Date post: | 07-Aug-2018 |
Category: |
Documents |
Upload: | imam-taqwa-drughi |
View: | 271 times |
Download: | 4 times |
of 28
8/20/2019 b. Neurologi
1/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
KEJANG DEMAM Kode ICD :R 56.0
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :1
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, Sp.A(K)
Definisi Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial.
Etiologi Demam yang disebabkan oleh infeksi ekstrakranial
Patogenesis Terdapat 3 faktor sebagai penyebab Kejang Demam :
Imaturitas otak dan termoregulator
Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat
Predisposisi genetic 7 lokus kromosom (poligenik, autosom dominan )
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
1. Kejang Demam SederhanaKejang demam yang berlangsung kurang dari 15 menit, umumnya berhentisendiri, berbentuk umum tonik, dan atau klonik, tanpa gerakan fokal, tidakberulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang Demam Kompleks
Anamnesis
Kejang demam dengan lama kejang >15 menit, kejang fokal atau parsialsatu sisi, atau kejang umum dengan frekuensi > 1 kali dalam 24 jam.
Kejang : lama, frekuensi, sifat, tipe, interval, kondisi inter iktal dan post iktal
Gejala sebelum kejang, termasuk riwayat demam, jarak demam danterjadinya kejang
Riwayat trauma Riwayat kejang sebelumnya
Riwayat kejang dalam keluarga
Kelainan neurologis
Pemeriksaan fisis Suhu > 38C
Fokus infeksi (+) ekstrakranial, meliputi infeksi saluran nafas, saluran cerna,saluran kemih, dsb.
Status neurologis defisit neurologis (-)
Kriteria Diagnosis Kejang yang didahului demam (suhu rektal > 38°C) yang bukan disebabkan
infeksi intrakranial
Differential diagnosis Kejang dengan demam yang disebabkan proses intrackranial misal meningitis,meningoensefalitis, ensefalitis
PemeriksaanPenunjang
1. Pemeriksaan LaboratoriumTidak dikerjakan rutin tetapi dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksipenyebab demam atau keadaan lain.
2. Pungsi LumbalDilakukan untuk menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis
3. EEGDilakukan pada kejang demam yang tidak khas misal KDK pada anak > 6tahun atau kejang demam fokal
4. PencitraanDilakukan pada papiledema, paresis N VI dan kelainan neurologis fokalyang menetap (hemiparesis)
8/20/2019 b. Neurologi
2/72
Tatalaksana Pengobatan Pada Saat KejangDiazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam retal adalah:
5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anakdiatas usia 3 tahun atau
5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badanlebih dari 10 kg, atau 0,5 – 0,75 mg/kg BB/kali
Di rumah maksimum diberikan 2 kali berturut-turut dengan jarak 5 menit bila
anak masih kejang. Hati-hati dapat terjadi depresi pernapasan.
Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena sebanyak 0,2 – 0,5mg/kgBB. Berikan perlahan-lahan, dengan kecepatan 0,5 –1 mg per menit. Bila
kejang berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Diazepam jangan
diberikan secara intramuskular karena tidak diabsorpsi dengan baik.
Bila anak masih kejang setelah pemberian diazepam maka dapat diberikanfenitoin intravena sebanyak 20 mg/kgBB perlahan-lahan, dilanjutkan denganmaintenance 10 mg/kgBB dibagi 2 dosis. Apabila dengan fenitoin masih tetapkejang, rawat di Ruang Rawat Intensif dan diberikan tatalaksana sesuai statusepileptikus.
Setelah Kejang Berhenti
Bila kejang sudah berhenti, tentukan apakah anak termasuk dalam kejangdemam yang memerlukan pengobatan rumat atau cukup pengobatan intermiten.
Pengobatan RumatPengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus menerusdalam waktu tertentu.1. Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam
hanya fenobarbital atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan laintidak bermanfaat untuk mencegah berulangnya kejang demam.
2. Dosis valproat adalah 10-40 mg/kgBB/hari dibagi 2 – 3 dosis sedangkanfenobarbital 3 – 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.
3. Pengobatan rumat cukup diberikan selama satu tahun, kecuali pada kasus
yang sangat selektif (rekomendasi D)4. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usiakurang dari 2 tahun dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Bilamemberikan valproate, periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, satubulan, kemudian tiap 3 bulan.
5. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan salahsatu atau lebih gejala sebagai berikut :
Kejang lama 15 menit.
Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudahkejang, misalnya hemparesis, paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi
mental, hidrosefalus. Kejang fokal.
Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsy.Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan dalam
keadaan :
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.2. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan.
Catatan :
Semua peneliti setuju bahwa kejang demam 15 menit merupakan indikasipengobatan rumat.
Yang dimaksud dengan kelainan neurologis yang nyata misalnyakelumpuhan, mikrosefali. Kelainan neurologis tidak nyata misalnyaketerlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi.
Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukan bahwa anak mempunyaifokus organik di otak sisi kontralateral.
8/20/2019 b. Neurologi
3/72
Edukasi
Tidak semua setuju bahwa kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari sudahmerupakan indikasi pengobatan rumat
Pengobatan Intermiten
Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang
diberikan pada saat anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya
kejang demam. Terdiri dari pemberian antipiretik dan antikonvulsan.
AntipiretikTidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Namum kesepakatan Saraf Anak menyatakan bahwa
pengalaman menunjukan bahwa antipirtetik tetap bermanfaat. Antipiretik yang
dapat digunakan adalah :
Parasetamol atau asetaminofen 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali.
Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali, diberikan 3 kali.
Antikonvulsan pada saat demam
1. Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 – 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang.2. Dapat juga diberikan diazepam rectal dengan dosis 0,5 mg/kgBB/kali,diberikan sebanyak 3 kali per hari.
Catatan :
Di Indonesia, dosis 0,3 – 0,5 mg/kg/8jam tersebut seringkali menyebabkan
sedasi yang cukup berat. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5 mg/kgBB/hari
dibagi 4 dosis.
Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin tidak berguna untuk mencegah kejangdemam bila diberikan secara intermitten. Fenobarbital dosis kecil barumempunyai efek antikonvulsan dengan kadar stabil di dalam darah bila telahdiberikan selama 2 minggu
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik2. Memberitahu cara penanganan kejang3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat
Komplikasi danPrognosis
1. Kemungkinan kecacatan atau kelainan neurologisKemungkinan kecacatan tidak pernah dilaporkanKelainan neurologis pada sebagian kecil kasus yang terjadi pada kasuskejang lama atau kejang berulang baik fokal atau umum
2. Kemungkinan kematian
tidak pernah dilaporkan3. Kemungkinan berulangnya kejang demamFaktor resiko berulangnya kejang demam :a. Riwayat Kejang demam dalam keluargab. Usia < 12 bulanc. Temperature yang rendah saat kejangd. Cepatnya kejang setelah demamBila semua faktor tersebut ada kemungkinan berulangnya kejang demam80%, sedang bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan 10-15%.
Daftar kepustakaan 1. Child Neurology sixth edition chapter 132. The Epilepsies chapter 6
3. Pediatric Neurology : Principles and Practice chapter 424. Buku Ajar Neurologi Anak Bab 105. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam
8/20/2019 b. Neurologi
4/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
EPILEPSI Kode ICD :G 40
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :4
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, Sp.A(K)
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Klasifikasi
Anamnesis
Manifestasi klinis lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak yangangguan fisiologi, biokimiawi, anatomis, atau gabungan factor-faktor tersebut.
a Epilepsi idiopatik
penyebab tidak diketahui
b Epilepsi simptomatik
cpenyebab diketahui misal tumor otak, pasca trauma otak, panensefalitisEpilepsi kriptogenikdiduga ada penyebabnya tapi tidak diketahui
Faktor yang berperan dalam epilepsi :
a Gangguan pada membran sel neuron
b Gangguan pada mekanisme inhibisi prasinaps dan pasca sinaps
c Gangguan pada sel glia yang mengatur ion kalium ekstra seluler di sekitar
Neuron dan terminal presinaps
a Kejang parsial (fokal, lokal)
1. Parsial sederhana
2. Parsial kompleks
3. Kejang parsial menjadi tonik klonik umum secara sekunderb Kejang umum
1. Absens
2. Mioklonik3. Klonik
4. Tonik
5. Tonik klonik
6. Atonik atau astatik
Kejang: bervariasi tergantung lokasi gangguan elektrik pada otak,
berlangsung hanya beberapa detik hingga status epileptikus, berulang,interiktal dan post iktal biasanya sadar.
Suhu badan normal
Riwayat trauma
Riwayat kejang sebelumnya
Riwayat kejang dalam keluarga
Kelainan neurologis
Pemeriksaan Fisik Suhu afebris
Status neurologis
Kriteria Diagnosis 1. Adanya serangan kejang akibat gangguan fungsi otak yang bersifatparoksismal dengan bangkitan spontan atau karena gangguan ringan lebihdari 1(satu) kali/tahun dengan berbagai macam manifestasi klinik disertaiatau tidak disertai gangguan tingkat kesadaran.
8/20/2019 b. Neurologi
5/72
Differential Diagnosis
2. Gambaran EEG yang abnormal dapat membantu menegakkan diagnosis.
Indikasi Rawat : Status Epileptikus
Kejang tonik klonik umum (pallid syncope, cyanotic breath holdingattacks, cataplexy
Kejang absens umum (tic disorders) Kejang parsial kompleks (sleep walking, benign paroxysmal vertigo,
migrane related disorders)
Pemeriksaan Penunjang EEG dapat digunakan untuk mendiagnosis epilepsy hanya apabila kejangterekam, dan ini sangat jarang karena kebanyakan anak-anak dengan epilepsimemiliki frekuensi kejang yang jarang. Sebagian kecil anak-anak normalmemiliki aktivitas epileptiform pada EEG-nya tetapi belum pernah mengalamikejang. Namun 40% pasien dengan epilepsi kronis tidak pernah menunjukkanepileptiform pada EEG interiktal. Pencitraan otak tidak menjadi dasar untukmendiagnosis epilepsi
Tatalaksana
Edukasi
Pengobatan :
Mengatasi kejang
Mencari faktor penyebab sindrom epilepsi Menghindari faktor pencetus terjadinya serangan Psikososial : memberikan penjelasan pada orang tua penderita tentang
perawatan anak dengan epilepsi Obat maintenance yang diberikan diusahakan hanya satu jenis dengan dosis
serendah mungkin dan dosis dapat dinaikkan dalam 3-4 hari.
Jenis obat yang sering diberikan yaitu :1. Karbamazepin.
Indikasi : bangkitan partial dan umum
Dosis : 5-30 mg/kgBB/hari dimulai dengan dosis rendah dibagidalam 3 dosis
Efek samping : diplopia, ataksia, mengantuk, pusing, ikterus,anemia, sindroma Stevens Jhonson.
2. Asam Valproat
Indikasi : semua jenis epilepsi
Dosis : 10-60 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis
Efek samping : nyeri perut, rambut rontok, peningkatan berat badan,trombositopenia, hepatitis.
3. Difenilhidantoin
Indikasi : bangkitan partial dan umum
Dosis : 4-10 mg/kg/BB/hari dibagi 2 dosis
Efek samping : hiperplasi gusi
4. Fenobarbital Indikasi : bangkitan partial umum, tonik
Dosis : 3-5 mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis
Efek samping : mengantuk, gangguan sifat berupa hiperaktifitas,hiperiritabilitas dan agresifitas, gangguan kognitif dan daya ingat.
1. Memberitahu cara penanganan kejang di rumah2. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali3. Penghentian pengobatan dilakukan setelah 2 tahun bebas kejang dan secara
perlahan – lahan
4. Menentukan obat yang dapat digunakan bersama-sama orang tua
8/20/2019 b. Neurologi
6/72
Komplikasi dan
PrognosisKejang yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat menimbulkan kerusakan
otak akibat hipoksia, keadaan ini jika ditambah lagi dengan hiperpireksia dan
hipotensi maka akan menimbulkan kerusakan di cerebellum
Daftar Kepustakaan
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
1. Buku Ajar Neurologi Anak bab 10
2. Child Neurology sixth edition chapter 13
3. The Epilepsies chapter 64. Pediatric Neurology : Principles and Practice chapter 42
Tatalaksana Status Epileptikus
8/20/2019 b. Neurologi
7/72
8/20/2019 b. Neurologi
8/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
UNPROVOKED SEIZURE Kode ICD :R 56.8
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :8
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, Sp.A(K)
Definisi Kejang yang tidak berhubungan dengan adanya penyakit, demam, atau traumaakut pada otak
Etiologi 1. Kriptogenik (tidak diketahui)2. Remote symptomatik (malformasi/jejas otak sebelumnya)3. Idiopatik (sindrom epilepsi genetik)
Patogenesis Ketidakseimbangan antara eksitator dan inhibitor pada jaringan neuron korteksyang terjadi secara tiba-tiba
Kriteria Diagnosis Sangat ditentukan anamnesis. Jika telah dipastikan terdapat bangkitan diagnosissangat dipengaruhi keadaan pasien. Bila pemeriksaan neurologis dan statusmental normal maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, BUN,kreatinin, glukosa), skrining toksikologi urin, punksi lumbal, EEG dan pencitraan.Umumnya terdapat gejala-gejala yang sesuai dengan kelainan yang ditemukan,kecuali pada usia dibawah 6 bulan yang lebih tersamar. EEG sebaiknyadilakukan baik pada saat anak sadar dan tidur dan diberikan stimulasi fotik atauhiperventilasi untuk memperakurat diagnosis
Tatalaksana Tujuan penatalaksanaan adalah menstabilisasi pasien, memastikan kejang, dan
menentukan penyebab bangkitan. Medikasi diberikan jika bangkitan timbul >15
menit, gambaran EEG abnormal, atau memiliki banyak faktor risiko tambahan
untuk terjadinya bangkitan tambahan (fokal, riwayat keluarga, riwayat kelainan
neurologis sebelumnya, pemeriksaan neurologis abnormal).
Daftar kepustakaan Pediatric Neurology: Principle & Practice fourth edition chapter 40
Child Neurology sixth edition chapter 13
The Epilepsies
8/20/2019 b. Neurologi
9/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
SPASME INFANTIL Kode ICD :G 40.4
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :9
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, Sp.A(K)
Definisi Merupakan sindrom epilepsi yang banyak ditemukan, sering diklasifikasikandi dalam epilepsi mioklonik, yang muncul di masa perkembangan otak bayi(tahun pertama kehidupan), khususnya usia 3-8 bulan.
Etiologi Faktor prenatal dan prinatal: HIE, infeksi kongenital, kelainanmetabolisme bawaan tuberous sklerosis, prematuritas
Faktor pascanatal: infeksi SSP, trauma kepala
Tidak diketahui
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Berdasarkan etiologi ada 3 tipe : Bentuk primer / kriptogenik
Perkembangan sebelum onset normal.Faktor etiologi tidak jelas
Bentuk sekunder / simptomatikPerkembangan sebelum onset terganggu/sudah ada bangkitan-bangkitan yang tidak khasFaktor etiologi jelas:- faktor prenatal dan prinatal: HIE, infeksi kongenital, kelainan
metabolisme bawaan tuberous sklerosis, prematuritas
- faktor pascanatal: infeksi SSP, trauma kepala Bentuk tersier /doubtfull
Perkembangan sebelum onset tergangguEtiologi tidak jelas
Anamnesis Waktu terjadinya onset 3-7 bulan
Riwayat keluarga pada 3-6 % kasus
Adanya kejang umum atau parsial
Pemeriksaan fisik Spasme fleksor, ekstensor atau campuran
Defisit neurologis kelumpuhan spastic, mikrosefali
Retardasi mental
Kriteria Diagnosis 1. Kontraksi otot bilateral simetris yang timbul tiba-tiba2. Adanya 3 bentuk bangkitan : fleksi, ekstensi dan campuran3. EEG hipsaritmia
Differential diagnosis Sindrom Lennox Gastaut
PemeriksaanPenunjang
1. EEGGambaran khas adalah hipsaritmia, yaitu adanya gelombang-gelombang“spike” dan lambat yang timbul di seluruh bagian korteks tetapi tidak
sinkron.2. CT scan tidak khas
8/20/2019 b. Neurologi
10/72
Tatalaksana ACTH 40-80 Unit IM dalam 2 dosisDimulai dalam dosis besar selama 1-2 minggu, lama pengobatanseluruhnya 4 minggu. Pengobatan dihentikan bila tidak adaperbaikan klinis dalam 2 minggu.Indikasi : pada kasus dimana tidak jelas ada kerusakan otak atauspasme infantile idiopatik.
Prednison 1-2 mg/kgBB/hari atau hidrokortison 10-20 mg/kgBB/haridibagi dalam 2-3 dosis. Lama dan indikasi sama dengan golongan
ACTH. Nitrazepam (mogadon). 0,1-2,2 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Mula-mula dosis rendah dan dinaikkan perlahan-lahan sampai kejangterkontrol. Biasanya digunakan pada spasme infantile simptomatik.
Klonazepam, dosis 0,025-0,15 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.Digunakan pada tipe simptomatik.
Asam valproat 10-40 mg/kgBB/hari. Dimulai dengan dosis rendah
Komplikasi danPrognosis
Prognosis baik :
Kelompok primer
Perkembangan mental dan motor normal sebelum onset
Tidak ada kejang jenis lain
Pengobatan dini Spasme hanya berlangsung beberapa bulan
Prognosis buruk :
Kelompok sekunder
Perkembangan mental dan motor abnormal sebelum onset
Ada kejang jenis lain
Onset sebelum 3 bulan
Daftar kepustakaan 1. Pediatric Neurology: Principles and Practice fourth edition2. Child neurology sixth edition chapter 133. The epilepsies chapter 5
4. Buku ajar neurologi bab 10
8/20/2019 b. Neurologi
11/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
SINDROMA LANDAU KLEFFNER Kode ICD :F 80.3
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :11
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, Sp.A(K)
Definisi Suatu sindroma didapat yang terjadi pada anak usia 3-7 tahun, ditandai
dengan afasia (perkembangan bahasa dan motorik sebelumnya normal)
disertai abnormalitas EEG berupa spikes, gelombang tajam, atau spike dan
gelombang yang umumnya bilateral dan predominan pada regio temporal
dan parietal. Dikenal juga sebagai afasia epileptik didapat.
Etiologi Terbanyak adalah idiopatikPenyebab lain:- Proses intrakranial: tumor otak,trauma kepala, stroke,neurosistisirkosis- Vaskulitis SSP
- Defisiensi rantai kompleks I mitokondria- Polimikrogiria perisilvian
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Gejala Klinis
Regresi kemampuan berbahasa ekspresif dan reseptif
Agnosia verbal auditorik
Aktivitas abnormal epileptiform
Kejang epileptik, terutama pada malam hari
Hiperkinesia
Gangguan tingkah laku: hiperaktif, agresif, depresi
Gangguan perhatian
Anamnesis Kejang terutama malam hari
Regresi kemampuan bahasa ekspresif dan reseptif
Gangguan tingkah laku dan perhatian
Pemeriksaan fisik Keadaan umum baik
Keadaan Spesifik: afasia, agnosia verbal auditorik, hiperkinesia
Kriteria Diagnosis Afasia didapat dengan onset pada usia 3-7 tahun
Gambaran EEG:- Saat bangun adalah gelombang spike di daerah temporo-parietal
- Saat tidur: gelombang spike generalisata Riwayat kejang terutama pada malam hari (adanya electrical status
epilepticus in sleep - ESES)
PemeriksaanPenunjang
MRI untuk menyingkirkan tromboemboli serebrovaskuler, tumor otak,demielinisasi, penyakit neurodegeneratif, infeksi intrakranial
EEG
Tes audiometri
8/20/2019 b. Neurologi
12/72
Tatalaksana Medikamentosa
Anti kejang: diazepam, valproat, benzodiazepin, etosuksimid(fenobarbital, fenitoin dan karbamazepin tidak bermanfaat)
Kortikosteroid:- Prednison 2-5 mg/kgBB/hari po selama 6 bulan, lalu di-tappering
selama 3 bulan- Metil prednisolon 20-30 mg/kgBB/hari iv selama 3-5 hari, selanjutnya
prednison 2 mg/kgBB/hari po, dan di-tappering selama 1-2 bulan
ACTH 20-100 IU/m2
im/sc (dewasa 500-1000 IU/hari) Diet ketogenik Speech therapy
Psikoterapi Terapi bedah: multiple subpial transection
Daftar kepustakaan Pediatric neurology: Principles and Practice fourth editionChild neurology sixth edition chapter 13The epilepsies chapter 7Buku ajar neurologi bab 10
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
13/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
BREATH HOLDING SPELL Kode ICD:R.06.8
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :13
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, Sp.A(K)Definisi Serangan nafas terhenti sejenak , kehilangan kesadaran, dapat berupa
sianotik dan jenis pucat
Etiologi Gangguan regulasi otonom sentral yang mungkin diturunkan secaraautosom dominan
Patogenesis Breath Holding Spell jenis sianotik (cyanotic breath holding spell)Berkurangnya aliran darah ke otak karena peninggian tekanan dalamrongga dada
Breath Holding Spell jenis pucat (Pallid/White breath holding spell)Kegagalan sirkulasi akibat asistole yang disebabkan oleh reflex vagal
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
BHS jenis sianotik: diawali menangis akibat marah, takut, sakit, danfrustasi. Anak berancang-ancang mengangis kuat sebentar, menahannapas saat ekspiras, membiru, tidak sadar, lemah (tonus otot hilang)atau dapat kaku seluruh tubuh, kadang-kadang diikuti 2-3 sentakanklonik dan mata membalik ke atas, kemudian anak bernapas lagi dansadar.
BHS jenis pucat terjadi akibat benturan kepala, anak tiba-tiba menjadipucat, tidak sadar, dan lemas. Sesudah lemas, tubuh menjadi kaku,kadang disertai sentakan klonik, mata melirik ke bawah
Anamnesis Faktor pencetus marah, takut, sakit, frustasi
riwayat terbentur atau trauma
Disertai atau tidak oleh sianosis
Didahului atau tidak didahului oleh menangis
Apnoe, kehilangan kesadaran
Dapat disertai mata melirik ke bawah dan sentakan anggota gerak (jerk)
Pemeriksaan fisik Sianosis atau pucat Badan kaku atau opistotonus
Kriteria Diagnosis
Differential Diagnosis
Serangan terjadi setelah ada pencetus, sianosis, apnea dan kehilangankesadaran
Epilepsi, penyakit jantung congenital, sinkop vasovagal
PemeriksaanPenunjang
-
Tatalaksana Tidak ada pengobatan khusus karena tidak menyebabkan gangguan organik
Edukasi Menjelaskan kepada orangtua bahwa serangan ini tidak berbahaya, tidakmenyebabkan retardasi mental dan tidak menyebabkan epilepsi
Komplikasi danPrognosis Prognosis baik
Daftar kepustakaan Pediatric neurology : Principles and practices chapter 49Buku ajar neurologi bab 10
8/20/2019 b. Neurologi
14/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
MENINGITIS BAKTERIALIS Kode ICD :G.00
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :14
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, Sp.A(K)
Definisi Peradangan pada selaput otak ditandai dengan peningkatan jumlah sel
polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri
penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal
Etiologi Neonatal : golongan Enterobacter terutama Escherichia coli, Streptococcusgrup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus sp dan Salmonella sp
Bayi 2 bln – 4 tahun : Haemophillus influenza tipe B, Streptococcus
pneumonia, Neisseria meningitidis Anak > 4 tahun : Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitidis Kuman batang gram negative Proteus, Areobacter, Enterobacter,
Klebsiella sp, Seprata sp
Patogenesis Merupakan proses yang kompleks, komponen – komponen bakteri danmediator inflamasi berperan dalam respon peradangan pada meningen yangmenyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekananintracranial dan penurunan aliran darah otak yang dapat mengakibatkantimbulnya gejala sisa
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Gejala klinis :Tidak ada yang patognomonik untuk meningitis, bervariasi tergantung:
Umur Lama sakit sebelum diperiksa Reaksi anak terhadap infeksi
Pada bayi sukar didiagnosis dini. Gejala klinis pada bayi :
Panas Hyperirritable Gangguan kesadaran Poor muscle tone
Kejang UUB menonjol Muntah
Pada anak gejala klinisnya :
Gejala umum : panas, sakit kepala, nausea dan muntah, photophobia,irritabilitas, letargi, gangguan kesadaran.
Gejala Neurologis : GRM (tanda Kernig dan tanda Brudzinsky I & II,kaku kuduk), kejang, UUB menonjol, penurunan kesadaran.
Anamnesis Panas Penurunan kesadaran Kejang High pitch cry pada bayi
8/20/2019 b. Neurologi
15/72
Pemeriksaan fisik Suhu febris
Penurunan kesadaran GCS
GRM (+) kaku kuduk, Brudzinsky, Kernig
Gangguan syaraf otak
Kriteria Diagnosis Gejala klinis Pungsi lumbal
Differential diagnosis Meningitis tuberkulosis
Meningitis aseptik
Encephalitis
PemeriksaanPenunjang
a. Pemeriksaan darah tepi : Leukositosis dengan pergeseran ke kiri LED meningkat Pemeriksaan CRP positif
b. LCS :
Opalesen sampai keruh (stadium dini dapat jernih) Reaksi none dan pandy (+) satu atau lebih Jumlah sel ratusan sampai ribuan per mm3 cairan LCS, terutama
PMN, pedikel (-) Kadar glukosa menurun
8/20/2019 b. Neurologi
16/72
Bila terjadi kenaikan tekanan intrakranial dengan tanda :o Kesadaran menurun progresifo Tonus otot meningkato Kejang yang tidak teratasio Fontanella menonjolo Bradipnoeo Tekanan darah meningkatDiberikan manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gram/kgBB/kali diberikan
perinfus selama 30-60 menit, dapat diulangi setelah 8 jam. Pemberian O2. Pembersihan jalan nafas Awasi ketat fungsi vital Perawatan atau follow up yang ketat 24-48 jam pertama untuk melihat
adanya “Sindroma Inapropriate Anti Diuretic Hormone” (SIADH). Apabila ada SIADH dperlukan monitor kadar elektrolit dan berat badan,manifestasi klinis SIADH sebagai berikut :a. Retensi air
Balans cairan positif Berat badan naik Tidak ada edema perifer
Pitting edema di daerah sternumb. Gejala sistem gastrointestinalis, anoreksia, nausea, muntah.c. Gejala neurologik, letargi, pusing, kejang, perubahan pada pupil,
koma.d. Laboratorium
- Hiponatremia (manifestasi klinis baru terlihat sesudah Na 20 mEq/L- BD urin > 1,012
Apabila hiponatremia masih terus berlangsung sesudah retriksi cairan(50% dari cairan maintenance) koreksi Na dengan rumus sebagai
berikut:
Tindak lanjut :
Mengawasi keseimbangan cairan dan elektrolit Pengukuran lingkaran kepala jika UUB belum menutup Setelah 48-72 jam pemberian antibiotika adekuat belum ada perbaikan
klinis yaitu berupa : keadaan umum memburuk, panas tetap tinggi,kesadaran makin menurun, kejang sukar diatasi, maka harus dipikirkanadanya komplikasi/pemberian antibiotika yang tidak teratur atau tidaksensitif dan dilakukan pemeriksaan : Lumbal fungsi ulang Funduskopi Transiluminasi USG kepala jika UUB belum menutup
Na defisit dalam mmol = (135-Na os) x 0,6 x BB(kg)
Na defisit (ml) NaCI 15 % = Na defisit dalam mmol2,55
8/20/2019 b. Neurologi
17/72
KomplikasidanPrognosis
Komplikasi yang dapat segera timbul yaitu berupa :
Kenaikan tekanan intrakranial
Nekrosis atau infark jaringan otak
Ventrikulitis
Gangguan nervus kranialis
Sindroma inappropriate antidiuretik hormone (SIADH)
Subdural empiema
Abses serebri
Komplikasi lebih lanjut dapat berupa :
Gangguan mental, pendengaran, penglihatan
Hidrosefalus komunikan
Gangguan tingkah laku
Gangguan vestibular
Hemiparesis atau kuadriparesis
Epilepsi
Setelah pemberian antibiotik selama 7-10 hari bila klinis sudah baik dan hasil
pemeriksaan LCS sudah normal, penderita dipulangkan. Jika klinis baik
namun pemeriksaan LCS belum normal tapi ada perbaikan dibandingkan LP
pertama (jumlah sel 60-120 per mm3) antibiotika diteruskan sampai dengan
14 hari untuk pemakaian Ampisilin & Kloramfenikol, 10 hari untuk Cefotaxim &
Ceftriakson jika klinis tetap baik penderita dipulangkan dan kontrol ke poliklinik
anak
Skoring yang dibuat Herson dan Todd untuk menentukan prognosis :
Kesadaran koma : 3
Suhu badan kurang dari 36, 60C : 2
Kejang : 2
Shock (TD sistole kurang dari 60 mmHg) : 2
Umur kurang dari 1 tahun : 1
WBC pada LCS kurang dari 1.000 : 1
Hb kurang dari 11 gram : 1
Glukosa pada LCS kurang dari 20 mg/dl : 0,5
Gejala sudah lebih dari 3 hari : 0,5
Resiko menjadi tinggi bila skoring total lebih dari 4,5
Daftar kepustakaan Child neurology sixth edition chapter 6Pediatric neurology : Principles and practice chapter 63Buku ajar neurology bab 16Neurology of the newborn capter 21
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
18/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
MENINGITIS TUBERKULOSA Kode ICD : A 17.0
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :18
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer. Fokus primerdapat berasal dari paru (terutama), kelenjar getah bening atau tulang
Etiologi Mycobacterium tuberculosis
Patogenesis Pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medulla spinalis yangdiakibatkan penyebaran basil hematogenselama infeksi primer atau selamaperjalanan tuberculosis kronik ( walaupun jarang ). Terlepasnya basil danantigennya dari tuberkel yang pecah akibat rangsangan trauma atau faktor
imunologis akan menimbulkan meningitis. Basil akan masuk ke ruangan subarachnoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahandalam cairan liquor cerebrospinal. Reaksi peradangan mula-mula timbul disekitar tuberkel yang pecah yang kemudian tampak jelas di selaput otak padadasar otak dan ependim.
Anamnesis
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Riwayat demam tidak terlalu tinggi, rasa lemah, anoreksia, mual, muntah,sakit kepala ± 2 minggu sebelum timbul manifestasi neurologis
Kejang bersifat umum dan intermiten Kesadaran menurun Riwayat kontak TB atau menderita TB
a. gejala umum sistemik : demam anoreksia berat badan turun keringat malam malaise
b. gejala khusus : sesuai dengan organ yang terkenaGejala klinis meningitis tuberkulosa terdiri beberapa stadium :
a. Stadium I (prodormal) gejala tidak khas Kenaikan suhu yang ringan Apatis Tidak nafsu makan Mual, muntah Sakit kepala ringan
b. Stadium II (transisi) timbulnya tanda dan gejala neurologis Tanda-tanda rangsang meningeal meningkat Seluruh tubuh kaku Refleks tendon menjadi tinggi Peningkatan tekanan intrakranial
Kelumpuhan saraf otak Gangguan bicara Disorientasi Hemiplegia Ataksia
8/20/2019 b. Neurologi
19/72
Gerakan involunterc. Stadium III (terminus) meningkatnya disfungsi serebral difus
Penurunan kesadaran sampai koma Postur deserebrasi dekortikasi Pernafasan tidak teratur (cheyene stokes) Dilatasi pupil dan tidak bereaksi sama sekali
Pemeriksaan fisik Ubun-ubun besar membonjol pada bayi
Tanda peningkatan tekanan intrakranial Gejala rangsang meningeal positif Gangguan syaraf otak
Kriteria Diagnosis 1. CT-Scan Kepala : ditemukan tuberkuloma hidrosefalus2. Uji tuberkulin3. Riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa4. Diagnosa pasti : ditemukan basil tahan asam dalam sediaan hapus dan
biakan LCS
Differential diagnosis Meningitis bakterialis
Meningitis aseptik Encephalitis
PemeriksaanPenunjang
1. Laboratorium (LCS) :- jernih opalesen/kekuningan (xantocrom)- jumlah sel meninggi, tapi jarang yang melebihi 1000 mm3, dengan
limfosit MN>PMN- kadar protein meningkat (>300 mg/100 ml)- kadar glukosa menurun (
8/20/2019 b. Neurologi
20/72
3. Obat Anti Tuberkulosis
INH : 10-15 mg/kgBB/hari, maksimum 300 mg, selama 9-12 bulan Rifampisin 10-15 mg/kgBB/hari, maksimum 600 mg/hari, single dose
1 jam sebelum makan selama 9-12 bulan Pirazinamid : 20-35 mg/kgBB/hari, makimum 2 gram/hari selama 2
bulan Etambutol : 10-15 mg/kgBB/hari, selama 9 bulan atau Streptomisin : 20-50 mg/kgBB/hari, maksimum 750 mg/hari selama 1bulan
4. Kortikosteroid :Prednison : 1-2 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis secara oral selama 1-3bulan, kemudian diturunkan 1 mg setiap 1-2 mingu selama 1 bulan
5. Fisioterapi
Komplikasi danPrognosis
Prognosis Pasien yang tidak diobati biasanya meninggal dunia Tergantung pada stadium penyakit saat pengobatan dimulai dan umur
pasien, pasien berumur < 3 tahun mempunyai prognosis yang lebih buruk
Komplikasi Mata atrofi optic dan kebutaan THT gangguan pendengaran dan keseimbangan Sequel neurologis minor kelainan syaraf otak, nistagmus, ataksia,
ganguan pada koordinasi dan spastisitas Kelainan pituitary dan hipotalamus prekoks seksual,
hiperprolaktinemia, defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropindan gonadotropin
Daftar kepustakaan Child neurology sixth edition chapter 6Pediatric neurology : Principles and practices chapter 63
Neurology of the newborn chapter 21Buku ajar neurologi bab 10
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
21/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
MENINGITIS ASEPTIK Kode ICD : A 87
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :21
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Infeksi pada meningen yang disebabkan virus
Etiologi Penyebab yang sering : Herpes simpleks.arbovirus, Eastern and westernEquine St Louis encephalitis.Penyebab yang jarang : Enterovirus, parotitis, Adenovirus, Lassa virus,Rabies, Cytomegalovirus
Patogenesis Virus masuk melalui kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan,menyebar ke seluruh tubuh dengan cara :
Setempat : infeksi terbatas di selaput lender permukaan atau organtertentu
Hematogen primer : virus masuk ke darah yang menyebar le organ
Hematogen sekunder : virus menyebar ke organ lain
Penyebaran melalui syaraf : virus berkembang di selaput lender danmenyebar melalui syaraf
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Gejala klinik : demam, sakit kepala, mual, muntah, letargi, GRM (+) (kakukuduk, tanda kernig dan brudzinsky)
PemeriksaanPenunjang
Laboratorium : Darah tepi : normal
LCS : - jernih- jumlah sel 20 sampai beberapa ribu/mm3 - protein normal atau sedikit meningkat
(50-200 mg/dl)
- glukosa normal (>50 mg/dl)Untuk menyingkirkan meningitis TBC dilakukan
mantoux test atau BCG test foto thoraks
Tatalaksana simptomatik antibiotika profilaksis diberikan ampisilin dan kloramfenikol sampai
diketahui faktor penyebabnya.
Daftar kepustakaan Child neurology sixth edition chapter 6Pediatric neurology : Principles and practices chapter 64Neurology of the newborn chapter 21
8/20/2019 b. Neurologi
22/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
ENSEFALITIS Kode ICD : A.86
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :22
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Peradangan pada jaringan otak
EtiologiPenyebab yang sering : Herpes simpleks.arbovirus,Eastern and westernEquine St Louis encephalitis.Penyebab yang jarang : Enterovirus, parotitis, Adenovirus, Lassa virus,Rabies, Cytomegalovirus
Patogenesis Virus masuk melalui kulit, saluran pernafasan dan saluran pencernaan,menyebar ke seluruh tubuh dengan cara :
Setempat : infeksi terbatas di selaput lender permukaan atau organtertentu
Hematogen primer : virus masuk ke darah yang menyebar le organ
Hematogen sekunder : virus menyebar ke organ lain
Penyebaran melalui syaraf : virus berkembang di selaput lender danmenyebar melalui syaraf
Anamnesis Gejala dapat ringan sampai berat, tergantung jenis virus dan jaringan otakyang terkena.
Panas mendadak tinggi (sering dengan hiperpireksia) Sakit kepala
Nausea dan muntah Kesadaran cepat menurun (letargia, stupor, dan koma) Kejang umum/fokal/twitching Afasia, hemiparesis Adanya riwayat penyakit primer dapat membantu diagnosis. Misalnya
Mump, morbili, varicella
Pemeriksaan fisik Demam tinggi GCS menurun Ruam kulit pada ensefalitis karena enterovirus, varisela zoster Defisit neurologis: paresis, paralisis, afasia, ataxia, paralisis syaraf
otak
Kriteria Diagnosis Adanya trias demam tinggi, penurunan kesadaran, dan kejang, tanpaadanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
Differential diagnosis Meningitis TB Sindroma Reye Abses otak Tumor otak Ensefalopati
8/20/2019 b. Neurologi
23/72
PemeriksaanPenunjang
1. Laboratorium (LCS) Sering dalam batas normal (warna jernih, kadar protein dan
glukosa normal) Dapat juga jumlah sel sedikit meningkat, kadar protein sedikit
meningkat (50-200) dan kadar glukosa biasanya normal, pandy (-)atau (+)
Diagnosis pasti dengan mengisolasi virus dari LCS.2. EEG
Sering menunjukkan aktivitas listrik yang merendah sesuai dengankesadaran yang menurun
Tatalaksana Terapi kausal tidak ada, karena umumnya disebabkan oleh virus, hanya
diberikan pengobatan simptomatis dan suportif.
1. Simptomatik Kejang diatasi sesuai dengan tatalaksana kejang Hiperpireksia diatasi dengan:
a. surface cooling : es ditempatkan pada pembuluh darah besaryang letaknya superfisial
b. antipiretika
c. meniup udara/mendinginkan udara sekitarnya.d. hibernasi, diberikan klorpromazin 2 mg/kgBB/hari atau
prometasin 4 mg/kgBB/hari secara IV atau IM dalam tiga kalipemberian
Untuk mengatasi edema otak diberikan kortikosteroiddeksametason 0,2-0,3 mg/kgBB/kali dalam 3 kali pemberian,selama 4-5 hari.
2. Suportif Pemberian cairan : dilakukan retriksi cairan, jenis cairan diberikan
cairan (Dekstrose 5 % + NaCI 15%), dengan perbandingan 2 : 1. jumlah cairan pada hari pertama 70 % dari kebutuhanmaintenance.
Bila edema otak diterapi sesuai penatalaksanaan edema otak Pemberian O2 dan pembebasan jalan nafas Posisi diubah-ubah Nutrisi yang adekuat
4. Profilaksis antibiotikaBeri PP 50.000 IU/kgBB/hari dan Kloramfenikol 75 mg/kgBB/haridibagi 3-4 dosis, atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosisdan Gentamisin 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Diberikan sampai 10hari. Jika masih panas 3 hari setelah pengobatan fikirkan komplikasiatau antibiotikanya tidak adekuat.
Tindak lanjut
Mencari dan mengobati penyakit penyerta Fisioterapi bila sekuelle (+). Dilakukan 1 minggu tidak panas
Daftar kepustakaan Child neurology sixth edition chapter 6Pediatric neurology : Principles and practices fourth edition chapter 64Buku Ajar Neurologi
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
24/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
SUB ACUTE SCLEROSINGPANENCEPHALITIS
Kode ICD : A.81.1
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :24
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi SSPE adalah penyakit peradangan yang progresif susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh infeksi virus campak menetap.
Etiologi Virus Morbili
Patogenesis Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan setelah
infeksi akut virus morbili hidup dalam bentuk inaktif dalam sel
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Dibagi menjadi 4 stadium : Stadium I
Gangguan psikointelektual berupa gangguan mental dan kepribadian.Pasien tampak labil, kemampuan belajar menurun, mudah lupa, letargi,depresi. Stadium berlangsung 6 bulan
Stadium II Adanya kejang dan kerusakan motor. Kerusakan ekstrapiramidalmeliputi koreoatetosis, dan balismus
Stadium III Adanya koma dan opistotonus, spastisitas, gangguan syaraf otonom.Stadium berlangsung kurang dari 6 bulan, kebanyakan meninggal pada
stadium ini Stadium IV
Hilangnya fungsi korteks cerebri, mutism dan disfungsi otonom.Berlangsung 1-10 tahun
Anamnesis - Didahului oleh riwayat morbili tipikal, sembuh total tanpa komplikasibeberapa tahun sebelum onset.
- Keluhan yang sering ditemukan:- Jatuh/tersentak- Kemunduran intelegensi- Penyakit psikiatrik- Paresis/paralisis
- Gangguan bicara
Pemeriksaan fisik Sesuai dengan stadium yang dialami
Kriteria Diagnosis Gejala klinis sesuai stadium Titer antibody morbili dalam darah dan LCS EEG LCS
PemeriksaanPenunjang
EEG : Tahap awal EEG normal atau perlambatan non spesifikPada stadium II : gambaran supression burst pattern/periodic
slow wave complexes (PSWC)Pada stadium lanjut : abnormal/bervoltase rendah
Darah: titer antibodi morbili 1/124-1/2048LCS : jernih, sel normal, glukosa normal, protein normal/sedikit
meningkat. Titer antibodi morbili 1/8 s/d 1/64
8/20/2019 b. Neurologi
25/72
MRI : Berguna untuk menilai progresifitas penyakit dan pengaruhpengobatan. Tampak gambaran lekoensefali pada intensitas signal T2pada substansia alba, batang otak maupun serebelum.
Tatalaksana - Belum ada pengobatan yang memuaskan- manfaat isoprinosin 100 mg/kgBB/hari, interferon intraventrikel masih
kontroversial- bila ada kejang mioklonik dapat diberikan antikonvulsan karbamazepin,
asam valproat/pirimidon- pemberian nutrisi yang baik, pengobatan infeksi sekunder dan suportif
Komplikasi danPrognosis
Fatal, pada umumnya penderita meninggal 6 bl – 3 th setelah gejala timbul.Dilaporkan 5% sembuh spontan
Daftar kepustakaan Child neurology sixth edition chapter 6Pediatric neurology : Principles and practices fourth edition chapter 64
Buku Ajar Neurologi bab 20
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
26/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
ABSES OTAK Kode ICD :G06.0
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :26
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Terdapatnya timbunan nanah yang terlokalisasi di dalam jaringan otak baikdisertai atau tidak disertai oleh pembentukan kapsul
Etiologi Berdasarkan etiologi penyebab :1. organism anaeobik : gram (-): E. coli, Haemophilus influenza, Proteus,
Peudomonas, dan gram (+): Streptococcus, Staphylococcus,Pneumococcus
2. Fungi : Candida3. Parasit : E. Histolytica
Patogenesis 1. Penyebaran langsung dari fokus infeksi yang berdekatan dengan otak2. Metastasis fokus jauh3. Trauma tembus kepala4. Pasca operasi kepala5. Sumber infeksi tidak diketahui
Anamnesis Demam, kejang, defisit neurologis yang progresif, tanda-tanda peningkatantekanan intrakranial, lateralisasi.
Riwayat sinusitis, otitis, mastoiditis, gingivitis, pulpitis, trauma kepala, fokalinfeksi diabdomen, rongga panggul, infeksi paru, operasi tulang, meningitisdan kelainan jantung bawaan serta penyakit jantung rematik
Pemeriksaan fisik Manifestasi abses otak : Peningkatan tekanan intracranial berupa sakit kepala, muntah,
papiledema Supurasi intracranial berupa iritabel, drowsiness, stupor, rangsang
meningeal Infeksi berupa demam, menggigil, leukositosis Tanda lokal jaringan otak berupa kejang, gangguan syaraf cranial,
afasia, ataksia, paresis
Kriteria Diagnosis Gejala klinis
EEG : gelombang delta yang bersifat fokal
Labolatorium LED meningkat, leukositosis
CT Scan (definitif) tampak focus abses
PemeriksaanPenunjang
Darah rutin : tanda infeksi akut atau normal EEG : gelombang delta yang bersifat fokal Rontgen kranium : tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat. CT- scan kepala dengan kontras : khas gambaran ring of enhancement
Tatalaksana Dilakukan tindakan bedah bila:
Ukuran abses besar (>2 cm) Letak abses bukan di basal ganglia Jumlah abses hanya satu atau abses multiple dengan ukuran besar
8/20/2019 b. Neurologi
27/72
Tindakan yang dilakukan adalah aspirasi atau pengeluaran abses beserta
kapsulnya. Diberi antibiotika sesuai hasil kultur, sementara menunggu hasil
kultur diberikan
Ampisilin 200 mg/kgBB/hari Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari, sampai 4-6 minggu Metronidazol 30-50 mg/kgBB/hari Kortikosteroid
Komplikasi danPrognosis
Prognosis tinggi pada pasien dengan perjalanan penyakit yang cepatPasien dengan gejala lebih dari 2 minggu dan abses berkapsul, soliter sertasuperfisial mempunyai prognosis yang lebih baikPrognosis buruk pada :
Pasien koma preoperative
Pasien dengan gangguan imunitas
Abses multiple, letak dalam
Terjadi pada umur muda
Daftar kepustakaan Child neurology sixth edition chapter 6Pediatric neurology : Principles and practices chapter 10Buku Ajar Neurologi bab 10
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
28/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
ENSEFALOMIELITIS DISEMINATA AKUT Kode ICD :G04.0
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :28
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Penyakit autoimun yang menyebabkan terjadinya demielinisasi sehingga
mempengaruhi otak dan medulla spinalis, bersifat monofasik dan jarang
melibatkan syaraf tepi.
Etiologi Umumnya timbul setelah infeksi virus atau vaksinasi, antara lain:- Penyakit virus spesifik: Epstein-Barr, Influenza A, Mumps,
Coronavirus.
- Setelah penyakit eksantematosa pada anak-anak ( Varisela, Campak).
- Setelah vaksinasi: Difteri, Influenza, Rabies, Cacar, Tetanus, Tifoid.
Dapat timbul spontan, merupakan gejala prodromal subklinis infeksi virus
Epidemiologi: Umumnya merupakan kelainan para/post infeksi
Patogenesis Kelainan ini timbul akibat adanya reaksi antigen antibodi. Virus akan
merangsang pembentukan antibodi oleh tubuh, akan bereaksi dengan sel
saraf atau jaringan saraf dan antigen dari protein virus.
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Kriteria Klasifikasi, menurut Tenembaum dkk:
- Grup A : Bila lesi < 5 mm
- Grup B : Bila dijumpai ≥ 1 lesi ukuran > 5mm
- Grup C : Kelainan melibatkan talamus bilateral simetris
- Grup D : Leukoensefalitis Hemoragik Akut ( Lesi lebih besar dengan
dampak massa lebih besar dan dijumpai perdarahan)
Anamnesis Riwayat infeksi virus 1 minggu sampai 1 bulan sebelumnya Akut : gejala penurunan kesadaran mendadak Subakut : gejala penurunan kesadaran yang tidak terlalu dalam,timbul 1-3 bulan setelah infeksi virus.
Pemeriksaan fisik Penurunan kesadaran Deficit neurologis
Bentuk Klinis Gejala klinis yang sering dijumpai adalah gejala prodromal seperti:demam, malaise, mialgia.
Ditemui gejala neurologis multifokal 5-14 hari setelah infeksi virusatau vaksinasi, antara lain: gejala awalnya sakit kepala, demam,kelemahan. Selanjutnya dijumpai kelumpuhan saraf kranial, terutamaN. VII, kejang, hemiparese, ataksia, gejala ekstrapiramidal,
nistagmus, penurunan kesadaran (letargi sampai koma). Gejalalainnya: perubahan tingkah laku.
Gambaran patologis pada pasien ini seperti pada ensefalitiseksperimental alergi, yaitu adanya fokus perivaskular demielinisasidisertai serbukan sel radang pada substantia alba.
8/20/2019 b. Neurologi
29/72
Kriteria Diagnosis Gejala Klinis Pemeriksaan penunjang
PemeriksaanPenunjang
EEG gambaran abnormal berupa perlambatan dan kadangtampak gelombang tajam dan paku individual.
LCS pleiositosis ringan dengan mononuklear dominan, disertai
kenaikan protein. CT Scan fase awal normal, dan pada fase lanjut terlihat adanyaatrofi serebral
MRI edema substansia alba
Tatalaksana Terapi Imunologis: Kortikosteroid, Imunoglobulin intravena, Plasmaparesis
Komplikasi danPrognosis
- Pada yang monofasik, self-limited.
- Sembuh tanpa sekuele dalam waktu satu bulan: 50-60%
- Sembuh dengan sekuele neurologis (kejang): 20-30%- Meninggal: 10-30%
Daftar kepustakaan Buku Ajar Neurologi bab 10Pediatric Neurology : Principles and practice chapter 55
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
30/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
TETANUS NEONATORUM Kode ICD : A 33
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :30
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Penyakit dengan tanda utama kekakuan otot ( spasme ) tanpa disertaigangguan kesadaran yang terjadi pada neonatus
Etiologi Clostridium tetani
Patogenesis Spora yang masuk ke tubuh berubah menjadi bentuk vegetatif danmenghasilkan toksin. Toksin merambat dari tempat luka lewat motorendplate dan aksis silinder syaraf tepi ke kornu anterior sumsum belakangdan menyebar ke seluruh SSP. Toksin menyebabkan blokade pada simpul
yang menyalurkan impils pada tonus otot sehingga tonus otot meningkat danmenimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan timbul kejangterutama pada otot yang besar
Anamnesis Pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak steril Bayi sulit atau tidak mau menetek Ibu tidak mendapat imunisasi TT selama hamil
Pemeriksaan fisik Kejang rangsang, kejang spontan Trismus Mulut mencucu Kaku kuduk Perut papan Anggota gerak spastis Mungkin dengan demam dan sianosis Mungkin terdapat radang atau supurasi umbilikus
Kriteria Diagnosis Anamnesis riwayat persalinan Gejala klinis
Differential diagnosis Sepsis
Meningitis
Tatalaksana ATS 10.000 unit pada hari I : 1/3 SC sekitar pusat1/3 IV1/3 IM
ATS 10.000 unit pada hari II IM Antibiotika : Ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis
Garamisin 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis Antikonvulsan : Diazepam 8-10 mg/kgBB/hari dibagi 12 kali IV Kalau tidak ada diazepam dapat diberikan:
- fenobarbital 30 mg sebagai dosis awal dilanjutkan 6 x 15 mg p.o- largaktil 10 mg sebagai dosis awal, dilanjutkan 6x2 mg p.o
Tali pusat dibersihkan dengan H2O2 3 %
Edukasi Pemotongan tali pusat menggunakan alat sterilSuntikan TT pada ibu hamil
8/20/2019 b. Neurologi
31/72
Komplikasi danPrognosis
Prognosis ditentukan oleh masa inkubasi, period of onset, jenis luka danstatus imunitas pasien. Pada tetanus neonatorum prognosis buruk
Daftar kepustakaan Buku ajar infeksi dan penyakit tropisNeuromuscular Disorder of infancy chapter 13Neurology of the Newborn chapter 21
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
Penentuan derajat tetanus neonatorum (kriteria Chandra):
No Penilaian Skor
1 Umur : < 6 hari
6-10 hari
> 10 hari
4
2
1
2 Kejang : Spontan
Rangsang
2
1
3 Sianosis 2
4 Suhu tubuh 38 C atau lebih 1
5 Trimus / rhisus sardonikus 1
Penentuan derajat : I : skor 2-5
II : skor 6-7
III : skor 8-10
8/20/2019 b. Neurologi
32/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
TETANUS ANAK Kode ICD : A 35
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :31
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Penyakit dengan tanda utama kekakuan otot ( spasme ) tanpa disertaigangguan kesadaran yang terjadi pada anak
Etiologi Clostridium tetani
Patogenesis Spora yang masuk ke tubuh berubah menjadi bentuk vegetative dan berbiakmenghasilkan toksin. Toksin merambat dari tempat luka lewat motor endplatedan aksis silinder syaraf tepi ke kornu anterior sumsum belakang danmenyebar ke seluruh SSP. Toksin menyebabkan blockade pada simpul yang
menyalurkan impils pada tonus otot sehingga tonus otot meningkat danmenimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan timbul kejangterutama pada otot yang besar
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Untuk menentukan derajat berat ringannya penyakit, dipakai kriteria menurut
Cole dan Youngman (1969) sebagai berikut :
NO KRITERIADERAJAT
I II III
1 Masa
inkubasi
>14 hari 10-14 hari < 10 hari
2 Onset 6 hari 3-6 hari < 3 hari
3 Trismus Ringan Sedang Berat
4 Disfagia (-) Ringan Berat
5 Kekakuan Lokal dekat
luka
mendahului
kekakuan
umum
Kekakuan
umum sejak
awal
Kekakuan umum
sering
menyebabkan
kesulitan
bernafas danasfiksia
6 Kejang
umum
Sebentar,
tidak
mengganggu
pernafasan
Lebih berat,
lebih sering,
tidak
menyebabkan
dispnoe dan
sianosis
Cepat memberat,
sering, lama,
menyebabkan
kegagalan
pernafasan dan
spasme laring
Anamnesis mencari “port’d entre” yaitu adanya luka, radang telinga dan karies dentis
Pemeriksaan fisik Trismus, kaku kuduk, opistotonus, perut papan, tak dapat jalan, atau jalanseperti robot, kejang rangsang, kejang spontan. Tidak terdapat penurunankesadaran dan biasanya tidak panas
8/20/2019 b. Neurologi
33/72
Kriteria Diagnosis Anamnesis luka Gejala klinis
Differential diagnosis Tetani Trismus karena proses local seperti mastoiditis, abses tonsilar, OMSK
Tatalaksana 1. Medikamentosa
ATS pada hari I 20.000 IU diberikan perdrip dengan diencerkan 20 kali
dengan NaCI fisiologis. Sebelum pemberian harus dilakukan tes kulitterlebih dahulu, bila positif maka dilakukan desentisasi dengan carabesredka. Pada hari II ATS 20.000 IU diberikan IM
Antibiotika PP 50.000 U /kgBB/hari selama 10 hari Antikonvulsan :
a. fenobarbital dosis awal 100 mg IM dan largactil dosis awal 30 mgIM dilanjutkan oral : fenobarbital 6x30 mg/hari dan largactil 2-5mg/kgBB/hari dibagi 6 dosis
b. diazepam dengan dosis inisial 0,2 mg/kgBB/kali IV, kemudianditeruskan dengan 4-8 mg/kgBB/hari diberikan secara IV dalam 12kali pemberian
Dosis antikonvulsan diturunkan secara bertahap sesuai dengan
perbaikan klinis. Antiseptik H2O2 3% untuk pencucian luka.
2. Suportif
Mencegah terjadinya aspirasi, segera setelah pemberian antikonvulsandipasang sonde lambung, lambung dikosongkan, posisi kepaladimiringkan
Penderita diisolasi dan dijauhkan dari rangsangan terutama cahayayang berubah mendadak, bunyi dan sentuhan
Makanan diberikan dalam jumlah sedikit tetapi sering, untuk mencegahterjadinya regurgitasi
Oksigen diberikan bila ada gangguan oksigenasi
Penderita dipulangkan setelah tidak ada kejang rangsang lagi, tidak spastis,atau spastis ringan, telah dapat berjalan dan tidak ada kesulitan makan ataupenyulit lain
Edukasi Imunisasi DPT dilanjutkan TTObati luka dengan antiseptic
Komplikasi danPrognosis
Prognosis ditentukan masa inkubasi, period of onset, jenis luka, statusimunitas, letak jenis luka, dan luas kerusakan jaringan
Daftar kepustakaan Buku ajar Infeksi dan Penyakit Tropis
Neuromuscular disorder of infancy chapter 13Neurology of the newborn chapter 21
8/20/2019 b. Neurologi
34/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
ACUTE FLACCID PARALYSIS Kode ICD : A.80.3
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :34
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang dari 15 tahun dengankelumpuhan yang sifatnya flaccid (layuh), terjadi secara akut (mendadak / 8 gram- tidak dalam keadaan kering- suhu dalam kontainer pengiriman 00 –80 C atau masih ada
cold pack yang baku5. FisioterapiDilakukan untuk mencegah atrofi, kontraktur dan kelemahan otot
8/20/2019 b. Neurologi
35/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
POLIOMIELITIS PARALITIKA Kode ICD : A 80.9
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :35
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Penyakit infeksi virus akut yang mengenai medulla spinalis dan batang otak
Etiologi Virus polio tipe Brunhilde, Lansing dan Leon
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Paralisis residual berupa asimetris, atrofi otot dan deformitas. Reflekstendon berkurang atau hilang
tak ada gangguan rasa raba nyeri otot yang sangat hebat tak ada gangguan fungsi kandung kemih
Dalam surveilans AFP yang tujuannya mencari kasus polio diagnosa pasti
polio dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi sbb :
1. Klasifikasi pada surveilens yang belum memenuhi kriteria secaraklinis
2. Klasifikasi pada surveilens yang memenuhi kriteria secaravirologis
Kriteria Surveilens :- AFP rate : 1 per 100.000 pada penduduk usia 60 %
Pada surveilans yang belum baik maka digunakan kriteria klasifikasi klinis
yaitu :
Kelumpuhan menetap (paralise residual), setelah kunjungan ulang60 hari sejak terjadinya kelumpuhan
Meninggal sebelum 60 hari sejak terjadinya kelumpuhan Tak dapat diketahui keadaan kelumpuhan setelah 60 hari sejak mulai
lumpuh
Pada surveilans yang sudah baik digunakan kriteria klasifikasi virologis yaitu:
Didapatkan virus polio liar pada pemeriksaan spesimen
Anamnesis Adanya demam tinggi yang timbul pada onset kelumpuhan Kelumpuhan bersifat akut, asimetris dengan progresifitas kelumpuhan 3-
4 hari
Pemeriksaan fisik Demam
Gejala rangsang meningeal diikuti kelumpuhan flaccid asimetris
Kriteria Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik kelumouhan flaccid, asimetris LCS Isolasi virus dari tinja dan orofaring
8/20/2019 b. Neurologi
36/72
PemeriksaanPenunjang
LCS : kadar protein agak meningkat, berlangsung sampai 2 bulan. Awalpenyakit jumlah sel leukosit meningkat terutama terdiri dari selpolimorfonuklear, setelah itu jumlah limposit lebih banyak dan menjadinormal dalam 2-3 minggu
Isolasi virus
Tatalaksana Belum ada pengobatan kausal namun dapat dicegah dengan vaksinasi
Edukasi Imunisasi polio
Daftar kepustakaan Pediatric Neurology: Principles and Practice fourth editionChild Neurology chapter 9Buku ajar neurologi bab 11
Lain-lain (Algaritma,
Protokol, Prosedur,Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
37/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
SINDROMA GUILLAIN BARRE Kode ICD :G 61.0
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :37
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Ditandai proses radang non infeksi di daerah radiks syaraf tepi
Etiologi Proses imunologis
Patogenesis Infeksi virus menyebabkan penurunan suppressor sel T sehingga terjadipeningkatan sel T, sel B dan limposit. Adanya kontak antara sensitivelymphocyte dengan serabut syaraf mengakibatkan terjadinya kerusakan
myelin. Imunitas selular atau humoral yang mengakibatkan kerusakanmyelin masih controversial.
Anamnesis adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas atau saluran
pencernaan 2-3 minggu sebelum gejala
rasa kesemutan, nyeri atau tak terasa kelumpuhan bersifat ascending dan simetris bilateral
Pemeriksaan fisik tetra parase/paraparese tipe flaksid gangguan sensorik berupa nyeri, parestesi, hipestesi sampai anestesi dapat disertai paralisis fasial
Bila kasus berat dapat terjadi paralise bulber berupa paralise ototpernafasan
Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis2. Pemeriksaan fisik3. LCS kenaikan protein tanpa disertai kenaikan jumlah sel ( disosiasi
sito albumin )4. EMG perlambatan kecepatan antar syaraf dengan latensi distal yang
memanjang
PemeriksaanPenunjang
LCS : Adanya gambaran disosiasi sitoalbumin
Darah : Gambaran tidak khas, tergantung pada jenis kumanpenyebab dan stadium penyakit
Tatalaksana bed rest total, bila ada kelumpuhan otot bulbar rawat di ICU obati fokal infeksi plasmapharesis gama globulin 0,4 g/kgbb/hari selama 5 hari neurotonika fisioterapi bila tanda-tanda infeksi sudah reda Pemberian prednison 1-2 mg/kgBB/hari tak melebihi 100 mg selama 5
hari bila tak ada perbaikan
Daftar kepustakaan Child neurology chapter 7
Buku Ajar Neurologi bab 16Neuromuscular disorder of infancy, childhood and adolescence chapter 23
8/20/2019 b. Neurologi
38/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
MIELITIS TRANSVERSA Kode ICD :M 79.2
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :38
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Penyakit ini ditandai kelumpuhan progresif disertai hilangnya fungsi perasadan fungsi otot sphingter
Etiologi Reaksi imunologis
Patogenesis Reaksi imunologis menyebabkan kerusakan medulla spinalis berupanekrosis elemen syaraf dan digantikan dengan sel radang atau
meninggalkan kavitas, reaksi imunologis akan menimbulkan vaskulitis danberakibat tersumbatnya arteri spinalis anterior sehingga menimbulkannekrosis pada medulla spinalis di daerah torakolumbal
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Paralise residual, terjadi atrofi diplegi setelah beberapa tahun Refleks tendon menurun Tidak ada rasa nyeri otot Anestesi tungkai atau kaki disertai gangguan rasa raba Ada gangguan fungsi kandung kemih
Anamnesis Ada demam Kelumpuhan bersifat akut, simetris pada tungkai bawah dengan
progresifitas kelumpuhan beberapa jam sampai 4 hari
Pemeriksaan fisik Paraparesis Gangguan sensorik Reflex fisiologis meningkat, klonus (+) Gangguan syaraf otonom
Kriteria Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik LCS : pleiositosis dan peningkatan protein CT Mielografi : pembengkakan medulla spinalis
Differential diagnosis Guillain Barre Syndrom Tumor Medulla Spinalis
PemeriksaanPenunjang
Pemeriksaan laboratorium darah dan LCS tidak khas
Tatalaksana Hanya tindakan suportif, steroid tidak bermanfaat
Komplikasi danPrognosis
Prognosis biasanya baik, 60% sembuh sempurna dan 15 % menimbulkangejala sisa. Penyembuhan berangsur setelah 1 bulan dan sembuh totaldalam 6 bulan
Daftar kepustakaan Child Neurology chapter 7Buku ajar neurologi bab 16
8/20/2019 b. Neurologi
39/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
CHRONIC INFLAMMATORY DEMYELINATINGPOLINEUROPATHY
Kode ICD :G61.9
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :39
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi
Kriteria Diagnosis
Polineuropati yang disebabkan oleh proses imun, berlangsung lebih dari 2bulan
Gambaran klinis yang muncul biasanya berupa kelemahan dan rasabaal yang progresif dapat berlangsung lebih dari 8-12 minggu, tapikepustakaan lain mengatakan bahwa penyakit berlangsung lebih dariempat minggu. Perjalanan penyakit mungkin dapat progresif, progresifbertahap, atau relaps berulang.
Pemeriksaan neurologi biasanya menampakkan kelemahan proksimaldan distal, kehilangan sensori bagian distal dan refleks yang tertekanatau absen.
Gambaran laboratorium yang tipikal berupa : pada LCS yaitu dissosiasisitoalbumin, pada EMG memperlihatkan adanya demielinisasi, dan padabiopsi syaraf menunjukkan adanya demielinisasi, serabut mielin yangtipis, dan onion-bulbs. Biopsi tidak penting untuk menegakkan diagnosispada sebagian kasus tetapi hal ini dapat menolong pada pasien dengangejala klinis, elektrofisiologi dan laboratorium yang kurang jelas.
Tatalaksana Kortikosteroid (obat hingga saat ini yang paling banyak dipakai)- Prednison dosis 1 sampai 1,5 mg/kgBB/hari secara oral, dosis
tunggal, pada pagi hari.- Khusus untuk penyakit yang berat dapat diobati dengan 1 gram
metilprednisolon secara intravena perhari (atau secara alternateday), dibagi 4 sampai 5 dosis, dan kemudian dengan prednison dosistinggi yang diberikan secara oral.
- Sangat penting untuk mempertahankan terapi oral dengan dosisyang tinggi sampai tampak adanya perbaikan. Kira-kira 90% pasienakan menunjukkan perbaikan selama 2 bulan setelah pemberianawal steroid. Pada waktu perbaikan muncul (berdasarkan uji ototyang dilakukan secara manual atau dengan alat lain yang
memperlihatkan kuantitas), dosis kemudian diubah dengan regimenalternate day. Hal ini dilakukan dengan beberapa langkah, misalnya80 mg pada hari pertama diselingi dengan 40 mg pada hariberikutnya, dengan pengurangan dosis tiap minggu menjadi 80 mgdan 20 mg, 80 mg dan 10 mg, 80 mg dan 5 mg, akhirnya 80 mg dan0 mg. Pengobatan dengan prednison dilanjutkan sampai terjadiperbaikan yang maksimal. Hal ini terjadi pada 50% pasien setelah 6bulan pengobatan dan 90 % setelah 12 bulan pengobatan denganprednison. Pada langkah ini, prednison dapat diturunkan denganpelan-pelan, biasanya 5 mg setiap 2-4 minggu.
Immunoglobulin IntravenaMahal dan masih jarang dipakai. Regiment standar yang digunakan
adalah 0,4 atau 0,5 gram/kgBB/hari masing-masing selama 4 sampai 5
hari. Selanjutnya dosis maintenans dapat diberikan sesuai dengan dosis
dan frekuensi respons klinik. Regimen standar yang diberikan untuk
booster adalah dalam bentuk infus dengan dosis 0,5 gram/kgBB setiap 3
8/20/2019 b. Neurologi
40/72
sampai 4 minggu, hampir sama dengan waktu paruh imunoglobulin.
Pada pasien yang berat yang dirawat di rumah sakit, akan dilakukan
follow-up pemberian infus imunoglobulin dengan interval mingguan.
Pengunaan untuk terapi mingguan biasanya menggunakan dosis yang
lebih rendah yaitu 0, 2-0, 25 gm/kgBB.
Plasma ExchangeBelum ada di Indonesia. Khusus pada pasien dengan penyakit yang
berat (khususnya pada pasien yang dirawat), pengobatan dilakukan
dengan plasma exchange bersama-sama dengan prednison pada saat
memulai pengobatan. Dilakukan dengan menggunakan dua exchange
setiap minggu selama tiga minggu, meskipun uji selanjutnya
menunjukkan keuntungan yang lebih besar dengan masa pengobatan
yang diperpanjang (tiga exchange setiap minggu selama dua minggu
pertama diikuti dengan dua exchange selama minggu ketiga sampai
minggu keenam). Jika terjadi relaps pada saat prednison ditappering,
pemberian plasma exchange yang singkat dapat diberikan untuk
membantu reinduksi remisi.
Plasma exchange masih terbatas digunakan pada anak-anak karena
kesukaran teknik untuk mengganti volume darah yang kecil dengan
menggunakan cell separator.
Terapi pilihan lainnya- Pada pasien CIPD yang sukar disembuhkan dengan prednison,
plasma exchange dan immunoglobulin intravena, maka dapatdigunakan obat-obat immunosupresan (azatioprin, siklofosfamid,siklosporin), irradiasi limfoid total, serta alfa dan beta interferon.
- Dosis azatioprin yang digunakan adalah 50 mg peroral dibagi empatdosis, ditingkatkan secara berlahan-lahan dengan dosis total perharimenjadi 2-3 mg/kgBB peroral. Sulit untuk merekomendasikan salahsatu obat-obatan ini satu dengan yang lain, karena tidak adanya uji
terkontrol yang digunakan sebagai pedoman terapi. Satu penelitianyang membandingkan antara kombinasi prednison, dan azatioprinversus prednison saja menunjukkan tidak adanya manfaat yangbermakna dengan azatioprin. Pada uji ini waktu tiga bulandipersingkat untuk mengharapkan respon azatioprin.
- Pilihan selanjutnya adalah siklosporin. Dosis siklosporin adalah 5mg/kgBB/dosis sebagai dosis awal. Dosis kemudian ditingkatkansesuai dengan respons.
- Siklofosfamid merupakan pilihan selanjutnya dosisnya adalah 1-2mg/kg BB/dosis peroral. Azatioprin digunakan sebagai obat yangdapat menghemat prednison. Tetapi tidak sebagai obatimmunosupresan yang tunggal untuk penyakit ini. Diperlukan
pengalaman-pengalaman yang lebih banyak sebelummerekomedasikan penggunaan interferon (alfa atau beta) sebagaibagian dari penanganan rutin CIDP
Daftar kepustakaan Neuromuscular disorder of infancy, childhood and adolescence chapter 26Neurology of the newborn chapter 18
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
41/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
DISTONIA Kode ICD :G 24
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :41
Panduan Praktek
Klinis
Tanggal Revisi
………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Penyakit degeneratif berupa gangguan umum atau fokal yang progresif
ditandai kontraksi otot terus menerus menyebabkan gerakan berulang dan
meliuk-liuk atau postur tubuh yang abnormal
Insiden : jarang, dapat menyerang semua umur terutama 5-10 tahun
Etiologi - Kelainan kromosom- Intoksikasi obat seperti: metoclopramide, fenitoin, domperidon
- Gangguan metabolik
- Trauma lahir- Post infeksi ensefalitis, Subacut Leukoensefalopati, Sindroma Reye.- Toksin : Mangan, Carbon disulfida, Sianida- Psikogenesis dissosiasi- Kelainan perkembangan janin
Patogenesis Belum diketahui dengan pasti, diperkirakan secara patologi ada kelainanpada ganglia basalis, putamen, globus palidus, nukleus kaudatus
Bentuk Klinis
(Klasifikasi)
Sangat bervariasi, kelainan fokal seperti : blepharospasm(kelopak mata),
mulut (distonia oromandibular), leher (tortikolis), tangan (cramp writer.)
Anamnesis Adanya gerakan berulang-ulang & meliuk-liuk / postur tubuh abnormal
Pemeriksaan fisik Distonia fokal blefarospasme, distonia oromandibular, tortikolis, crampwriter
Distonia segmental
Disartria, gerakan orofasial, disfagia, tremor
Kriteria Diagnosis Gejala klinis gerakan distonia dan posisi tubuh Tidak ada gangguan intelektual, traktus kortikospinal dan biokimia
Riwayat perinatal normal PET Scan penurunan metabolism glukosa di nucleus caudatus,
nucleus lentiforme dan mediodorsal nucleus thalamusPemeriksaanPenunjang
PET Scan
CT Scan dan MRI tidak khas
Tatalaksana - Belum ada yang memuaskan- Dapat diberikan Triheksilpenidil(THP)/artane dosis 2-4 mg/hari dinaikan
menjadi 30-60 mg/hari- Levodopa dimulai dengan dosis 10-20 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2-3
dosisKomplikasi & Prognosis Bila makin dini, prognosa makin jelek
Daftar kepustakaan Buku Ajar NeurologiPediatric neurology : principles and practices 53
8/20/2019 b. Neurologi
42/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
KHOREA Kode ICD :G 25
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :42
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Gerakan yang tidak terkendali (involunter), bentuk gerakan cepat, mendadak,tidak terkendali dan tidak dapat diramalkan
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
1. Khorea Sydenham : Biasanya ditemukan setelah adanya infeksi streptokokus, sering
ditemukan pada penyakit jantung rematik
Karakteristik : gerakan khoreik, emosional labil, hipotonia Laboratorium penunjang : ASTO dan AKG Pengobatan : istirahat, terapi suportif, dan diberikan trankuilizer. Jika
didapatkan penyakit jantung rematik maka penatalaksanaan sesuaidengan penyakit jantung rematik
2. Khorea Hutington : Biasanya pada usia dewasa, diturunkan secara genetik Karakteristik : demensia progresif, perubahan kepribadian, khorea Bila terjadi pada anak-anak seringkali disertai kejang Pengobatan : diberikan penghambat reseptor dopamin seperti
haloperidol, bila kejang diberikan antikonvulsan.3. Khorea Familial Benigna
Bersifat non progresif Intelegensia tidak terganggu Sering disertai dengan ataksia Diturunkan secara genetik, diagnosis ditegakkan berdasarkan : onset
pada masa anak-anak, adanya riwayat keluarga, tidak ada defisitneurologis/intelektual, laboratorium sedikit bermakna
Pengobatan diberikan penghambat reseptor dopamine
Anamnesis Adanya gerakan involunter pada anggota gerak, biasanya lengan atautangan yang menyentak-nyentak dan cepat, disadari tetapi tidak
terkendali, yang hanya berhenti dalam waktu tidur. Gangguan emosional memperhebat gerakan ini Gerakan ini dapat timbul pada salah satu anggota gerak saja, pada kedua
lengan saja atau pada lengan dan tungkai sesisi saja
Pemeriksaan fisik Tangan korea tangan fleksi dan sendi metakarpopalang ekstensiberlebihan bila lengan dijulurkan ke depan
Kriteria Diagnosis Anamnesis : gerakan involunter Tangan korea
Tatalaksana Istirahat
Haloperidol 1-2 x 0,5 – 1 mg selama 4-6 bulan
Phenobarbital 2-4 mg/kgBbhari
Penisilin benzatin sebagai profilaksis terhadap infeksi streptococcus
8/20/2019 b. Neurologi
43/72
Komplikasi danPrognosis
Komplikasi : penyumbatan arteri retina dan papiledemaPasien sembuh tanpa gejala sisa neurologis mayor, hanya terdapat tremordan gangguan koordinasi
Daftar kepustakaan Child neurology chapter 2Buku Ajar Neurologi bab 16
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
44/72
DEPARTEMEN IKARSMH PALEMBANG
TIC DAN SINDROM TOURETTE Kode ICD :F 95
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :44
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Penyakit yang ditandai tic motor dan verbal yang tidak terkontrol, kadangdisertai ucapan cabul
Patogenesis Belum diketahui diduga gangguan pada ganglia basalis
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Tic motorik sederhana: meliputi suatu grup otot involunter, mendadak, cepat,lama < 1 detik, berulang, tidak ritmis, dan stereotipik.
Gerakan yang sering terlihat: mengedip, menyeringai, gerakan mulut,sentakan kepala, mengangkat bahu,dan gerak sentakan tangan dan kakiTic motoric multipel
Anamnesis Gejala awal tic multifocal pada muka dan kepala
Pada keadaan berat dijumpai koprolalia atau ekolalia konvulsif
Adanya penurunan perhatian ditandai hiperaktivitas, perhatian singkat,gelisah, konsentrasi buruk dan keinginan untuk mengganggu
Pemeriksaan fisik Tic fokal
Kriteria Diagnosis Diagnosis sindrom Tourette ditegakkan berdasarkan kriteria DSM IV:
1. Gejala tic motor multiple & satu / lebih tic fokal pada saat bersamaan.2. Tic dapat terjadi beberapa kali dalam sehari atau intermiten selama lebih
dari satu tahun tanpa periode bebas tic > 3 bulan berturut-turut3. Umur onset kurang dari 18 bulan4. Gangguan tidak disebabkan oleh obat-obatan
PemeriksaanPenunjang
PET scan peningkatan aktivitas metabolic di daerah frontal dan penurunanpenggunaan glukosa di ganglia basalis
Tatalaksana Tic motor ringan tidak memerlukan terapi. Pasien sindrom tourette yang tidak
mengalami gangguan psikososial maupun fisik juga belum memerlukan
terapi.
Obat yang dianjurkan untuk pengobatan sindrom tourette
Lini pertama : clonidine (0,05 mg dinaikkan perlahan-lahan setiap 7 hari),
baclofen (20 mg, 3 kali sehari).
Lini kedua: pimozide (1 mg/hari, dinaikkan 1 mg tiap minggu sampai gejala
berkurang 70% atau muncul efek samping), risperidone (0,25- 0,3 mg/hari),
haloperidol (0,5-2 mg/hari)
Daftar kepustakaan Buku Ajar Neurologi bab 20
8/20/2019 b. Neurologi
45/72
DEPARTEMEN IKA
RSMHPALEMBANG
CEFALGIA Kode ICD :R51
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :45
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Cefalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di belakang mata
serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang
Etiologi Secara garis besar, penyebab cefalgia dapat dibagi 5 kategori, antara lain:
Nyeri kepala vaskuler
Muskuloskeletal (nyeri kepala tegang otot)
Organik (tumor, malformasi, dan ensefalopati)
Psikogenik Lain-lain (peradangan,arthritis, neuralgia)
Pola sakit kepala Kemungkinan penyebabnya
Akut Terlokalisir
Infeksi saluran nafas akut seperti sinusitis,otitis media
Kerusakan pada gigi seperti abses gigi,disfungsi sendi temporomandibular
Infeksi sistemik seperti mengitis
Sentral : perdarahan akut intrakranial
Akut rekuren MigrainKronis non progresif Penyebab psikis
Kronis progresif Space occupying lesion. Hipertensi intrakranial
jinak
Patogenesis
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Penurunan aliran darah ke otak depolarisasi sel saraf menurunnyakativitas sel saraf edema neurogenik aktivasi trigeminal pengurangannilai ambang nyeri dari kulit hingga kutaneus.
1. Sefalgia Primer : bila tidak ditemukan penyebab organik dari suatu sakitkepala. Yang termasuk cefalgia primer yaitu migrain, tension-typedheadache, dan cluster headache.
2. Sefalgia Sekunder : bila didapat penyebab organik yang mendasari keluhansakit kepala pada penderita.Penyebab sefalgia sekunder:
Sefalgia yang berhubungan dengan trauma kepala atau leher
Sefalgia yang berhubungan dengan gangguan vaskuler kepala danservikal
Sefalgia yang berhubungan dengan gangguan intrakranial nonvaskuler
Sefalgia yang berhubungan dengan infeksi
Sefalgia yang berhubungan dengan gangguan hemostasis
Sefalgia yang berhubungan dengan gangguan cranium, leher, mata,telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau stuktur kranial atau wajah lainnya
Sefalgia yang berhubungan dengan gangguan psikiatri
8/20/2019 b. Neurologi
46/72
Anamnesis Saat sakit kepala muncul, lokasi, kualitas, frekuensi, durasi, beratnya sakit
kepala, gangguan aktivitas sehari-hari oleh sakit kepala, gejala prodormal atau
aura yang mendahului sakit kepala, riwayat trauma kepala, adakah defisit
neurologis sebelum, selama dan sesudah sakit kepala, riwayat keluarga sakit
kepala. Adanya depresi, gangguan emosi
Pemeriksaan fisik Keadaan umum pasien dan status mentalnya Ada kelainan pada kekuatan otot, reflex, dan koordinasinya. Terutama otot-
otot leher dan bahu.
Cari abnormalitas dari gigi dan gusi serta struktur kranial dan wajah lainnya.
Pemeriksaan saraf kranial, cerebellum, sensoris, fungsi motorik termasukreflex untuk mencari kelainan tumor atau vaskuler di hemisphere cereberi,cerebellum, atau batang otak.
Pemeriksaan rangsang meningeal
Pemeriksaan funduskopi
Kriteria Diagnosis Sifat, lama, lokasi, frekuensi nyeri kepala
Pemeriksaan fisik dan neurologis Pemeriksaan penunjang
PemeriksaanPenunjang
Laboratorium darah, LED
Lumbal Pungsi
Elektroensefalografi
CT Scan Kepala, MRI
Foto Rontgen
Tatalaksana 1. Cefalgia primer
A. Migrain Istirahat
Analgetik : ibuprofen (10 mg/kgBB/kali) atau naproxen (10 mg/KgBB/kali)
Jika sakit kepala moderat dan berat dipertimbangkan diberi Triptans
Di follow up selama 12 - 24 jam jika tidak membaik: pemberian obatparenteral di UGD dengan Triptans, atau dihydroergotamin (1 mg), atauasam valproat jika membaik nilai frekuensi migrain
Frekuensi migrain < 2x/bulan tidak ada profilaksis
Frekuensi migrain ≥ 2x/bulan diobati profilaksis dengan Cyproheptadine (0,1 mg/kgBB/kali), atau propanolol (0,2-0,5 mg/kgBB/kali), atauamitriptilin (0,5-1 mg/kgBB/kali). Kemudian di follow up frekuensi migraineselama 1 – 3 bulan. Kalau membaik tidak diobati, kalau tidak membaikditerapi dengan biofeedback, latihan relaksasi, riboflavin, tablet valproatextended release (5mg/kgBB/kali), gabapentin (2mg/kgBB/kali),topiramate (1mg/kgBB/kali) atau verapamil (1-3 mg/kgBB/kali)
B. Tension headache
Istirahat
Analgetik
Dipertimbangkan : terapi relaksasi, biofeedback, terapi massage,tizanidine (0,01 mg/kgBB/kali) , amitriptilin (0,5-1 mg/kgBB/kali)
Dinilai selama 1 – 3 bulanJika tidak ada perbaikan pertimbangkan untuk pemberian konseling
psikologi, injeksi trigger point, injeksi Botox
8/20/2019 b. Neurologi
47/72
C. Cluster Headache
Fase akut: oksigen atau ergotamine (1mg/hari) atau sumatriptan
Preventif: verapamil, litium, ergotamine, metisergit, kortikosteroid,topiramat
2. Cefalgia sekunderDiatasi penyakit yang mendasarinya
Komplikasi danPrognosis Tergantung jenis nyeri kepala
Daftar kepustakaan Child neurology chapter 13
Pediatric neurology: Principle and Practice chapter 48Buku Ajar Neurologi bab 4
Lain-lain (Algaritma,Protokol, Prosedur,
Standing Order)
8/20/2019 b. Neurologi
48/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
PROSES DESAK RUANG Kode ICD :G93.9/G95.9
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :48
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi
Bentuk Klinis(Klasifikasi)
Suatu proses pendesakan di dalam ruang kranial yang dapat menggangufungsi otak, menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan defisitneurologis fokal
Manifestasi klinis: Sakit kepala:
terutama tampak pada anak besar makin lama makin hebat terutama pada saat bangun pagi dan keadaan batuk, bersin,
mengedan, perubahan posisi tiba-tiba. Lokasi tersering bifrontal.
Muntah: Muntah biasanya proyektil, terutama bangun tidur Biasanya tanpa didahului rasa mual.
Pembesaran kepala: Pembesaran kepala karena peninggian tekanan intrakranial dapat
terjadi sampai umur 3 tahun Pelebaran sutura masih dapat ditemukan sampai umur 10 tahun
Manifestasi okuler: Subyektif : mata kabur, lapangan pandang menyempit, diplopia. Obyektif : edema papil, atrofi papil nervus optikus bila sudahlama, strabismus biasanya konvergen.
Manifestasi neurologis fokal Gejala yang timbul berupa kelumpuhan sesuai dengan jaras yang
terkena atau kejang karena kerusakan korteks serebri. Ataksia dan gangguan koordinasi Defisit saraf kranialis Nistagmus Kaku kuduk
Anamnesis Klinis : muntah, sakit kepala, pembesaran kepala
Okuler : lapang pandang menyempit, mata kabur, diplopia
Pemeriksaan fisik Okuler : papil edema, atrophi papil, strabismus Neurologis : nistagmus, kaku kuduk, deficit neurologis
Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda peningkatantekanan intrakranial dan deficit neurologis fokal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
Penunjang
1. Foto Kranium : terdapat tanda-tanda tekanan intrakranial meningkat atau
kalsifikasi abnormal.2. EEG :dijumpai kelainan fokal pada tumor supra tentorial.3. USG kepala : bila UUB masih terbuka4. CT- Scan kepala
8/20/2019 b. Neurologi
49/72
Tatalaksana 1. Konsul ahli bedah syaraf untuk mengatasi tekanan intrakranial
meningkat, ektirpasi tumor, pengeluaran abses.2. Sambil menunggu hasil konsul, dilakukan tindakan supportif seperti:
Mengatasi edema serebri deksametason dosis 0,2-0,3 mg/kgBB/kalidiberikan 3 kali sehari.
Bila sudah ada tanda-tanda herniasi diberikan:- Manitol 20% 0,25-1 gram/kgBB/kali perinfus selama 30 menit -1 jam.
- Gliserol 10% dosis 0,5-1 gram/kgBB/hari peroral diberikan 4 dosis.
Pemberian terapi lain sesuai diagnosis pasca bedah atau etiologi
8/20/2019 b. Neurologi
50/72
DEPARTEMEN IKA
RSMH PALEMBANG
TUMOR OTAK Kode ICD :C71.9
No Dokumen………….
No.Revisi……………..
Halaman :50
Panduan PraktekKlinis
Tanggal Revisi………………..
Ditetapkan Oleh,Ketua Divisi Neurologi
Dr. Msy. Rita Dewi, SpA(K)
Definisi Tum