Mg2+, dan K+) dan anion SO42- menggunakan koagulan
MO dan CP terlihat berimpit. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa gugus aktif koagulasi
MO memiliki kemampuan yang sama dengan CP 0,1% dalam menurunkan kation golongan
I dan II. Pada keempat gambar tersebut juga nampak bahwa prosentase penurunan tertinggi
kation impurities diperolah pada satuan percobaan ke 4, yaitu pada konsentrasi NaOH 40%,
konsentrasi Na2CO3 10%, dosis koagulan 30 g/L dan G flokulasi 100-50-10 (det-1). Kondisi
disebabkan karena pH larutan pada saat fast mixing (atau segera setelah penambahan
presipitan) berubah menjadi 12, yang merupakan pH pengendapan ion-ion logam (de Paula
et al. 2018). Dosis koagulan yang ditambahkan, baik CP maupun MO cukup efektif untuk
membentuk flok dari partikel padatan yang terbentuk dari reaksi dengan NaOH dan
Na2CO3 (Couto, H.L.G., 2006).
93
Gambar 4.28. Konsentrasi NaCl (mg/L) filtrat pemurnian reject water SWRO
Pada Gambar 4.28 terlihat konsentrasi NaCl dalam filtrat proses pemurnian
menggunakan koagulan MO sebesar 26.000 – 51.251 mg/L, lebih tinggi dibanding
menggunakan CP 0,1% yaitu sebesar 23.600 – 41.700 mg/L. Senyawa NaCl dalam filtrat
pemurnian reject water SWRO, merupakan hasil reaksi MgCl2, dan KCl dengan NaOH,
serta NaCl awal yang terdapat dalam air baku reject water SWRO.
4.4. Validasi Titik Optimum Response dan Laju Perubahan TDS Proses Pemurnian
Reject Water SWRO
4.4.1. Validasi Titik Optimum Respon
Analisa RSM menghasilkan model pengendapan selektif pemurnian reject water
SWRO dengan titik optimum perlakuan adalah konsentrasi NaOH 28,714%, dosis
koagulan 24,4283 gr/L dan menggunakan koagulan ekstrak Moringa oleifera. Pada titik
optimum tersebut menghasilkan konsentrasi NaCl tertinggi (fit predicted 48090 ± 2775
mg/L). Uji validasi titik optimum dilakukan sebanyak 3 kali, dan hasil analisa ionnya
disajikan pada Tabel 4.18
Tabel 4.18. Hasil analisa ion filtrat NaCl pada kondisi optimum
proses pemurnian reject water SWRO
Konsentrasi sisa ion, pH dan NaCl dalam filtrat
Validasi 1 Validasi 2 Validasi 3
Na+ , mg/L 20124 20500 20119
Cl- , mg/L 30112 30250 29520
K+ , mg/L 200,05 187,6 157,23
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Ko
sen
tras
i, (m
g/L)
Satuan Percobaan, y'i
Poliakrilamida 0,1% M. Oleifera
94
Lanjutan Tabel 4.18.
Konsentrasi sisa ion, pH dan NaCl dalam filtrat
Validasi 1 Validasi 2 Validasi 3
Mg2+ , mg/L 274,32 234,53 212,34
Ca2+ , mg/L 20,55 19,4 17,4
SO42- , mg/L 1324 1213 1205
CO32- , mg/L 18,12 16,12 15,66
pH 7,5 7,5 7,6
NaCl, mg/L 49621 49848 48646
Hasil uji validasi titik optimum permurnian reject water SWRO seperti terlihat pada
Tabel 4.18, menunjukkan bahwa konsentrasi NaCl filtrat adalah 49621, 49848 dan 48646
mg/L atau rata-rata sebesar 49371 mg/L. Konsentrasi NaCl tersebut sesuai dengan fit
predicted dari model yaitu 48090 ± 2775 mg/L.
Tabel 4.19. Hasil analisa ion endapan proses pemurnian reject water SWRO
pada kondisi optimum
Konsentrasi ion dalam sludge
Validasi 1 Vaidasi 2 Validasi 3
Berat endapan (gram) 5,3118 5,3433 4,9013
Na+, (mg/L) 16,3 17,8 15,1
K+, (mg/L) 198,8 202,5 180,0
Mg2+, (mg/L) 283,2 287,4 270,9
Ca2+, (mg/L) 250,3 254,2 193,5
SO42-, (mg/L) 1825 1870 1590
CO32-, (mg/L) 15 17,6 13,5
Cl-, (mg/L) 15,7 16,2 14,0
Pada Tabel 4.19 terlihat bahwa sludge (lumpur) hasil penyaringan mengandung
senyawa CaCO3, MgSO4, CaSO4, Na2SO4 dan KCl, serta zat organik. Sludge organik ini
dapat dipakai sebagai campuran dalam pupuk kompos.
4.4.2. Perubahan pH pada Titik Optimum Respon
Pengukuran pH dilakukan selama proses pengendapan pada titik optimum hasil
analisa RSM yaitu konsentrasi NaOH 28,714%, dosis koagulan 24,4283 gr/L, konsentrasi
Na2CO3 10% , G flokulasi 100-50-10, dan menggunakan koagulan ekstrak Moringa
oleifera. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.20.
95
Tabel 4.20. Nilai pH perwaktu proses pengendapan pada
pH waktu (menit)
10,02 5
9,88 10
9,74 15
9,68 20
9,59 30
9,44 40
9,39 50
9,22 60
9,07 70
8,84 80
8,66 90
8,49 100
8,24 110
8,04 120
7,60 130
7,53 140
7,51 150
7,51 160
7,50 170
7,50 180
7,50 190
Hubungan pH terhadap waktu proses pengendapan sesuai dengan hasil pada Tabel
4.20, diperoleh persamaan logaritmik sebagai berikut:
pH = y = - 0,832 ln(t) + 12,079 , dengan nilai R2 = 83,08%
dimana t = waktu pengendapan (menit)
Gambar 4.29. Perubahan pH selama 200 menit proses pengendapan
0
2
4
6
8
10
12
0 50 100 150 200
pH
laru
tan
NaC
l
t, menit
96
Untuk mengetahui perubahan pH apabila proses pengendapan dilanjutkan sampai 24 jam
(1440 menit) maka dilakukan extrapolasi terhadap persamaan y = - 0,832 ln(t) + 12,079,
dan diperoleh pH akhir larutan NaCl adalah 6 (Gambar 4.30).
Gambar 4.30. Perubahan pH selama t, waktu 24 jam pengendapan
4.5.Efek koagulan ekstrak Moringa oleifera (MO) terhadap pH, dan konsentrasi ion
logam
Beberapa penelitian ilmiah menunjukkan bahwa MO dapat berfungsi sebagai
koagulan karena mengandung protein larut dalam air dengan molekul rendah (Fayos, et al.,
2010). Protein akan bermuatan positif saat dilarutkan dalam air. Protein akan bertindak
sebagai bahan sintetis bermuatan positif (Broin, et al., 2002) dan dapat digunakan sebagai
koagulan polimer sintetis.
Menurut Ghebremichael et al.,(2005); Oladoja, (2015) ; Kumar et al. (2017), biji
Moringa oleifera memiliki komponen aktif yang dilaporkan sebagai protein kationik
terlarut dan senyawa peptida dengan berat molekul antara 6 – 16 kDa, serta nilai pH
isoelektrik sekitar 9-10. Ekstrak Moringa oleifera dalam larutan garam memiliki polimer
alam yang mengandung banyak gugus fungsi bermuatan yang berada dalam rantai
makromolekul polisakarida dan asam amino seperti –OH, -COOH, dan –NH.
Secara umum, proses koagulasi polimer alam berlangsung dalam empat tahap, yaitu
mekanisme bridging, netralisasi muatan, double layer compression, dan mekanisme sweep-
floc (Yang et al., 2016). Sulit untuk menentukan mekanisme mana yang terjadi terlebih
dahulu karena keempat mekanisme tersebut dapat terjadi secara simultan (De Paula, et al.,
2014).
0
2
4
6
8
10
12
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
pH
laru
tan
NaC
l
t, menit
97
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa koagulan ekstrak Moringa oleifera secara
signifikan dapat menurunkan kandungan impurities kation anion bervalensi dua seperti
Ca2+, Mg2+ dan SO42-. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pavankumar
et al. (2014), yang menyatakan bahwa ekstrak Moringa oleifera (dengan pelarut garam)
memiliki aktivitas koagulasi tinggi dalam larutan yang mengandung MgCl2, CaCl2 dan
BaCl2, tetapi aktivitas rendah dalam larutan NaCl dan NH4Cl. Hal ini menunjukkan bahwa
aktivitas koagulasi dipengaruhi oleh spesies kationik dalam larutan yaitu Mg2+, Ca2+ dan
Ba2+ , dan bukan anionik spesies (Cl-). Komponen gugus aktif koagulasi ekstrak moringa
diasumsikan membentuk struktur jaring (net) yang akan menangkap partikel tersuspensi
dengan mekanisme sweep , seperti terlihat pada Gambar 4.31
Gambar 4.31. Mekanisme koagulasi ekstrak Moringa oleifera dalam larutan garam
(Okuda et al.,1999; Okuda et al.,2001)
Tingkat keasaman (pH) larutan merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses
koagulasi. PI (pH isoelectric) untuk masing-masing koagulan berbeda-beda. PI adalah nilai
pH dimana protein memiliki jumlah muatan negatif yang sama dengan jumlah muatan
positifnya, atau dengan kata lain bermuatan netral. PI ekstrak MO (dengan pelarut garam)
adalah 9-10 (Hendrawati et al., 2016). Hasil pemeriksaan spektral ekstrak MO (Gambar
4.4) menunjukkan bahwa terdapat gugus amida (-NH dan –C=O) yang bersifat
polielektrolit bermuatan positif dan gugus hidroksil- yang bersifat polielektrolit negatif.
Pada saat pH larutan lebih tinggi dibanding PI maka polielektrolit bersifat negatif yang
aktif, sehingga cenderung untuk mengikat kation bivalen yang ada dalam larutan dan terjadi
netralisasi muatan. Kation bivalen dianggap telah teradsorpsi secara elektrikal ke gugus
aktif bermuatan negatif dan membentuk materi yang tidak larut dengan struktur seperti net.
Sedangkan, kation monovalen tidak dapat tersambung karena hanya memiliki satu valensi.
Kation monovalen dapat terperangkap dalam struktur net yang terbentuk antara
makromolekul bermuatan dengan kation bivalen.
98
Sebaliknya apabila pH larutan lebih rendah dibanding PI maka polielektrolit bersifat
positif, sehingga dapat mengikat anion bervalensi dua. Hal ini didukung oleh fakta bahwa
perlakuan tanpa koagulan (baik MO dan CP), logam hidroksida yang terbentuk karena
penambahan NaOH dan Na2CO3 bersifat stabil dan tidak dapat mengendap. Endapan logam
akan lebih stabil jika pH air di atas 10,5 (Jiang, 2015). Penurunan pH larutan yang awalnya
lebih dari 10 menjadi 7 – 8, dapat terjadi karena muatan positif yang ada dalam gugus aktif
terlepas ke dalam larutan.
Gambar 4.32. Gugus Amida dalam ekstrak MO
4.6. Potensi ekonomi Pemurnian reject water SWRO
Sebagian besar air laut yang digunakan sebagai air umpan pada fasilitas desalinasi
pembangkit listrik mengandung 30.000 – 45.000 mg/L TDS. Membran SWRO digunakan
untuk mengolah air dengan rentang TDS 10.000 – 60.000 mg/L. Selain membran SWRO,
fasilitas desalinasi umumnya juga menggunakan membran Brackish Water Reverse
Osmosis (BWRO) dengan kisaran 1000 – 10.000 mg/L. Saat ini, membran SWRO memiliki
kemampuan salt rejection lebih besar dari 99%. Pada beberapa jenis mebran SWRO, ketika
dioperasikan dibawah kondisi uji standard yaitu 32.000 mg/L NaCl, 5,5 Mpa, 25oC, pH 8,
dengan 8% recovery, dapat mencapai 99,7 – 99,8% salt rejection (Greenlee et al., 2009).
Membran SWRO mampu melakukan salt rejection yang maksimum, sehingga
memiliki flux permeat water yang rendah karena trade-off antara selektivitas membran
(penolakan garam) dan permeabilitas membran (permeat flux). Rasio flux recovery
membran SWRO adalah 30% (permeat) dibanding 70% (rejected). Sebaliknya membran
BWRO memiliki flux permeat water yang lebih tinggi, salt rejection yang lebih rendah,
dan memerlukan tekanan operasi yang lebih rendah. Rasio flux recovery membran BWRO
adalah 50% (permeat) dibanding 50% (rejected). Pada instalasi desalinasi air laut, kedua
jenis membran RO tersebut digunakan secara berturutan, membran BWRO digunakan
setelah SWRO (Löwenberg et al. 2015; Sadrzadeh & Mohammadi 2008; Höpner &
Lattemann 2003).
99
Pada Gambar 4.33, terlihat bahwa untuk menghasilkan 100 m3/jam air bersih dengan
jumlah padatan terlarut (TDS) < 23 ppm menggunakan proses desalinasi membran SWRO,
dikeluarkan reject water SWRO sebesar 467 m3/jam dengan TDS sekitar 50.000 ppm.
Seawater Reverse Osmosis
Brackish water Reverse Osmosis
100 m3/jam treated water
50% flux, 100 m3/jam rejected water
70% flux, 467 m3/jam rejected water
30% flux, 200 m3/jamSeawater
50.000 mg/L TDS
35000 mg/L TDS
1.167 mg/L TDS
2310 mg/L TDS
23 mg/L TDS
To mixed bed
Gambar 4.33. Neraca masa desalinasi air laut dengan membran SWRO-BWRO
Selama ini reject water SWRO hanya dibuang langsung ke badan air yaitu laut,
sehingga mencemari lingkungan (dasar laut menjadi anoksik sehingga merusak kehidupan
biota laut), dan tidak memiliki nilai ekonomi sama sekali. Dalam penelitian ini terbukti
bahwa proses pemurnian reject water SWRO menghasilkan larutan crude NaCl 5%, yaitu
larutan NaCl dengan konsentrasi ± 50.000 mg/L, tetapi masih mengandung ion bivalen
impurities seperti Ca2+, Mg2+, SO42- sebesar 1500 mg/L (3%). Larutan crude NaCl 5% ini
diharapkan dapat dipakai sebagai pengganti larutan regenerasi ion exchange, bahan baku
larutan NaOCl 0,8% yang banyak dipakai sebagai disinfektan pada instalasi pengolahan air
minum (IPAM).
Moringa oleifera (MO) adalah tanaman tropis, dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik di Indonesia, terutama pada daerah dengan ketinggian tanah 300-500 meter
diatas permukaan laut. MO adalah tanaman leguminose, maka sangat bagus ditanam secara
tumpang sari dengan tanaman lain karena dapat menambah unsur Nitrogen dalam tanah.
MO juga dapat tumbuh pada daerah kapur, dengan curah hujan yang rendah. Secara umum,
parameter lingkungan yang dibutuhkan MO untuk tumbuh dengan baik adalah :
Iklim : Tropis atau sub-Tropis
Ketinggian : 0 – 2000 meter dpl
Suhu : 25 – 35 °C
Curah Hujan : 250 mm – 3000 mm per tahun.
Irigasi yang baik diperlukan jika curah hujan kurang dari 800 mm
100
Type tanah : berpasir atau lempung berpasir
PH Tanah : 5 – 9
Selama ini pemanfaatan MO hanya sebatas pada daunnya, yang sebagian besar untuk
tambahan makanan ternak, sedangkan sebagian kecil dikonsumsi sebagai suplemen
makanan karena kandungan gizinya yang tinggi. Jumlah produksi tanaman MO selama
tahun 2015 lebih dari 166 Ton berat basah/ ha, sedangkan berat kering 33,2 ton/ha
(Prisdiminggo et al., 2011). Belum ada data yang tepat jumlah biji MO yang diproduksi per
tahun. Apabila diasumsikan 20% jumlah berat kering produksi MO adalah biji MO maka
berat kering produksi biji MO sebesar 32 Ton/hektar/tahun (Sumarjan et al., 2017). Selama
ini pemanfaatan biji MO basah hanya untuk di konsumsi secara tradisional sebagai sayur,
dan sebagian kecil diambil minyaknya untuk dijual sebagai produk obat sakit kulit yang
kurang nilai ekonominya (Nasir et al., 2010).
Dalam penelitian ini kebutuhan biji MO kering dalam proses pemurnian reject water
SWRO untuk menghasilkan larutan crude NaCl 5%, sebesar 5,87 Ton/hari atau 2115
Ton/tahun. Harga pasar grosir biji MO kering tahun 2018 sekitar Rp. 10.000/kg, sehingga
potensi tambahan pendapatan petani Moringa dalam setahun sebesar Rp. 320 juta/ha.
Hasil samping proses pemurnian reject water SWRO adalah sludge organik
bermineral yang dikeluarkan selama proses klarifikasi. Sludge ini merupakan buangan
organik alami karena didalamnya terdapat koagulan MO, sehingga dapat terdekomposisi
secara biologi. Mineral didalam sludge adalah Calsium, Magnesium, dan sedikit sekali
garam NaCl (disajikan pada Tabel 4.19), dan dapat dipakai sebagai campuran pupuk
kompos, sehingga dapat memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar instalasi
pengolahan.
4.7 Evaluasi ekonomi pemurnian reject water SWRO
Flow diagram proses pemurnian reject water SWRO yang menghasilkan larutan
crude NaCl 5% disajikan pada Gambar 4.34. Evaluasi ekonomi berfungsi untuk
mengetahui apakah suatu pabrik yang akan didirikan dapat menguntungkan atau tidak,
layak atau tidak layak. Dasar perhitungan evaluasi ekonomi adalah:
1. Kapasitas produksi : 4700 m3/ hari
2. Waktu operasi : 330 hari kerja
3. Umur alat : 10 tahun
4. Nilai Kurs : 1 US $ = Rp. 14.300,-
101
5. Tahun evaluasi : 2018
6. Nilai sisa aset : Rp. 1.000.000.000,-
NaOH
Na2CO3
Ekstrak Moringa Oleifera
Reject water SWRO
Precipitation Reactor
Sedimentation Tank
Crude NaCl 5%
Product Tank
Sludge organik
Gambar 4.34. Diagram proses pemurnian reject water SWRO menjadi
larutan crude NaCl 5%
Di dalam evaluasi ekonomi ini harga-harga alat maupun harga-harga lain
diperhitungkan pada tahun analisa. Harga alat-alat merupakan harga sebenarnya yang ada
di pasar.
4.7.1. Capital Investment (CI)
Nilai CI terbagi menjadi 2 macam yaitu Fixed Capital Investment dan Working
Capital. Perhitungan nilai CI disajikan dalamTabel 4.21, sedangkan detail
perhitungan disajikan pada Lampiran 3
Tabel 4.21. Total Capital Investment
Fixed Capital Investment Jumlah (Rp)
1. Direct Cost
Purchased equipment-delivered 6.651.000.000,-
Installation 2.327.850.000,-
Piping 700.000.000,-
Electrical (installed) 550.000.000,-
Buildings 2.050.000.000,-
Service facilities 1.995.300.000,-
Land and yard improvement 399.060.000,-
Total direct Cost 12.623.210.000,-
102
Lanjutan Tabel 4.21
Fixed Capital Investment Jumlah (Rp)
2. Indirect Cost
Engineering & supervision 1.534.327.500,-
Construction expenses 1.330.200.000,-
Contingency, 10% 1.262.321.000,-
Total Indirect Cost 4.126.848.500,-
Jumlah Fixed Capital Investment, FCI 16.750.058.500,-
4.7.2. Working Capital Investment (WCI)
WCI terdiri dari jumlah total uang yang diinvestasikan untuk stock bahan baku dan
persediaan, stok produk akhir dan produk semi akhir dalam proses yang sedang
dibuat, account receivable, uang tunai untuk pembayaran bulanan biaya operasi
(seperti gaji, dan bahan baku), account payable, pajak terbayar (taxes payable).
WCI biasanya didasarkan pada Total Capital Investment yang besarnya antara 10-
20%, yaitu Rp. 8.398.779.580,-.
Jumlah Total Capital Investment adalah Rp. 25.148.838.080,-
TCI dibagi menjadi modal sendiri dan pinjaman. Pada perhitungan ini jumlah modal
sendiri sebesar 100% dari TCI yaitu Rp. 25.148.838.080,-
Nilai Depresiasi Aset per tahun : (TCI – Nilai sisa aset)/ umur aset
= (25.148.838.080 – 1.000.000.000)/10
= Rp. 2.414.883.808,-
4.7.3. Manufacturing Cost (MC)
MC adalah biaya yang harus dikeluarkan dalam satu tahun untuk mengolah bahan
baku menjadi bahan jadi, yang terdiri dari direct production cost, fixed charges, dan
plant over head cost. Rincian Total Manufacturing Cost disajikan pada Tabel 4.22
Tabel 4.22. Total Manufacturing Cost
Manufacturing Cost Jumlah (Rp)
1. Direct Production Cost
Raw material 53.904.278.198,-
Utilitas 8.437.440.000,-
Maintenance and repair cost 3.350.011.700,-
Operating labor 4.218.720.000,-
Direct Supervisory 2.109.360.000,-
Operating supplies 335.001.170,-
103
Lanjutan Tabel 4.22
Manufacturing Cost Jumlah (Rp)
1. Direct Production Cost
Laboratory charges 421.872.000,-
Patent and royalties 1.687.488.000,-
Waste Treatment IPAL 1.257.441.904,-
Total direct production cost 75.721.612.972,-
Plant Overhead Cost (POC) 8.437.440.000,-
Total Manufacturing Cost 84.159.052.972,-
4.7.4. General Expenses (GE)
General Expense terdiri dari pengeluaran administrasi, distribusi dan penjualan,
penelitian dan pengembangan, serta ongkos-ongkos yang berhubungan dengan
keuangan atau financing. Rincian General expenses disajikan dalam Tabel 4.23.
Tabel 4.23. Total General Expenses
General Expenses Jumlah (Rp)
Administrative cost 1.265.616.000,-
Distribution and Selling Cost 1.265.616.000,-
Research and Development Cost 1.687.488.000,-
Total General Expenses 4.218.720.000,-
4.7.5. Total Production Cost
Total Production Cost tahun ke 1 adalah jumlah biaya atau ongkos yang dikeluarkan
pada Manufacturing Cost dan General Expenses pada produksi tahun ke 1, yaitu
sebesar Rp. 88.377.772.972,-. Nilai Total Production Cost diasumsikan meningkat
sebesar 10% per tahun.
4.7.6. Analisa Kelayakan Ekonomi
Evaluasi ekonomi dilakukan dengan menghitung Laba Penghasilan, Rate of Return
(ROR), Payout Time (POT), dan Break even Point (BEP)
4.7.6.1.Laba Penghasilan
Harga jual larutan crude NaCl 5% diasumsikan 40% dari biaya pembuatan larutan
NaCl 5% dari garam industri import. Pembuatan larutan NaCl 5% dari proses
blending garam industri import membutuhkan biaya Rp. 170.000,-/m3. Biaya
tersebut meliputi NaCl import (Rp. 2.400.000,-/Ton), demin water Rp. 50.000,-/m3.
104
Harga jual larutan crude NaCl 5% sebesar Rp. 70.000,-/m3, dengan kapasitas
produksi sebesar 4700 m3/hari selama 330 hari aktif, maka:
Sales untuk tahun ke 1 : Rp. 108.570.000.000,-
Total Production cost tahun ke 1 : Rp. 88.377.772.972,-
Depresiasi : Rp. 2.414.883.808,-
Laba sebelum pajak : Rp. 17.777.343.220,-
Pajak : Rp. 5.315.702.966,-
Laba setelah pajak (EAT) tahun ke 1 : Rp. 12.461.640.254,-
Harga jual larutan crude NaCl 5% diasumsikan meningkat sebesar 15% per tahun.
Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
4.7.6.2.Rate of Return (ROR)
ROR merupakan perbandingan antara persentase net income terhadap investasi total
atau kecepatan tahunan dari keuntungan untuk mengembalikan modal sendiri.
Perhitungan untuk tahun ke 1.
𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑟𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖 𝑥 100%
𝑅𝑂𝑅 =12.461.640.254
𝟐5.148.838.080 𝑥 100%
ROR = 49,55%
Menurut Petermax and Klaus (2003), industri kimia dengan nilai ROR sebesar 49,55 %
tergolong pengembalian cepat. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.
4.7.6.3.Payout Time (POT)
Payout Time adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal suatu
pabrik yang dapat dihitung dari modal dibagi laba dan depresiasi.
𝑃𝑂𝑇 = 𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖
𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 + 𝑑𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
= 𝟐5.148.838.080
(12.461.640.254 + 2.414.883.808)
POT = 2 tahun
Menurut Petermax and Klaus (2003), industri kimia dengan nilai POT sebesar 2
tahun tergolong pengembalian cepat. Perhitungan selengkapnya disajikan pada
Lampiran 2
105
4.7.6.4.Break even point (BEP)
BEP adalah kapasitas dimana pabrik dalam kondisi tidak laba atau rugi, artinya total
penjualan sama dengan total ongkos produksi.
𝐵𝐸𝑃 = (𝐹𝐶 + 0,3 𝑆𝑉𝐶)
(𝑆 − 0,7 𝑆𝑉𝐶 − 𝑉𝐶) 𝑥 100%
Dimana :
- FC = fixed charge (biaya depresiasi, pajak) = Rp. 7.730.586.774,-
- VC = Variable cost (meliputi biaya bahan baku, pengepakan, royalties) =
Rp. 62.595.662.863,-
- SVC = semi variable cost (meliputi biaya buruh, plant overhead cost, general
expenses, plant supplies, maintenence, laboratorium and control,
supervisor) = Rp. 18.872.404.870,-
- S = sales = Rp. 108.570.000.000
𝐵𝐸𝑃 = 7.730.586.774 + (0,3 x 18.872.404.870)
108.570.000.000 − (0,7 x 18.872.404.870) − 62.595.662.863 𝑥 100%
BEP = 44,53 %
Nilai BEP tersebut menunjukkan bahwa pada saat pabrik beroperasi pada kapasita
44,53 % dari kapasitas maksimumnya, maka pendapatan pabrik yang masuk sama
dengan biaya produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk sebesar 44,53%
tersebut.
4.7.6.5.Intern Rate of Return (IRR)
IRR adalah salah metode analisis investasi dengan membandingkan seberapa besar
suku bunga yang dapat dihasilkan oleh sebuah investasi dengan suku bunga bank
yang berlaku umum (suku bunga pasar atau minimum attractive rate of return/
MARR). Pada suku bunga IRR akan diperoleh Net present value (NPV) =0, dengan
perkataan lain bahwa IRR tersebut mengandung makna suku bunga yang dapat
diberikan investasi yang akan memberikan NPV=0. Syarat kelayakan sebuah
investasi apabila IRR> suku bunga MARR. Untuk menghitung IRR digunakan
rumus:
IRR = i1 – NPV1 * (i1 – i2)(NPV2 –NPV1)
Dimana :
i1 = suku bunga ke 1, NPV1 = Net Present value pada suku bunga ke 1
i2 = suku bunga ke 2, NPV2 = Net Present value pada suku bunga ke 2
106
Hasil perhitungan IRR diperoleh IRR sebesar 86,74%, sedangkan IRR estimasi
adalah 25%, sehingga investasi yang akan dilakukan adalah layak. Hasil
perhitungan selengkapnya ada di Lampiran 2.
4.8. Alternatif Teknologi Lanjut Pemanfaatan NaCl 5% hasil pemurnian reject water
SWRO
Larutan crude NaCl 5% yang dihasilkan dari proses pemurnian reject water SWRO
dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan larutan NaOCl 12%. Proses pembuatan
NaOCl dari larutan NaCl 5% seperti disajikan pada Gambar 4.28.
NaCl 5%
Product NaOCl 12%
NaOCl Generator
AC
Gambar 4.35. Diagram proses NaCl 5% menjadi NaOCl 12%
Didalam NaOCl generator terdapat dua tahap proses yaitu proses evaporasi dan
elektrolisa. Proses evaporasi berfungsi untuk memekatkan konsentrasi NaCl dari 5%
menjadi 26%. Proses elektrolisa mengubah larutan NaCl menjadi NaOCl dan gas H2,
dengan reaksi sebagai berikut:
NaCl + H2O NaOCl + H2 (gas)
Alat utama dari NaOCl generator adalah unit elektrolisa (electrolyzer), seperti yang
disajikan pada Gambar 4.29.
107
Gambar 4.36. Electrolyzer dalam NaOCl generator (OSEC-System Components)
Unit electrolyzer berbentuk vertikal sehingga memudahkan keluarnya gas H2 by
product dari anode chamber. Anoda yang dipakai adalah anoda tipe DSA (Dimensionally
Stable Anode), yaitu titanium anoda yang dilapisi beberapa campuran logam seperti
iridium, ruthenium, platinum, rhodium, dan tantalum (Panizza et al., 2003). Bagian katoda
dibuat dari bahan Hastelloy C. Hastelloy C adalah alloy campuran Nikel-Molibdenum dan
Kromium yang tahan terhadap korosi. Setiap electrolyzer memiliki empat sel yang
terpasang secara seri.
Harga jual NaOCl 12% di distributor bahan kimia sebesar Rp. 5.900,- per Kg
(Bratachem, Juni 2018), sedangkan biaya produksi sebesar Rp. 3.250,-, maka selisih jual
beli produksi sebesar Rp. 2.650,- per Kg, sehingga terdapat potensi pendapatan sebesar Rp.
5.830.000.000,- pertahun.
4.9. State of The Art, Penerapan hasil penelitian
Ekstrak Moringa oleifera (MO) terbukti memiliki kemampuan yang hampir sama
dengan Cationic Polyacrilamide sebagai co-presipitan dalam proses pengendapan selektif
proses basa untuk pemurnian reject water SWRO. Hal ini ditunjukkan dari hasil persentase
penurunan ion-ion impurities menggunakan ekstrak MO hanya berbeda 1-2% dibanding
menggunakan CP, dengan persentase NaCl yang berhasil diambil menggunakan ekstrak
MO lebih tinggi dibanding CP.
Ekstrak Moringa oleifera memiliki gugus aktif Aliphatic Primary Amides dan
Alcohol Functional Groups. Gugus amida menunjukkan bahwa larutan koagulan memiliki
sifat sebagai polielektrolit yang bermuatan positif, sedangkan gugus hidroksil memiliki
sifat sebagai polielektrolit negatif. Polielektrolit bermuatan positif ini yang menyebabkan
penurunan pH larutan yang awalnya lebih dari 10 menjadi 7-8. Mekanisme yang terjadi
108
dalam proses koagulasi MO adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan atau adsorpsi dan
ikatan antar partikel yang tidak stabil.
Analisa Response Surface Methodology (RSM) menunjukkan bahwa variabel dosis
koagulan dan konsentrasi NaOH memberi pengaruh yang kuat terhadap persentase
recovery NaCl dalam reject water SWRO. Sebaliknya variabel G flokulasi dan konsentrasi
Na2CO3 masing-masing memberi pengaruh yang berlawanan dan kurang signifikan.
Taksiran model pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO, yang dihasilkan dari
RSM untuk masing-masing jenis koagulan adalah:
yNaCl (CP) = -91622 + 4887 [NaOH] + 5047 Dosis Koagulan - 51,1
[NaOH]2 -58,7(Dosis Koagulan)2 - 0,7[NaOH]*Dosis
Koagulan
y NaCl(MO) = -85472 + 4893 [NaOH] + 5189 Dosis Koagulan - 51,1
[NaOH]2-58,7 (Dosis Koagulan)2 - 80,7 [NaOH]*Dosis
Koagulan
Sesuai hasil RSM, titik optimum untuk menghasilkan konsentrasi NaCl tertinggi
(48090mg/L) yaitu menggunakan koagulan ekstrak Moringa oleifera dengan dosis
koagulan 24,4283 gr/L, konsentrasi NaOH 28,714%, konsentrasi Na2CO3 10% dan gradien
flokulasi (G) sebesar 100-50-10 (det-1). Hasil uji validasi titik optimum permurnian reject
water SWRO menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi NaCl yang dapat diperoleh sebesar
49371 mg/L. Konsentrasi NaCl tersebut sesuai dengan fit predicted dari model yaitu 48090
± 2775 mg/L.
Hasil penelitian ini dapat ditindak lanjuti dan diaplikasikan di lapangan sebagai
pemanfaatan reject water SWRO pada instalasi pembangkit atau instalasi air minum yang
memakai air laut sebagai air bakunya. Proses pemurnian reject water SWRO menggunakan
proses pengendapan selektif merupakan tahap awal dari proses recovery NaCl, sehingga
masih memerlukan penambahan unit penukar ion untuk mengambil sisa kation dan anion.
Sisa kation Ca2+, Mg2+ dihilangkan dengan cationic weak acid resin , sedangkan sisa anion
SO42- dan CO3
2- dihilangkan menggunakan anionic weak base resin. Selain sebagai bahan
baku industri NaOCl, hasil recovery NaCl dapat dipergunakan sebagai regenerasi resin
penukar ion, dan bahan baku larutan NaCl fisiologis 0,9%.
Hasil analisa ekonomi menunjukkan bahwa proses pemurnian reject water SWRO
menghasilkan larutan crude NaCl 5% dapat memberikan manfaat ekonomi yang sangat
besar, sehingga biaya operasional membran SWRO yang selama ini mahal akan menjadi
murah karena produk samping yang dihasilkan dari pengolahan reject water SWRO. Proses
109
pemurnian reject water SWRO juga mengeluarkan hasil samping yaitu sludge hasil
pemisahan larutan crude. Sludge yang dihasilkan merupakan senyawa organik bermineral,
sehingga bersifat biodegradable dan cocok sebagai pupuk. Beberapa teknologi lanjut yang
memanfaatkan larutan crude NaCl 5% adalah membuat larutan NaOCl 0,8%, NaOCl 12%,
larutan NaCl fisiologis 0,9%.
Ekstrak Moringa oleifera dapat juga diaplikasikan sebagai koagulan atau flokulan
pada pengolahan air limbah industri, terutama pada limbah industri yang bersifat alkali dan
mengandung logam (De Paula et al., 2014; Rustanti et al., 2018).
110
Halaman ini sengaja dikosongkan
111
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN:
1. Koagulan alami ekstrak Moringa oleifera memiliki gugus aktif aliphatic primary
amides dan alcohol functional groups, sedangkan koagulan sintetis cationic
polyacrilamida memiliki gugus aktif aliphatic primary amine dan aliphatic
hydrocarbones group.
2. Kondisi optimum berbagai variasi penelitian pengendapan selektif pemurnian reject
water SWRO, mengikuti model full quadratic (nilai R2 sebesar 87,12%, dan R2 adj
sebesar 76,06%). Titik optimum untuk menghasilkan konsentrasi NaCl tertinggi,
diperoleh pada konsentrasi NaOH 28,714%, dosis koagulan 24,4283 gr/L dan
menggunakan koagulan alami ekstrak Moringa oleifera.
3. Efektivitas koagulan alami ektrak Moringa oleifera dalam menurunkan kandungan
mineral impurities, hampir sama dengan koagulan sintetis Poliakrilamida (Cationic
Polyacrilamide 0,1%). Recovery NaCl yang berasal dari proses pemurnian reject
water SWRO menggunakan koagulan ekstrak Moringa oleifera lebih tinggi 3 – 30%
dibanding menggunakan koagulan sintetis poliakrilamida
4. Pada kondisi optimum, perubahan pH selama proses pengendapan ion – ion
impurities dalam reject water SWRO, mengikuti model regresi polynomial (R2 =
99,0%, R2adj = 98,9%), yaitu:
pH = 9,861 + 0,000524 t - 0,000250 t2 + 0,000001 t3
dimana t = waktu pengendapan (menit).
5. Potensi ekonomi proses pemurnian reject water SWRO adalah tambahan pendapatan
bagi petani Moringa oleifera sebesar Rp. 320jt/hektar, pemanfaatan sludge moringa
yang mengandung mineral sebagai pupuk, dan larutan crude NaCl 5% sebagai
produk utama proses pemurnian. Larutan crude NaCl 5% dapat dipakai sebagai bahan
baku larutan NaOCl 0,8% yang banyak dipakai sebagai deinfektan pada instalasi
pengolahan air minum (IPAM). Hasil analisa kelayakan ekonomi proses pemurnian
reject water SWRO menghasilkan crude NaCl 5% adalah Payout time 2 tahun, Break
even point 44,53%, nilai Internal Rate of Return sebesar 86,74%.
112
SARAN :
1. Melakukan pemurnian reject water SWRO menggunakan koagulan alami moringa
oleifera atau sintetis CP pada skala lebih besar (pilot scale).
2. Memakai limbah padat moringa oleifera (bungkil) dari industri minyak moringa
oleifera. Bungkil moringa oleifera masih memiliki protein bermuatan positif yg
dapat berfungsi sebagai koagulan.
3. Bagi industri, untuk mendapatkan larutan NaCl 5% less impurities, diperlukan unit
penukar kation yang bersifat asam kuat (cationic strongly acidic resin) untuk
mengambil kation Ca, Mg, dan K, dan unit penukar anion yang bersifat basa kuat
(anionic strong base resin).
4. Bagi investor dan pemerintah, pembangunan pemurnian reject water SWRO
menjadi larutan NaCl 5% terbukti layak secara ekonomi, sehingga tidak perlu ada
kekhawatiran bila membangun desalinasi air laut menggunakan membran SWRO.
Perlu disertai pemanfaatan buangan padat (sludge) organik bermineral yang
dikeluarkan selama proses pemurnian, melalui kemitraan dengan masyarakat
sekitar untuk membangun unit pencampuran sludge dengan pupuk kompos rumah
tangga.
113
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, M., Shayya, W.H., Hoey, D., & Al-Handaly, J., 2001. Brine disposal from
reverse osmosis desalination plants in Oman and the United Arab Emirates.
Desalination, 133(2), pp.135–147.
Alzahrani, S., Mohammad, A.W., Hilal, N., Abdullah, & Jaafar, P.O., 2013. Identification
of foulants, fouling mechanisms and cleaning efficiency for NF and RO
treatment of produced water. Separation and Purification Technology, 118,
pp.324–341.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1383586613004310
Amri, K., Pengkajian, B., dan Teknologi, P., 2016. Karakteristik , Dampak Lingkungan
dan Penanganan Brine SWRO. Research gate.
Antov, M.G., Sciiban, M.B., & Petrovic, N.J., 2010. Proteins from common bean
(Phaseolus vulgaris) seed as a natural coagulant for potential application in water
turbidity removal. Bioresource Technology, 101(7), pp.2167–2172.
Anwar, F.,& Bhanger, M.I., 2003. Analytical characterization of Moringa Oleifera seed oil
grown in temperate region of Pakistan, Journal Agric.Food Chem.,51, pp.6558-
6563.
APHA-American Public Health Association, AWWA-American Water Works
Associations, WEF-Water Environment federation, 1998. Standard methods for
the examination of water and wastewater, 20th Ed. Washington, D.C.
Aslamiah, S.S., Yulianti, E., & Jannah, A., 2013. Aktivitas Koagulasi Ekstrak Biji Kelor
(Moringa oleifera L.) dalam Larutan NaCl Terhadap Limbah Cair IPAL PT. SIER
PIER Pasuruan. Alchemy, 2(3)(August), pp.178–183. http://ejournal.uin-
malang.ac.id/index.php/Kimia/article/view/2891
Aziz, H.A., Adlan, M.N., Mohamed, A.M.D., Raghavan, Koflly, S., Isa, M., & Abdullah,
M., 2000. Study on the anionic natural coagulant aid for heavy metals and turbidity
removal in water at pH 7.5 and alum concentration 25 mg/L-laboratory scale.
Indian Journal of Engineering and Materials Sciences, 7(4), pp.195–199.
Bassle, 1986, Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, Erlangga, edisi keempat,
Jakarta.
Beltrán-Heredia, J., & Sánchez-Martín, J., 2009. Municipal wastewater treatment by
modified tannin flocculant agent. Desalination, 249(1), pp.353–358.
Beltrán-Heredia, J., Sánchez-Martín, J., & Solera Hernandez, C., 2009. Anionic
Surfactants Removal by natural Coagulant/Flocculant Products, Industrial
Engineering Chem.Research, 48, pp. 5085-5092.
Beltrán-Heredia, J., Sánchez-Martín, J., & Gómez-Muñoz, M.C., 2010. New coagulant
agents from tannin extracts: Preliminary optimisation studies. Chemical
Engineering Journal, 162(3), pp.1019–1025.
114
Beltrán-Heredia, J., Sánchez-Martín, J., & Dávila-Acedo, M.A., 2011. Optimization of the
synthesis of a new coagulant from a tannin extract. Journal of Hazardous
Materials, 186(2–3), pp.1704–1712.
Bolto, B., & Gregory, J., 2007. Organic polyelectrolytes in water treatment, Water
Research, 41, pp. 2301-2324.
Broin M., Santaella, C., Cuine, S., Kokou, K., & Peltier, G., 2002. Flocculent Activity of
Recombinant Protein fromMoringa oleifera lam.seed, Journal of Appl Microbial
Biotechnol.
Chang, M.F., & Liu, J.C., 2007. Precipitation removal of flouride from semiconductor
wastewater, Journal of Environmental Engineering, 133(4), pp. 419-425.
Chen J.P., Frederick B., Higgins, B., Chang, S.Y., & Hung, Y.T., 2004. Mixing,
Physicochemical Treatment Processes for Water Reuse. 3 ed. Physicochemical
Treatment Processes. Totowa, New Jersey 07512: Humanapress.
Couto, H.L.G., 2006. Aggregation of particles in a dilute suspension systems in rapid
coagulation In: Proceedings of the 16 Simpósio De Pós- graduação Em Engenharia
Mecânica. Uberlândia-MG, Brazil.
Darwish, M., Hassabou, A.H., & Shomar, B., 2013. Using Seawater Reverse Osmosis
(SWRO) desalting system for less environmental impacts in Qatar. Desalination,
309, pp.113–124.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916412005413
De Paula, Heber M., De Oliveira I.M.S., & Andrade, L.S., 2014. Concrete plant wastewater
treatment process by coagulation combining alumunium sulfate and Moringa
oleifera powder. Journal of Cleaner Production 76, pp.125-130.
De Paula, Heber M., De Oliveira I.M.S., Antover, P.S., & Andrade, L.S., 2018. Dosage
optimization of Moringa oleifera seed and traditional chemical coagulants
solutions for concrete plant wastewater treatment. Journal of Cleaner Production,
174.
Direktorat Jendral Tanaman Pertanian Kementerian, 2016. Petunjuk Teknis Pengembangan
Jagung Hibrida 2016.
Diputri, T.Y., 2009. Pengolahan Tepung Kentang, Balai Besar Pelatihan Pertanian
Lembang Kementerian Pertanian.
Einav, R., Harussi, K., & Perry, D., 2003. The footprint of the desalination processes on
the environment. Desalination, 152(1–3), pp.141–154.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916402010573.
Fahey, J., 2005. Moringa oleifera: A Review of the Medical Evidence for Its Nutritional,
Therapeutic, and Prophylactic Properties. Part 1. Trees for life Journal, pp.1–15.
115
Fatehah, M.O., Hossain, S., & Teng, T.T., 2013. Semiconductor Wastewater Treatment
Using Tapioca Starch as a Natural Coagulant. Journal of Water Resource and
Protection, 5(11), pp.1018–1026.
http://www.scirp.org/journal/PaperInformation.aspx?PaperID=40064&#abstract.
Fatombi, J. K., Lartiges, B., Aminou, T., Barres, O., & Caillet, C., 2013. A natural
coagulant protein from copra (Cocos nucifera): Isolation, characterization, and
potential for water purification. Journal of Separation and Purification
Technology, 116, pp.35-40.
Fayos, B.G., Arnal, J.M., Verdu, G., & Rodrigo, I., 2010. Purification of natural
coagulant extracted from Moringa oleifera seeds: Isolatin and characterization of
the active compound. Journal of Food Innovation. Institute for Industrial
Universidad Politecnica de Valencia, Spain,
Flaten, T.P., 2001. Aluminium as a risk factor in Alzheimer’s disease with emphasis on
drinking water, Brain Research Buletine, 55(2), pp.187–196.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0361923001004592
Gaassenschmidt, U., Jany, K.K., Tauscher,B., & Niebergall, H., 1995. Isolation and
Characterization of a flocculation protein from Moringa oliefera Lam, Biochem.
Biophysic. Acta, 1243, pp. 477-481.
Geankoplis, C. J., 1997. Transport Processes And Unit Operations, , Prentice-Ppl India
Publisher, New Delhi, edisi ketiga, pp.723.
Ghebremichael, K.A., Gunaratna, K.R., Henriksson, H., Brumer, H., & Dalhammar, G.,
2005. A simple purification and activity assay of the coagulant protein from
Moringa oleifera seed. Water Research, 39(11), pp.2338–2344.
Graham, N., Gang, F., Fowler, G., & Watts, M., 2008. Characterisation and coagulation
performance of a tannin-based cationic polymer: A preliminary assessment.
Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 327(1–3),
pp.9–16.
Greenlee, L.F., Lawler, D.F., Freeman, B.D., Marrot, B., & Moulin, P., 2009. Reverse
osmosis desalination: Water sources, technology, and today’s cpplenges. Water
Research, 43(9), pp.2317–2348.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0043135409001547
Gunawan, B., & Citra D. A., 2005. Karakterisasi Spektrofotometri IR Dan Scanning
Electron Microscopy (SEM) Sensor Gas Dari Bahan Polimer Poly Ethelyn
Glycol (P E G). ISSN 1979-6870.
Haaroff, J., & Cleasby, J.L., 1988. Comparing aluunium and iron coagulants for in line
filtration of cold water, Journal American Water Works Association, 80, pp 168-
175.
116
Hameed, Y.T., Idris, A., Hussain, S.A., & Norhafizah, A., 2016. A tannin-based agent for
coagulation and flocculation of municipal wastewater: Chemical composition,
performance assessment compared to Polyaluminum chloride, and application in
a pilot plant. Journal of Environmental Management, 184, pp.494–503.
Hastuti, E., & Wardiha, M.W., 2012. A study of brackish water membrane with
ultrafiltration pretreatment in Indonesia’s coastal area. Journal of Urban and
Environmental Engineering, 6(1), pp.10–17.
Hendrawati, Indra, R.Y., Nurhasni, Eti, R., Hefni, E., & Latifah, K.D., 2016. The use of
Moringa oleifera seed powder as coagulant to improve of wastewater and ground
water. IOP Conf. Series: Earth and Envionmental Science, 31.
Henthorne, L., & Boysen, B., 2015. State-of-the-art of reverse osmosis desalination
pretreatment Desalination, 356, pp.129–139.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916414005621.
Hidayat, S., 2006. Protein Biji Kelor sebagai bahan aktif penjernihan air. Academia Edu.
Höpner, T., & Lattemann, S., 2003. Chemical impacts from seawater desalination plants
— a case study of the northern Red Sea. Desalination, 152, pp.133–140.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916402010561\nhttp://lin
kinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0011916402010561
Ho, J.S., Ma, Z., Qin, J., Sim, S.H., & Toh, C.S., 2015. Inline coagulation – ultrafiltration
as the pretreatment for reverse osmosis brine treatment and recovery, Journal
Desalination, 365, pp. 242-249.
House, A., Listons, T., & Road, L., 2015. Desalination for Water Supply.
International Desalination Agency (IDA), 2015. Desalination Year Book, GWI Desal Data.
Iriawan, N., Astuti, S.P., Sudyanto, H., & Oktaviani, 2006, Mengolah data statistik dengan
menggunakan minitab 14, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Jahn, S.A.A., 1988. Using Moringa seeds as coagulants in developing countries, Journal
American Water Works Association, 80, pp. 43-50.
Jiang, J.Q., 2015. The role of coagulation in water treatment. Current Opinion in Chemical
Engineering 8, pp.36-44.
Jeon, J.R., Kim, E.J., Kim, Y.M., Murugesan, K., Kim, J.H., & Chang, Y.S., 2009. Use of
grape seed and its natural polyphenol extracts as a natural organic coagulant for
removal of cationic dyes. Chemosphere, 77(8), pp.1090–1098.
http://dx.doi.org/10.1016/j.chemosphere.2009.08.036.
Katayon, S., Mohd Noor, M.J., Tat, W.K., Halim, G.A., Thamer, A.M., & Badronisa, Y.,
2007. Effect of natural coagulant application on microfiltration performance in
treatment of secondary oxidation pond effluent. Desalination, 204(1–3 SPEC.
ISS.), pp.204–212.
117
Kang, M., Kamei, T., & Magara, Y., 2003. Comparing polyalumunium chloride and ferric
chloride for ntimony removal, Water Research, 37, pp. 4171-4179.
Kuan, W.H., & Hu, C.Y., 2009. Chemical Evidences for the Optimal Coagulant Dosage
and pH Adjustment of Silica Removal from Chemcal Mechanical Polishing
(CMP) Waste Water, Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering
Aspect, Vol.342, pp.1-7 http://dx.doi.org/10.1016/j.colsurfa.2009.03.019.
Kurihara, M., Yamamura, H., & Nakanishi, T., 1999. High recovery or high pressure
membranes for brine conversion of SWRO process development and its
perfomance data, Journal Desalination, 125, pp. 9-15.
Lattemann, S., & Höpner, T., 2008. Environmental impact and impact assessment of
seawater desalination. Desalination, 220 (1–3), pp.1–15.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916407006005.
Lee, L.Y., Ong, S.L., Hu, J.Y., Tao, G., Kekre, K., Viswanath, B., Lay, W., & Seah, H.,
2009. Ozone biologial activated carbon as pretreatment process for reverse
osmosis brine treatment and recovery, Water Research, 43, pp. 3948-3955.
Löwenberg, J., Baum, J.A., Zimmermann, Y.S., Groot, C., Van den Broek, W., &
Witgens, T., 2015. Comparison of pre-treatment technologies towards improving
reverse osmosis desalination of cooling tower blow down. Desalination, 357,
pp.140–149.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916414006092.
Masel, 2001. Chemical Kinetics and Catalysis, John Wiley
Melián-Martel, N., Sadhwani, J.J., & Pérez Báez, O.S., 2011. Saline waste disposal reuse
for desalination plants for the chlor-alkali industry: The particular case of pozo
izquierdo SWRO desalination plant. Desalination, 281,pp.35–41.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916411006540.
Miller, S.M., Fugate, E.J., Craver, V.O., Smith, J.A., & Zimmerman, J.B., 2008. Toward
Understanding the mechanism of Oputia spp. As natural coagulant for potential
application in water treatment, Environment Sci. Technology, 42, pp.4274-4279.
Menkiti, M.C., & Ezemagu, I.G., 2015. Sludge characterization and treatment of produced
water(PW) using Tympanotonos Fuscatus coagulant (TFC). Petroleum, 1(1).
Mohamed, A.M.O., Maraqa, M., & Al Handppy, J., 2005. Impact of land disposal of reject
brine from desalination plants on soil and groundwater. Desalination, 182(1–3),
pp.411–433.
Montgomery, D.C., 1984, Design and Analysis of Experiments, John Wiley & Sons,
Canada.
Montgomery,.D.C., 2001. Design and Analysis of Experiments, 5th edition, John Wiley &
Sons, Canada.
118
Morillo, J., Usero, J., Rosado, D., Bakouri, H.E., Riaza, A., & Bernaola, F.J., 2014.
Comparative study of brine management technologies for desalination plants,
Journal Desalination, 336, pp. 32-49.
Morton, A.J., Callister, I.K., & Wade, N.M., 1997. Environmental impacts of seawater
distillation and reverse osmosis processes. Desalination, 108(1–3),pp.1–10.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916497000027.
Myers,R.H., & Montgomery,D.C., 2002. Response Surface Methodology, Process and
Product Optimization Using Designed Experiments, 2nd edition, John Wiley &
Sons, Canada
Ndabingengesere, A., Narasiah, K.S., & Talbot, B.G., 1995. Active agent and mechanism
of coagulantion of turbid waters using Moringa oleifera, Water Research, 29, pp.
703-710.
Ndabingengesere, A., & Narasiah, K.S., 1998. Quality of water treated by coagulation
using Moringa Oliefera seeds, Water research. 32(3), pp.781-791.
Ndabingengesere, A., & Narasiah, K.S., 1999. Influence of Operating Parameters on
Turbidity Removal by Coagulation with Moringa Oliefera seeds, Environmental
Technology, Vo. 17, No. 10, pp. 1103-1112.
http://dx.doi.org/10.1080/09593331708616479.
Nisak, S.C., 2014. Metode Permukaan Respon dan Aplikasinya Pada Optimasi Presentase
Ekstrasi Bahan Pengikat (Binder) Pada Produksi Keramik, Academia Edu.
Okuda, T., Baes, A.U., Nishijima, W., & Okada, M., 1999. Improvement of extraction
method of coagulation active components from Moringa oleifera seed. Water
Research, 33(15), pp.3373–3378.
Okuda, T., Baes, A.U., Nishijima, W., & Okada, M., 2001. Coagulation Mechanism of Salt
Solution-Extracted Active Component in Moringa oleifera Seeds. Water
Research, 35(3), pp.830–834.
Okuda, T., Baes, A.U., Nishijima, W., & Okada, M., 2001. Isolation and Characterization
of Coagulant Extracted Active Components in Moringa Oliefera seed by salt
solution, Water Research, 35, pp. 830-834.
Panizza, M., Outtara L., Baranova E., & Ch. Comninellis, 2003. DSA-type anode based on
conductive porous p-silicon substrate. Electrochemistry Communications, 5, pp.
365-368.
Patel, H., & Vashi, R.T., 2012. Removal of Congo Red dye from its aqueous solution using
natural coagulants. Journal of Saudi Chemical Society, 16(2), pp.131–136.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jscs.2010.12.003.
Pearse, M.J., 2003. Historical use and future development of chemicals for solid-liquid
separation in the mineral processing industry, Miner Engineering, 16, pp 103-108.
Petermax, S., Timmer, K.D., & West, R.E., 2003, Plant design and economic for chemical
engineer, Mc Graw Hill,5th edition.
119
Praneeth, K., Manjunath, D., Bhargava, S.K., Tardio, J., & Sridhar, S., 2014. Economical
treatment of reverse osmosis reject of textile industry effluent by electrodialysis–
evaporation integrated process. Desalination, 333(1), pp.82–91.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916413005456.
Prihatinningtyas, 2013. Aplikasi Koagulan Alami dari Tepung Jagung Dalam Pengolahan
Air Bersih. Jurnal Teknosains, 2(2), pp.1–26.
Prisdiminggo, Panjaitan, T., & Astiti, L.G.S., 2011. Production and quality planted from
seed in Research Field of Balai Pengkajian Teknologi Pertanian- Nusa Tenggara
Barat, National Seminar on Livestock and Veterinary Technology, pp. 825-828.
Purwaka, & Agus, 1992. Ekstraksi Protein dari Biji Turi, Laporan Penelitian, Jurusan
Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Raissi, S., & Farzani, R.E., 2009. Statistical process optimization through multi response
surface methodology, World Academy of Science, Engineering and Technology,
pp.267-271.
Rahul, R., Usha, J., Gautam, S., & Mishra, S., 2014. A novel polymeric flocculant based
on polyacrylamide grafted inulin: Aqueous microwave assisted synthesis.
Carbohydrate Polymers, 99.
Raventos, N., Macpherson, E., & Garcia-Rubies, A., 2006. Effect of brine discharge from
a desalination plant on macrobenthic communities in the NW Mediterranean.
Marine Environmental Research, 62(1), pp.1–14.
Ravizky, A., & Nadav, N., 2007. Salt production by evaporation of SWRO brine in Eliat:
a success story, Journal Desalination, 205, pp. 374-379.
Reig, M., Casas, S., & Aladjem, C., 2014. Concentration of NaCl from seawater reverse
osmosis brines for the chlor-alkali industry by electrodialysis. Desalination, 342,
pp.107–117.
Richard, R.G., Setiyadi, Ira I, & Linda W., 2001. Koefisien Perpindahan Massa pada Proses
Ekstraksi Kopi, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2001,
pp. A-1-1, Universitas Diponegoro, Semarang.
Rustanti, I., Hadi, W., & Slamet, A., 2018. The ability of a natural flocculant ‘ moringa
oleifera ’ in reducing the amount of seawater reverse osmosis reject water’s
dissolved solids. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, 13(7),
pp.2443–2452
Rustanti, I., Hadi, W., & Slamet, A., 2018. Clarification of pharmaceutical wastewater with
Moringa Oleifera: Optimization through Response Surface Methodology, Journal
of Ecological Engineering, 19 (3), pp.126-134.
Rodwel, W.V., 2003. Biokimia Harper, Hlm. 25-56, Penerbit EGC, Jakarta.
Sadhwani, J.J., Veza, J.M., & Santana, C., 2005. Case studies on environmental impact of
seawater desalination. Desalination, 185(May), pp.1–8.
120
Sadrzadeh, M., & Mohammadi, T., 2008. Sea water desalination using electrodialysis.
Desalination, 221(1–3), pp.440–447.
Sagle, A., & Freeman, B., 2004. Fundamentals of membranes for water treatment. The
Future of Desalination in Texas. pp.1–17.
http://www.twdb.state.tx.us/publications/reports/numbered_reports/doc/R363/C6.pdf
Sánchez-Martín, J., Beltrán-Heredia, J., & Peres, J.A., 2012. Improvement of the
flocculation process in water treatment by using Moringa oleifera seeds extract.
Brazilian Journal of Chemical Engineering, 29(3), pp.495–501.
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0104-
66322012000300006&lng=en&nrm=iso&tlng=en
Sanghi, R., Bhatttacharyaa, B., & Singh, V., 2002. Cassia angustifolia seed gum as an
effective natural coagulant for decolourisation of dye solutions, Green Chem., 4,
pp. 252-254.
Satterfield, Z.P.E., 2005. Jar Testing Tech Brief, NESC Engineering, Spring 5(1).
http://www.nesc.wvu.edu/ndwc/ndwc_tb_available.htm
Shak, K.P.Y., & Wu, T.Y., 2014. Coagulation-flocculation treatment of high-strength agro-
industrial wastewater using natural Cassia obtusifolia seed gum: Treatment
efficiencies and flocs characterization. Chemical Engineering Journal, 256,
pp.293–305.
http://dx.doi.org/10.1016/j.cej.2014.06.093.
Shammas, N.K., 2004. Coagulation and Flocculation, Physicochemical Treatment
Processes for Water Reuse. 3 ed. Physicochemical Treatment Processes. Totowa,
New Jersey 07512: Humanapress.
Shultz, C.R., & Okun, D.A., 1984. Surface Water treatment for Communities in Developing
Countries, Great Britain, Intermediate Tech. Publications.
Suarni, & Firmansyah,I.U., 2005. Pengaruh umur panen terhadap kandungan nutrisi biji
jagung beberapa varietas. Hasil penelitian Balitsereal Maros.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi, P., 2007. Analisa untuk Bahan Makanan dan
Pertanian; Penerbit Liberty Yogyakarta.
Sudarmi, S., & Siswanti, 2011. Koefisien Transfer Massa pada Ekstraksi Biji Pala dengan
Pelarut Etanol. Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya
Alam Indonesia, Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan.”
Sumarjan, Bantoso, B.B., & Sumarjan, 2017. Viability of seeds Moringa oleifera lam, and
seed growth in various levels of maturity of fruit, Crop. Agro, 1(1), pp.83-91.
Susanti E., Ciptati, Ratnawati, R., Aullani’am, & Rudijanto, A., 2015. Qualitative
analysis of catechins from green tea GMB-4 clone using HPLC and LC-MS/MS.
Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 5(12), pp.1046–1050. Available
at: http://dx.doi.org/10.1016/j.apjtb.2015.09.013.
121
Teh, C.Y., Wu, T.Y. & Juan, J.C., 2014. Potential use of rice starch in coagulation-
flocculation process of agro-industrial wastewater: Treatment performance and
flocs characterization. Ecological Engineering, 71.
Viessman M. Jr., & Hammer, M.J., 1993. Water Supply and Pollution Control, 5th ed
Harper Collins College Pub, New York.
Vigneswaran, S., Ngo, H.H., Chaudhary, D.S., & Hung, Y.T., 2004. Physicochemical
Treatment Processes for Water Reuse. 3 ed. Physicochemical Treatment
Processes. Totowa, New Jersey 07512: Humanapress.
Wadi, A.H., 2010. Effect of a Gravel Bed Flocculator on the Efficiency of a Low Cost
Water Treatment Plants. International Journal of Environmental, Chemical,
Ecological, Geological and Geophysical Engineering, 4(2), pp.210–215.
Wagner,G., 1982. The Latin America Approach to Improving Water Supply, Journal
American Water Works Association, Vo. 74, No.4.
Wandera, D., Wickramasinghe, S.R. & Husson, S.M., 2011. Modification and
characterization of ultrafiltration membranes for treatment of produced water.
Journal of Membrane Science, 373(1–2), pp.178–188. Available at:
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0376738811001773
Warmadewanthi, Citraningrum, H.M., & Liu, J.C., 2012. Precipitation of Anions:
Chemistry, Prediction, and Environmental Applications, Environmental Science,
Engineering and Technology, Nova Science Publisher, Inc., New York, pp 1-49.
Widowati, S., Santosa, B.A.S., & Suarni., 2005. Mutu gizi dan sifat fungsional jagung.
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Makassar, 29-30 September 2005. pp. 343-
350.
Yin, C.Y., 2010. Emerging usage of plant-based coagulants for water and wastewater
treatment. Process Biochemistry, 45(9), pp.1437–1444.
http://dx.doi.org/10.1016/j.procbio.2010.05.030.
Zhao, S., Huang, G., Cheng, G., Wang, Y., & Fu, H., 2014. Hardness, COD and turbidity
removals from produced water by electrocoagulation pretreatment prior to
Reverse Osmosis membranes. Desalination, 344, pp.454–462.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916414002173.
LAMPIRAN 1
123
NO.
I
1
2
3
II
1
2
3
4
5
III
1
2
3
4
5
6
7
8
9
IV
1
2
3
NO.
V
1
2
3
VI
1
2
3
NO. DESCRIPTION UNIT PRICE EXT. PRICE
I
1 Research & Development 1 lot 150.000.000Rp 150.000.000Rp
2 Design & Engineering 1 lot 350.000.000Rp 350.000.000Rp
3 Drawing & Documentation 1 lot 50.000.000Rp 50.000.000Rp
550.000.000Rp
II
1 Land Clearing 1 lot 50.000.000Rp 50.000.000Rp
2 Cut & Fill 1 lot 100.000.000Rp 100.000.000Rp
3 Pondasi 1 lot 250.000.000Rp 250.000.000Rp
4 Konstruksi Bangunan Pabrik 1 lot 1.500.000.000Rp 1.500.000.000Rp
5 Bangunan Penunjang 1 lot 150.000.000Rp 150.000.000Rp
2.050.000.000,00Rp
III
1 REJECT WATER SWRO TANK 1 unit 1.000.000.000Rp 1.000.000.000Rp
Kapasitas : 2000 m3
Material : SUS-304
2 MIXING TANK 2 unit 500.000.000Rp 1.000.000.000Rp
Kapasitas : 500 m3/jam
Material : SUS-304
Accessories : Mixing Agitator 0,37 kW
3 SEDIMENTATION TANK 1 unit 2.700.000.000Rp 2.700.000.000Rp
Kapasitas : 500 m3/jam
Material : SUS-304
Accessories : Scrapper 1,0 kW
4 TRANSFER TANK 1 unit 100.000.000Rp 100.000.000Rp
Kapasitas : 100 M3
Material : HDPE
5 NaCl 5 % TANK 1 unit 1.000.000.000Rp 1.000.000.000Rp
Kapasitas : 2000 m3
Material : SUS-304
6 FILTER PRESS MACHINE 1 unit 26.000.000Rp 26.000.000Rp
Kapasitas : 1000 lcpc
Operation : Semi automatic
7 SLUDGE HOLDING TANK 1 Set 50.000.000Rp 50.000.000Rp
Kapasitas : 30.000 liter
Material : HDPE
8 CHEMICAL HANDLING INJECTION SYSTEM
NaOH, D-001 1 unit 100.000.000Rp 100.000.000Rp
Kapasitas : 0-2000 liter/jam
Power : 1.0 kw/380 V/3pH/1450 rpm
Na2CO3, D-002 1 unit 150.000.000Rp 150.000.000Rp
Kapasitas : 0-3000 liter/jam
Power : 1.5 kw/380 V/3pH/1450 rpm
Moringa, D-003 1 unit 250.000.000Rp 250.000.000Rp
Kapasitas : 0-11000 liter/jam
Power : 2.5 kw/380 V/3pH/1450 rpm
Mixing Agitator 3 unit 10.000.000Rp 30.000.000Rp
Speed : 150 rpm
Power : 0.37 KW/380V/3pH/50Hz/250 rpm
Mixing Tank 3 unit 15.000.000Rp 45.000.000Rp
Kapasitas : 5000 liter
Material : HDPE
Storage Tank For : 3 unit 50.000.000Rp 150.000.000Rp
Kapasitas : 30.000 liter
Material : HDPE
9 ALAT LABORATORIUM 1 unit 50.000.000Rp 50.000.000Rp
6.651.000.000Rp
IV
1 Control Panel 1 unit 250.000.000Rp 250.000.000Rp
2 Electrical cable & Accessories 1 lot 200.000.000Rp 200.000.000Rp
3 Conduit Pipe & Accressories 1 lot 100.000.000Rp 100.000.000Rp
550.000.000Rp
ELECTRICAL WORK
LAMPIRAN 2
BREAK DOWN PRICE
BIAYA INVESTASI PABRIK NaCl 5% KAPASITAS 4,7 TPD
QTY
PREPARATION WORK
Sub Total I
CIVIL WORK
Sub Total II
MECHANICAL WORK
Sub Total III
Sub Total IV
NO. DESCRIPTION UNIT PRICE EXT. PRICE
BREAK DOWN PRICE
BIAYA INVESTASI PABRIK NaCl 5% KAPASITAS 4,7 TPD
QTY
V
1 Pipe PVC AW & SUS 304 1 lot 300.000.000Rp 300.000.000Rp
2 Fitting & Accessories 1 lot 150.000.000Rp 150.000.000Rp
3 Valve & Accessories 1 lot 250.000.000Rp 250.000.000Rp
700.000.000Rp
VI
1 Installation 1 lot 350.000.000Rp 350.000.000Rp
2 Transportation material to site 1 lot 50.000.000Rp 50.000.000Rp
3 Commisioning (exclude chemical) 1 lot 100.000.000Rp 100.000.000Rp
500.000.000Rp
11.001.000.000Rp
Sebelas Milyar Satu Juta Rupiah
PIPING WORK DI AREA WTP
Sub Total V
OTHER
Sub Total VI
Total
Reject Water SWRO 470,0 m3/jam
Total Produksi NaCl 4.700,0 ton/day
1 OPEX dari Reject Water SWRO menjadi NaCl 5 %
Rp/hari
Harga / kwh Rp 1.300
Mixing Tank Agitator-1 0,37 24 8,9 11.544 1,02
Mixing Tank Agitator-2 0,37 24 8,9 11.544 1,02
Scrapper Sedimentation Tank 1,00 24 24,0 31.200 2,77
Cation-Anion Feed Pump, P-01 70,00 24 1.680,0 2.184.000 193,6
Filter Press Machine 5,00 24 120,0 156.000 13,8
NaOH Dosing pump (D‐001) 1,00 24 24,0 31.200 2,8
Na2CO3 Dosing pump (D‐002) 1,50 24 36,0 46.800 4,1
Moringa Dosing pump (D‐003) 2,50 24 60,0 78.000 6,9
Mixing Agitator For NaOH 0,37 24 8,9 11.544 1,0
Mixing Agitator For Na2CO3 0,37 1 0,4 481 0,0
Mixing Agitator For Moringa 0,37 1 0,4 481 0,0
82,85 2.562.794 227,2
B. Chemical ppm Kg/hari Rp/kg Rp/hari Rp/m3
NaOH 4.000,0 18.800,0 6.300 118.440.000 25.200,0
Na2CO3 6.000,0 28.200,0 1.300 36.660.000 7.800,0
Moringa 11.750,0 117,50 27.356 3.214.359 683,9
158.314.359 33.683,9
C. Operator Personel Gaji/bln Total Gaji/bln Rp/hari Rp/m3
12 3.500.000 42.000.000 1.400.000 124,1
D. Maintenance Rp/hari Rp/m3
5% dari total cost (A+B+C) 8.113.858 719,3
Total Biaya Operasional dari Reject Water --> NaCl 5 % 34754,5314 per m3 reject water
34.755 per m3 NaCl 5%
Harga NaCl industri (bubuk), import 2.400.000 per ton sudah termasuk bea masuk+ ekspedisi
2.400 per kg
Demin water 50.000 per m3
NaCl 5% (50 kg/m3) 170.000 per m3 beaya untuk membuat NaCl 5% dari garam industri
BIAYA OPERASIONAL (OPEX)
A. Listrik Kw Jam Op Total Kwh/hari Rp/m3
CHEMICAL SYSTEM
Kapasitas Recovery 470 m3/jam
Dosis / Konsentrasi Bahan Kimia
Precipitant-1 4000 ppm = 4000 mg/L = 4000 gr/m3 = 4 kg/m3
Precipitant-2 5000 ppm = 5000 mg/L = 5000 gr/m3 = 5 kg/m3
POLYMER 25 gr/L = mg/L = 25000 gr/m3 = 25 kg/m3
Konsentrasi Larutan
Precipitant-1 28 % = 28 kg/100L
Precipitant-2 10 % = 10 kg/100L
POLYMER 2,5 % = 2,5 kg/100L
Kebutuhan Bahan Kimia
Precipitant-1 1880 kg/jam
Precipitant-2 2350 kg/jam
POLYMER MO 11750 kg/jam
Harga Bahan Kimia Konsentrasi ekstrak MO 25 g/L
Precipitant-1 6.300Rp per Kg Dibuat dari:
Precipitant-2 1.300Rp per Kg MO bubuk 50 Kg 15.000 Rp/Kg 750.000 Rp/m3
POLYMER 138Rp per Kg Ethanol (4: 1) 4 Lt 80.000 Rp/L 320.000 Rp
Garam 1M 48,5 kg/M3 500 Rp/Kg 24.250 Rp/m3
Biaya Bahan Kimia Total 1.094.250 Rp/40 m3 reject water
Precipitant-1 11.844.000Rp kg/jam
Precipitant-2 3.055.000Rp kg/jam Harga ekstrak MO 3.214.359 Rp/day 27.356 Rp/m3 reject water
POLYMER 1.621.500Rp kg/jam
Total Pemakaian Bahan Kimia 16.520.500Rp per jam
396.492.000Rp per day 5 gr MO + 100 ml NaCl 1 M --> 50 kg dalam 1 m3 NaCl 1 M --> untuk 40 m3 reject water
Dosis : 25 g/L = 25 kg ekstrak/M3 reject water
HPP Bahan Kimia 35.150Rp per m3 atau 25 kg ekstrak MO/M3 reject water
35Rp per liter
PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%
KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari
SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA
Sumber Dana Penggunaan Dana
Modal Sendiri 25.148.838.080 Pembangunan Instalasi 25.148.838.080
Pinjaman - Asuransi 0
Backup pembayaran 0
Jumlah 25.148.838.080 Jumlah 25.148.838.080
DEPRESIASI METODE GARIS LURUS AWAL DEBET KREDIT TOTAL AKM NILAI
TAHUN DEPRESIASI AKM DEPR DEPRESIASI BUKU
JUMLAH INSTALASI (unit) 1 0 0 0 0 25.148.838.080
HARGA PER UNIT 25.148.838.080 1 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 22.733.954.272
TOTAL HARGA PEROLEHAN 25.148.838.080 2 2.414.883.808 2.414.883.808 4.829.767.616 20.319.070.464
NILAI SISA 1.000.000.000 3 2.414.883.808 2.414.883.808 7.244.651.424 17.904.186.656
UMUR EKONOMIS (tahun) 10 4 2.414.883.808 2.414.883.808 9.659.535.232 15.489.302.848
5 2.414.883.808 2.414.883.808 12.074.419.040 13.074.419.040
6 2.414.883.808 2.414.883.808 14.489.302.848 10.659.535.232
7 2.414.883.808 2.414.883.808 16.904.186.656 8.244.651.424
8 2.414.883.808 2.414.883.808 19.319.070.464 5.829.767.616
CASH - FLOW
Keterangan Tahun ke-0 Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Tahun ke-6 Tahun ke-7 Tahun ke-8
Kas masuk
Modal Pemilik 25.148.838.080 0 0 0 0 0 0 0 0
Penerimaan setoran 0 108.570.000.000 124.855.500.000 143.583.825.000 165.121.398.750 189.888.930.000 218.372.269.500 251.128.109.925 288.797.326.414
Total penerimaan 25.148.838.080 108.570.000.000 124.855.500.000 143.583.825.000 165.121.398.750 189.888.930.000 218.372.269.500 251.128.109.925 288.797.326.414
Saldo awal kas 0 0 14.876.524.062 34.966.454.016 61.361.122.951 95.346.496.140 138.434.984.096 192.404.236.884 259.339.247.869
Total kas tersedia 25.148.838.080 108.570.000.000 139.732.024.062 178.550.279.016 226.482.521.701 285.235.426.140 356.807.253.596 443.532.346.809 548.136.574.283
Kas Keluar
Pembangunan Instalasi 25.148.838.080 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya O & M 0 88.377.772.972 97.215.550.269 106.937.105.296 117.630.815.826 129.393.897.409 142.333.287.149 156.566.615.864 172.223.277.451
Retribusi 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pokok pinjaman 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pembayaran bunga 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pajak 0 5.315.702.966 7.550.019.777 10.252.050.769 13.505.209.735 17.406.544.635 22.069.729.563 27.626.483.076 34.230.249.546
Total pengeluaran 25.148.838.080 93.693.475.938 104.765.570.046 117.189.156.065 131.136.025.561 146.800.442.044 164.403.016.712 184.193.098.940 206.453.526.997
Sisa 0 14.876.524.062 34.966.454.016 61.361.122.951 95.346.496.140 138.434.984.096 192.404.236.884 259.339.247.869 341.683.047.285
Saldo kas minimum 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000
Pinjaman 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Saldo akhir 0 14.876.524.062 34.966.454.016 61.361.122.951 95.346.496.140 138.434.984.096 192.404.236.884 259.339.247.869 341.683.047.285
PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT WATER SWRO
PRODUK : LARUTAN CRUDE NaCl 5%
KAPASITAS : 4700 m3/hari
PROYEKSI LABA RUGI
TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN
I II III IV V VI VII VIII
1 KAPASITAS PRODUKSI
Kapasitas Produksi Awal Tahun m3/hari 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700
Penambahan Kapasitas Produksi m3/hari 0 0 0 0 0 0 0 0
Kapasitas Produksi Akhir Tahun m3/hari 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700
2 RENCANA PENDAPATAN PENJUALAN AIR
Rencana Jumlah Air dijual m3 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000
Harga Jual per tahun I Rp/m3 70.000
Kenaikan harga jual % 0% 15% 15% 15% 15% 15% 15% 15%
Harga jual air per m3 setelah kenaikan Rp. 70.000 80.500 92.575 106.461 122.430 140.795 161.914 186.201
Jumlah Pendapatan Rp. 108.570.000.000 124.855.500.000 143.583.825.000 165.121.398.750 189.888.930.000 218.372.269.500 251.128.109.925 288.797.326.414
3 BIAYA PRODUKSI
Direct Production Cost Rp. 75.721.612.972 83.293.774.269 91.623.151.696 100.785.466.866 110.864.013.553 121.950.414.908 134.145.456.399 147.560.002.039
Plant Overhead Cost Rp. 8.437.440.000 9.281.184.000 10.209.302.400 11.230.232.640 12.353.255.904 13.588.581.494 14.947.439.644 16.442.183.608
General Expense Rp. 4.218.720.000 4.640.592.000 5.104.651.200 5.615.116.320 6.176.627.952 6.794.290.747 7.473.719.822 8.221.091.804
Jumlah Biaya Operasional dan Pemeliharaan Rp. 88.377.772.972 97.215.550.269 106.937.105.296 117.630.815.826 129.393.897.409 142.333.287.149 156.566.615.864 172.223.277.451
4 PENDAPATAN DAN BIAYA LAIN-LAIN
Pendapatan lain-lain Rp. 0 0 0 0 0 0 0 0
Retribusi air sungai Rp. 0 0 - - - - - -
Pembayaran bunga Rp. - - - - 0 0 0 0
Penyusutan Rp. 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808
Pendapatan dan biaya lain-lain Rp. 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808
5 LABA RUGI SEBELUM PAJAK Rp. 17.777.343.220 25.225.065.923 34.231.835.896 45.075.699.116 58.080.148.783 73.624.098.543 92.146.610.253 114.159.165.155
6 PAJAK Rp. 5.315.702.966 7.550.019.777 10.252.050.769 13.505.209.735 17.406.544.635 22.069.729.563 27.626.483.076 34.230.249.546
7 LABA RUGI SETELAH PAJAK (EAT) Rp. 12.461.640.254 17.675.046.146 23.979.785.127 31.570.489.381 40.673.604.148 51.554.368.980 64.520.127.177 79.928.915.608
No. URAIAN SATUAN
KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari
PENILAIAN PROYEK DENGAN AVERAGE RATE OF RETURN
Investasi Awal 25.148.838.080
Aliran kas
Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow
Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062
Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954
Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935
Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189
Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956
Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788
Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985
Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 82.343.799.416
Rata-rata EAT 40.295.497.103
Rata-rata investasi 25.148.838.080
AVERAGE RATE OF RETURN 160,23%
Initial Investment 25.148.838.080
Aliran kas
Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow
Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062
Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954
Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935
Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189
Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956
Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788
Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985
Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 82.343.799.416
Initial Investment 25.148.838.080 Kelebihan bulan 24,79
cash inflow th 1 14.876.524.062
Belum tertutup 10.272.314.018 PAYBACK PERIOD (tahun) 1,93
cash inflow th 2 20.089.929.954
Belum tertutup (9.817.615.936)
cash inflow th 3 26.394.668.935
Belum tertutup (36.212.284.871)
cash inflow th 4 33.985.373.189
Kelebihan 70.197.658.060
PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT
WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%
PENILAIAN PROYEK DENGAN PAYBACK PERIOD
KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari
PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT
WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%
PENILAIAN PROYEK DENGAN INTERNAL RATE OF RETURN
Investasi Awal 25.148.838.080
Aliran kas
Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow
Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062
Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954
Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935
Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189
Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956
Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788
Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985
Investasi awal/Initial Investment (25.148.838.080)
Aliran kas/cash inflow tahun 1 14.876.524.062
Aliran kas/cash inflow tahun 2 20.089.929.954
Aliran kas/cash inflow tahun 3 26.394.668.935
Aliran kas/cash inflow tahun 4 33.985.373.189
Aliran kas/cash inflow tahun 5 43.088.487.956
Aliran kas/cash inflow tahun 6 53.969.252.788
Aliran kas/cash inflow tahun 7 66.935.010.985
Aliran kas/cash inflow tahun 8 82.343.799.416
IRR ESTIMATE 25,00%
IRR ACTUAL 86,74%
KESIMPULAN
Investasi layak
KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari
PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT
WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%
PENILAIAN PROYEK DENGAN NET PRESENT VALUE
Investasi Awal 25.148.838.080
Aliran kas
Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow
Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062
Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954
Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935
Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189
Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956
Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788
Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985
Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 82.343.799.416
Investasi awal/Initial Investment 25.148.838.080
Aliran kas/cash inflow tahun 1 14.876.524.062
Aliran kas/cash inflow tahun 2 20.089.929.954
Aliran kas/cash inflow tahun 3 26.394.668.935
Aliran kas/cash inflow tahun 4 33.985.373.189
Aliran kas/cash inflow tahun 5 43.088.487.956
Aliran kas/cash inflow tahun 6 53.969.252.788
Aliran kas/cash inflow tahun 7 66.935.010.985
Aliran kas/cash inflow tahun 8 82.343.799.416
Tingkat suku bunga 24,00%
Net Present Value 87.257.766.475
KESIMPULAN
Investasi layak
KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari
PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT
WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%
PENILAIAN INVESTASI DENGAN PROFITABILITY INDEX
Investasi Awal 25.148.838.080
Aliran kas
Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow
Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 10.046.756.446
Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 15.260.162.338
Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 21.564.901.319
Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 29.155.605.573
Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 38.258.720.340
Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 49.139.485.172
Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 62.105.243.369
Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 77.514.031.800
Investasi awal/Initial Investment 25.148.838.080
Aliran kas/cash inflow tahun 1 10.046.756.446
Aliran kas/cash inflow tahun 2 15.260.162.338
Aliran kas/cash inflow tahun 3 21.564.901.319
Aliran kas/cash inflow tahun 4 29.155.605.573
Aliran kas/cash inflow tahun 5 38.258.720.340
Aliran kas/cash inflow tahun 6 49.139.485.172
Aliran kas/cash inflow tahun 7 62.105.243.369
Aliran kas/cash inflow tahun 8 77.514.031.800
Tingkat suku bunga 24,00%
Net Present Value 70.734.058.134
Profitability Index 3,81
PENILAIAN INVESTASI DENGAN BERBAGAI KRITERIA
Investasi Awal 25.148.838.080
Aliran kas
Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow
Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062
Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954
Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935
Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189
Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956
Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788
Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985
Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 82.343.799.416
AVERAGE RATE OF RETURN 160,23%
PAYBACK PERIOD (tahun) 1,93
INTERNAL RATE OR RETURN 86,74%
NET PRESENT VALUE 87.257.766.475
PROFITABILITY INDEX 3,81
KESIMPULAN
Investasi layak
133
LAMPIRAN 3
PROSEDUR ANALISA
A. PROSEDUR PEMAKAIAN RADIOMETER ABL77
1. PRINSIP
Electrolite Analyzer Radiometer ABL 77 adalah alat penunjang dalam laboratorium
yang didukung oleh larutan-larutan elektrolit. Electrolite analyzer dapat mendeteksi ion
garam anorganik, ion kalsium dengan sample bahan yang kecil. Electrolite analyzser
menggunakan metode ion elektroda selektif untuk menghasilkan pengukuran tepat dari
suatu pengujian. Alat ini terdiri dari enam elektrode natrium, kalium, kalsium, lithium,
magnesium dan elektroda CST.
Pengukuran electrolytes diukur dengan proses yang dikenal sebagai potensiometri.
Metode ini mengukur tegangan yang berkembang antara permukaan dalam dan luar
elektroda selektif ion. Elektroda (membran) terbuat dari bahan yang selektif permeabel
untuk ion yang diukur. Misalnya, natrium elektroda terbuat dari formula kaca khusus yang
selektif mengikat ion natrium. Bagian dalam elektroda diisi dengan cairan yang
mengandung ion natrium, dan bagian luar membran kaca direndam dalam sampel.
Perbedaan potensial berkembang melintasi membran kaca yang tergantung pada perbedaan
konsentrasi natrium (aktivitas) di dalam dan di luar membran kaca. Potensi ini diukur
dengan membandingkannya dengan potensi elektroda referensi. Karena potensi elektroda
referensi tetap konstan, perbedaan tegangan antara dua elektroda tersebut diberikan untuk
konsentrasi natrium dalam sampel.
2. ELEKTRODE POTENSIOMETER
Elektroda K (E722) adalah elektroda ion yang memiliki sensing elemen adalah
membran PVC yang mengandung pembawa ion kalium netral. Membran yang sangat
134
sensitif ditutupi dengan membran selofan agar lindungi dari sampel. Elektrolit memiliki
konstanta dan konsentrasi ion kalium yang diketahui. Ketika sebuah sampel dihubungi
dengan elektroda, sebuah potensi berkembang di seluruh PVC dan plastik membran.
Potensi bergantung pada perbedaan antara potasium (lebih tepatnya, aktivitas) di elektrolit
dan sampel. Jika cK + dalam kedua solusi itu sama, potensi di ujung elektroda akan menjadi
0 V.
Elektroda Na (E755) adalah elektroda ionselektif yang elemen penginderanya adalah pin
keramik Na + -sensitif terdapat di ujung jaket. Elektrolit memiliki konsentrasi ion sodium
yang konstan dan diketahui. Ketika sebuah sampel membawa kontak dengan elektroda,
sebuah potensi berkembang melintasi pin keramik. Potensi tergantung pada perbedaan
antara natrium (lebih tepatnya, aktivitas) dalam elektrolit dan sampel. Jika cNa + pada
kedua solusi adalah sama, potensi di ujung elektroda akan menjadi 0 V.
135
Elektroda Ca (E733) adalah elektroda ionselective yang elemen penginderanya adalah
membran PVC yang mengandung pembawa ion kalsium-netral. Membran yang
mengandung ionik ditutupi dengan membran selofan untuk melindunginya dari sampel.
Elektrolit memiliki konsentrasi ion kalsium yang konstan dan diketahui. Ketika sampel
dibawa dalam kontak dengan elektroda, sebuah potensi berkembang di seluruh selaput PVC
dan selofan. Potensi tergantung pada perbedaan antara kalsium (lebih tepatnya, aktivitas)
di elektrolit dan sampel. Jika cCa2 + di kedua solusi adalah sama, potensi di ujung elektroda
akan menjadi 0 V
Elektroda Cl (E744) adalah elektroda ionselektif yang elemen penginderanya adalah
membran PVC yang mengandung pembawa ion klorida. Membran yang sensitif terhadap
ion ditutupi dengan membran selofan untuk melindunginya dari sampel. Elektrolit
memiliki konsentrasi ion klorida yang konstan dan diketahui. Ketika sebuah sampel
136
membawa kontak dengan elektroda, sebuah potensi berkembang di seluruh PVC dan
plastik membran. Potensi tergantung pada perbedaan antara klorida (lebih tepatnya,
aktivitas) di elektrolit dan sampel. Jika cCl− di kedua solusi sama, potensi di ujung
elektroda akan menjadi 0 V
B. PROSEDUR ANALISA SULFAT
1. Peralatan Yang Digunakan:
- Spektrofotometer
- Botol distilat
- Pipet takar, pipet volume, tabung reaksi
2. Bahan Kimia
- Larutan standar sulfat (0,05 mg/ml)
- Larutan Barium Chromat
- Larutan Amoniak
- Destilat water
3. Prosedur Analisa
- Mengambil larutan sample sebanyak 20 ml dengan pipet takar dan
memasukkannya ke tabung reaksi
- Menambahkan destilat water kedalam larutan sample hingga volume menjadi 30
ml
- Membuat kurva kalibrasi dengan larutan standar dengan larutan standar sulfat
(0,05 mg/ml) dengan pipet takar masing-masing 0; 2ml; 5ml; 7ml; 10ml,
kemudian memasukkannya ke dalam tabung reaksi.
- Menambahkan destilat water kedalam volume larutan standar hingga menjadi
30 ml.
- Menambahkan 4 ml larutan Barium Chromat (BaCrO4) ke dalam masing-
masing tabung reaksi dengan menggunakan stopper, mengocok dan
mendiamkan selama 5 menit.
- Menambahkan 1 ml larutan amoniak ke dalam masing-masing tabung reaksi,
menutup dan mengocok tabung reaksi dan mendiamkan selama 5 menit
- Menambahkan 10 ml Etanol ke dalam masing-masing tabung reaksi, menutup
dan mengocok tabung reaksi, selanjutnya mendiamkan selama 30 menit.
137
- Menyaring larutan tersebut dan menampung filtratnya ke dalam erlenmeyer 25
ml
- Mengukur abdorban standar dan sample pada panjang gelombang 370 nm
menggunakan spektrofotometer
- Menentukan harga absorbance sample dengan membandingkan dengan kurva
standar
- Menghitung konsentrasi sulfat.
4. Perhitungan
Larutan standar
Standar Konsentrasi Absorbansi
Standar 1 0 0,0015
Standar 2 2 0,0828
Standar 3 5 0,2277
Standar 4 7 0,3334
Standar 5 10 0,4919
Perhitungan Sulfat:
𝐾 =𝐴 𝑥 𝐵
𝑉 𝑥 1000
Dimana : K = konsentrasi sulfat (mg/L)
A = konsentrasi larutan standar (mg/ml)
B = konsentrasi larutan sample (mg/ml)
V = volume larutan sample
138
C. PROSEDUR ANALISA KLORIDA
1. Metode : Potensiometri SNI 6439:2013
Metode ini digunakan untuk uji yang mengandung 2 mg/L sampai 1000 mg/L ion
klorida . Rentang konsentrasi dapat diperluas dengan mengencerkan suatu larutan.
Ion klorida diukur dengan cara potensiometri menggunakan electrode ion-selektif
klorida yang dihubungkan dengan sebuah penghubung ganda, tipe lengan electrode
pembanding. Potensial dibaca menggunakan pengukur pH yang dilengkapi skala
millivolt, atau pengukur ion selektif yang memiliki skala konsentrasi langusng
untuk klorida. Metode ini tidak terkendala bila sulfida sampai 500 mg/L.
2. Peralatan yang digunakan:
- Pengukur pH
- Elektroda ion-selektif Klorida, yang memiliki membrane kurang peka terhadap
AgCl.
- Pengaduk magnetic
- Batang pengaduk yang berlapis TFE-fluorokarbon
- Pipet volume
3. Bahan Kimia
- Natrium bromat
- Asam nitrat pekat
- NaCl
- Air distilat
4. Pereaksi
4.1.Larutan Penyesuai Kekuatan Ion Klorida (PKIK)
- Melarutkan 15,1 g Natrium bromate dalam 800 mL air.
- Menambahkan 75 mL asam nitrat pekat, dan aduk secara sempurna dengan
pengaduk mekanik.
- Mengencerkan dengan air distilat sampai volume 1 L
- menyimpan larutan PKIK dalam wadah polyetilen atau gelas.
4.2.Larutan Persediaan Klorida (1000 mL)
- Melarutkan 1,648 g NaCl yanga telah dikeringkan selama 1 jam pada suhu
600oC di dalam air, ke dalam sebuah labu ukur
- Mengencerkan sampai volume 1 L
4.3.Larutan Standar Klorida (100 mg/L, 10 mg/L, dan 1,0 mg/L)
139
- Memindahkan 100 mL, 10 mL dan 1,0 mL persediaan larutan klorida ke dalam
masing-masing labu 1000 mL
- Mengencerkan masing-masing dengan air distilat sampai volume 1 L
5. Kalibrasi
- Mencampurkan dengan volume yang sama dari 1000 mg/L larutan standar
klorida dan pereaksi PKIK.
- Melakukan hal sama untuk tiga standar yang lain
- Mencampurkan dengan volume yang sama air distilat dan pereaksi PKIK
- Menempatkan elektrode dalam campuran diatilat dan PKIK, mengaduk dengan
baik, dan menunggu 3 – 5 menit. Mencatat pembacaan dalam millivolt.
Campuran ini tidak mengandung klorida tambahan sehingga pembacaan
potensialnya tidak stabil.
- Membilas electrode dengan baik hingga bersih. Menempatkan electrode tersebut
dalam 1 mg Cl-/L PKIK dan mengaduk dengan baik. Menunggu 1-2 menit dan
mencatat hasilnya.
- Jika perbedaan pembacaan dengan campuran distilat-PKIK kurang dari 15 mV,
berarti terdapat kontaminasi klorida pada pereaksi yang akan menyebabkan
tingkat pembacaan rendah, sehingga perlu pereaksi yang lebuh murni.
- Membilas electrode dan menempatkan dalam campuran 10 mg Cl- / L-PKIK,
mengaduk dengan baik dan menunggu sampai 1 menit serta mencatat hasilnya.
- Mengulangi dengan campuran ion klorida 100 dan 1000 mg/L PKIK
- Membuat kurva kalibrasi.
6. Prosedur Analisa
- Mencampur sample uji dengan volume yang sama dengan pereaksi PKIK, dan
mengaduk merata selama 1-2 menit
- Memasukkan electrode, dan menunggu 1 – 2 menit
- Membaca konsentrasi klorida dalam sampleuji dalam mg/L langsung dari kurva
kalibrasi
140
D. PROSEDUR ANALISA KALSIUM DAN MAGNESIUM
1. Metode : EDTA Complexometric Titration
EDTA Complexometric Titration adalah titrasi berdasarkan pembentukan
persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion).
Complexometric Titration merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
saling membentuk senyawa kompleks.
2. Peralatan yang digunakan:
- Buret,
- Erlenmeyer, beaker glass
3. Bahan Kimia:
- EDTA
- Larutan standar CaCO3
- Indikator Erimochrome Black T (EBT) atau Calmagite
- Larutan HCl
- Larutan NH4OH
- Indikator Metil merah
- Air distilat bebas ion
4. Standarisasi
- Menimbang 0,5 g CaCO3, dan memasukannya ke dalam Erlenmeyer yang telah
dibilas dinding-dindingnya dengan air distilat.
- Menambahkan HCl dengan perbandingan 1 :1 hingga CaCO3 benar-benar larut.
- Menambahkan 50 mL air distilat bebas ion ke dalam Erlenmeyer, dan
memanaskan Erlenmeyer selama 15 menit, kemudian mendinginkan.
- Menambahkan kedalam larutan yang telah dingin, 2 tetes indikator metal merah
dan menetralkan menggunakan HCl atau NH4OH hingga berwarna pink muda.
- Mengencerkan larutan ke dalam labu takar hingga volume 100 mL.
- Mengambil 10 mL larutan dengan pipet, dan menempatkannya ke dalam
Erlenmeyer, kemudian menambahkan 2 mL larutan buffer pH 10 dan sedikit
EBT.
- Melakukan titrasi dengan EDTA sampai warna larutan menjadi biru.
- Mencatat jumlah EDTA yang dibutuhkan.
141
5. Prosedur Analisa
- Menyiapkan 25 mL sample uji ke dalam erlenmeyer yang terlebih dahulu dibilas
dengan dindingnya dengan air distilat bebas ion.
- Menambahkan 2 mL larutan buffer pH 10 dan sedikit EBT.
- Melakukan titrasi dengan EDTA sampai larutan menjadi biru
- Mencatat jumlah EDTA yang dibutuhkan
E. PROSEDUR ANALISA NATRIUM
1. Metode : Volhard Titration
Metode Volhard Titration merupakan metode titrasi yang didasarkan pada
pengendapan perak tiosianat dalam larutan nitrit dengan ion besi, yang digunakan
untuk mengukur kelebihan ion tiosianat. Metode Volhard Titration adalah metode
tidak langsung atau back titration, yaitu kelebihan larutan standar perak nitrat yang
ditambahkan ke dalam sample klorida, dititrasi menggunakan larutan standar
kalium atau ammonium tiosianat dengan ion besi sebagai indikator
2. Peralatan yang digunakan:
- Hot plate
- Buret
- erlenmeyer
3. Bahan Kimia
- Larutan Na2CO3 5%
- Larutan HNO3 5N
- Larutan HNO3 12N
- Larutan standar AgNO3
- Larutan jenuh FeNH4(SO4).12H2O
- Larutan KSCN 0,1 N
4. Prosedur Analisa
4.1.Standarisasi KSCN 0,1 N
- Mengambil 5ml AgNO3 0,1 N dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL.
- Menambahkan HNO3 5N 10 mL
- Menambahkan 100 mL air distilat dan 2-3 tetes Fe3+.
- Mentitrasi dengan KSCN 0,1N hingga larutan berubah warna menjadi merah
dengan endapan putih dibawahnya.
142
4.2.Prosedur Analisa sample
- Mengambil 5 mL sample dan menaruh ke dalam erlenmeyer, dan menambahkan
20 mL air distilat
- Menambahkan 5 mL HNO3 4N
- Menambahkan 10 mL AgNO3 0,1N, dan 2-3 tetes Fe3+
- Selanjutnya melakukan titrasi menggunakan larutan KSCN 0,1 N, hingga warna
berubah menjadi merah dengan endapan putih.
Perhitungan % NaCl :
(𝑉𝑥𝑁)𝐴𝑔𝑁𝑂3 − (𝑉𝑥𝑁)𝐾𝑆𝐶𝑁 𝑥 𝐵𝑠𝑡 𝑥 𝑓𝑝
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 (𝑚𝑔) 𝑥 100%
F. PROSEDUR ANALISA KARBONAT DAN BIKARBONAT
1. Metode : Asidimetri
Metode Asidimetri dengan menggunakan indikator ganda.
2. Peralatan yang digunakan:
- Pipet, gelas ukur
- Buret
- erlenmeyer
3. Bahan Kimia
- Larutan HCl 0,1 N
- Indikator Phenolptalein (PP)
- Indikator Methyle Orange (MO)
- Air Distilat
4. Prosedur Analisa
- Mengambil 25 mL sample, dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer
- Ke dalam erlenmeyer diberi 3 tetes indikator PP
- Mengamati perubahan warna yang terjadi. Apabila terjadi perubahan warna
maka melakukan titrasi pada sample menggunakan HCl 0,1 N hingga warnanya
berubah bening.
- Mencatat volume titrasi sebagai V1
- Selanjutnya, sample ditetesi dengan indikator MO, dan dititrasi kembali dengan
HCl 0,1 N hingga warna larutan berubah menjadi orange.
- Mencatat hasil titrasi sebagai V2
143
- Apabila warna sample setelah pemberian indikator PP tidak berubah, maka
sample ditetesi dengan indikator MO sebanyak 2 tetes.
- Selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga warnanya berubah menjadi
orange.
- Melakukan duplo untuk setiap sample.
- Kadar karbonat, dan bikarbonat dihitung dengan menggunakan rumus:
a. Jika V1 = V2,
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = 𝑉1 x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 6,00
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄
b. Jika V1 < V2
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = 𝑉1 x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 6,00
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑖𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = (𝑉2 − 𝑉1) x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 6,10
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄
c. Jika V1 > V2
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = 𝑉1 x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 6,00
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑖𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = (𝑉2 − 𝑉1) x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 1,7
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄
G. PROSEDUR ANALISA KADAR SILIKA DALAM AIR
1. Metode : Spektrofotometri Secara Molibdatsilikat (SNI 06-2477-1991)
Ruang lingkup metode pengujian ini adalah mengukur kadar silika yang terdapat
dalam air konsentrasi 0 -50 mg/L, dengan menggunakan spektrofotometer pada
Panjang gelombang 410 nm.
2. Peralatan yang digunakan:
- Spektrofotometer sinar tunggal atau ganda
- Pipet ukur plastik 10 ml
- Labu ukur 200 dan 1000 mL
- Pengocok (shaker)
- Test tube plastik
144
3. Bahan Kimia
- HCl 1:1
- Larutan ammonium molibdat,
Melarutkan 1 g ammonium molibdat dengan 100 mL H2SO4 0,1 N, menyaring
dan menyimpan dalam botol plastic pada suhu 4oC, dengan masa kadaluarsa 2
minggu.
- Larutan Asam Oksalat
Melarutkan 5 g asam oksalat dalam 100 mL air distilat, menyimpan dalam botol
plastic pada suhu 4oC, dengan masa kadaluarsa 3 minggu.
- Larutan Asam Askorbat
Melarutkan 1,76 g asam askorbat dalam 100 mL air distilat. . Larutan harus dibuat
baru setiap akan melakukan analisa.
- Larutan induk silika 1000 mg/L
Melarutkan 4,7298 g sodium metasilika hidrat (Na2SiO3.9H2O) dalam air distilat,
selanjutnya mengencerkan menjadi 1 L dan menyimpan dalam botol plastic pada
suhu 4oC, dengan masa kadaluarsa 6 bulan.
- Larutan induk silika 100 mg/L
4. Prosedur
4.1.Kalibrasi
- Membuat deret standar dengan menggunakan larutan standar induk 1000 mg/L
dengan konsentrasi seperti berikut: 0 (blank), 1, 5, 10 dan 25 mg/L
4.2.Analisa
- Mengambil 2 mL sample yang telah disaring ke dalam tabung reaksi
- Menambahkan 2,5 mL ammonium molibdat, lalu mengocok dengan
menggunakan vortex mixer.
- Menambahkan 1,8 mL asam oksalat, mengocok dan menambahkan lagi 2,5 mL
asam askorbat, kemudian mengocok lagi dengan jarak antara penambahan
pereaksi ± ½ menit.
- Mengukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada 660 nm.
- Perhitungan: membuat kurva standar dengan membuat plot absorbansi standar
terhadap konsentrasi. Catat konsentrasi silika sesuai yang dipeoleh pada
instrument dikalikan dengan factor pengenceran.
145
H. PROSEDUR ANALISA KADAR BARIUM DALAM AIR
1. Metode : ICP
Analisa logam Ba dengan ICP berdasarkan pada ionisasi presentasi yang tertinggi
dari atom yang dihasilkan oleh plasma yang bersuhu tinggi.
2. Peralatan yang digunakan:
- ICP terkalibrasi
- Pipet mikro 0,5 mL, 1 mL dan 10 mL
- Saringan membrane 0,45 µm
- Labu ukur 50 mL, 100 mL dan 1000 mL terkalibrasi
- Pipet ukur 10mL dan 100 mL terkalibrasi
- Tabung reaksi 20 mL
- Gelas piala 150 mL dan 500 mL
- Penangas listrik
3. Bahan Kimia
- Air distilat non-logam
- Asam nitrat HNO3 pa
- Larutan induk Ba 1000 mg/L
- Larutan induk Ba 10 mg/L
- Larutan standar Ba 0 µg/L, 50 µg/L, 100 µg/L, 150 µg/L, 200 µg/L
Pipet masing-masing 0 mL, 0,5 mL, 1 mL, 1,5 mL dan 2 mL larutan baku Ba 10
mg/L ke dalam labu ukur 100 mL, dan menambahkan air distilat bebas logam
yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda garis.
4. Prosedur Analisa
4.1.Persiapan sample
- Mengambil larutan sample 50 mL sampai 100 mL dan menyaring menggunakan
saringan membrane 0,45 µm.
- Mengasamkan sample sampai pH<2 dengan HNO3 pa
- Bila terjadi endapan, memipet 100 mL sample yang diasamkan ke dalam gelas
piala 150 mL
- Menambahkan 5 mL HNO3 pa dan batu didih keudian menguapkan di atas
penangas listrik sampai larutan jernih dan volumenya kira-kira 10 mL sampai
20 mL.
146
- Memindahkan sample ke dalam labu ukur 100 mL, mendinginkan dan
menambahkan air bebas logam yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai
tanda garis.
- Sample siap diuji
4.2.Analisa
- Memeriksa larutan standard an sample menggunakan ICP
- Perhitungan: menghitung kadar Ba dalam sample dengan menggunakan kurva
kalibrasi atau persamaan garis regresi linier. Hasil pembacaan = kadar Ba.
I. PROSEDUR ANALISA KADAR BORON DALAM AIR
1. Metode : ICP
Analisa logam B dengan ICP berdasarkan pada ionisasi presentasi yang tertinggi
dari atom yang dihasilkan oleh plasma yang bersuhu tinggi.
2. Peralatan yang digunakan:
- ICP terkalibrasi
- Pipet mikro 0,5 mL, 1 mL dan 10 mL
- Saringan membrane 0,45 µm
- Labu ukur 50 mL, 100 mL dan 1000 mL terkalibrasi
- Pipet ukur 10mL dan 100 mL terkalibrasi
- Tabung reaksi 20 mL
- Gelas piala 150 mL dan 500 mL
- Penangas listrik
3. Bahan Kimia
- Air distilat non-logam
- Asam nitrat HNO3 pa
- Larutan induk B 1000 mg/L
- Larutan induk B 10 mg/L
- Larutan standar B 0 µg/L, 20 µg/L, 40 µg/L, 60 µg/L, 80 µg/L
Pipet masing-masing 0 mL, 0,2 mL, 0,4 mL, 0,6 mL dan 0,8 mL larutan baku B
10 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL, dan menambahkan air distilat bebas
logam yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda gari
147
4. Prosedur Analisa
4.1.Persiapan sample
- Mengambil larutan sample 50 mL sampai 100 mL dan menyaring menggunakan
saringan membrane 0,45 µm.
- Mengasamkan sample sampai pH<2 dengan HNO3 pa
- Bila terjadi endapan, memipet 100 mL sample yang diasamkan ke dalam gelas
piala 150 mL
- Menambahkan 5 mL HNO3 pa dan batu didih keudian menguapkan di atas
penangas listrik sampai larutan jernih dan volumenya kira-kira 10 mL sampai
20 mL.
- Memindahkan sample ke dalam labu ukur 100 mL, mendinginkan dan
menambahkan air bebas logam yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai
tanda garis.
- Sample siap diuji
4.2.Analisa
- Memeriksa larutan standard an sample menggunakan ICP
- Perhitungan: menghitung kadar B dalam sample dengan menggunakan kurva
kalibrasi atau persamaan garis regresi linier. Hasil pembacaan = kadar B.
148
Halaman ini sengaja dikosongkan
149
LAMPIRAN 4
Gambar Proses , Alat dan Bahan Penelitian
Ekstraksi Moringa oleifera
Ekstrak Moringa oleifera
Koagulasi dengan CP 0,1%
150
Koagulasi dengan Moringa oleifera
Pemisahan dengan Moringa oleifera
151
Pemisahan dengan CP
Filtrat pemisahan MO pada titik optimum
Turbidimeter
152
TDSmeter
Radiometer ABL 77 Ion analyzer
Jartest
153
Bubuk biji kelor (Moringa oleifera) Poliakrilamida kationik (CP)